5|. Perbincangan Saat Pulang

732 89 1
                                    

•••

Saat berada di sekolah, tidak ada yang lebih membahagiakan selain suara bel pulang berbunyi. Seperti beberapa menit yang lalu. Membuat Lia dan ketiga temannya membereskan semua buku agar bisa segera pulang ke rumah.

Rumah mereka semua beda arah. Sedangkan Joya dan Mulan tetanggaan, jadi Mulan selalu ikut jemputan Joya kalau tidak bisa pulang dengan kakaknya. Dia juga sering ikut kalau Joya di antar El, walaupun harus menjadi obat nyamuk.

"Pulang sama Joya?" tanya Lia pada El. Lelaki yang ditanya langsung mengangguk. Bahkan dia sudah bergandengan dengan pacarnya.

"Terus Mulan numpang?" 

"Dih, mau-maunya lo jadi obat nyamuk," cibir Lia karena El mengangguk lagi. Kalau dia, sih jelas ogah. Lebih baik pulang sendiri daripada menganggu sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

"Gue juga gak mau, tapi kasian."

Perkataan El dibalas sikutan keras oleh Joya. Sebenarnya Mulan juga terpaksa, namun dia sekalian menjadi penengah jika kedua orang itu berbuat macam-macam. Apalagi Mulan tahu gaya pacaran di zaman sekarang tidak aman, walaupun dia juga ingin.

"Lo anterin Mulan aja, Jul. Kasian, udah jomblo jadi obat nyamuk lagi."

"Eh gak usah!" tolak Mulan kaget sekaligus gugup.

"Udah, deh gak usah malu-malu. Gue balik duluan. Bye semuanya!" pamit Lia seraya keluar, sekalian mencari Nana.

Keadaan koridor saat ini sudah sepi, karena pastinya para murid sudah pulang. Beruntung Nana baru saja turun dari tangga. Jadi Lia tidak perlu cape-cape naik ke atas, karena kelas dua belas memang terletak di lantai dua.

"Ayo pulang!" ajak gadis itu semangat.

"Kakak ada kerja kelompok dulu, kamu langsung ke parkiran. Udah ada Abang di sana.

Sontak Lia mendengus, malas sekali jika harus pulang hanya berdua dengan Ajun.

"Pulangnya kapan?"

"Belum tau. Tergantung selesai tugasnya," jawab Nana membuat Lia terpaksa mengangguk.

"Yaudah, deh. Aku pulang dulu, Kak."

Lia kembali berjalan menuju parkiran. Sesampainya di sana, dia langsung mendekati mobil putih yang sudah terparkir. Namun setelah masuk ke dalam mobil, ia sontak meringis karena disambut tatapan sinis oleh Ajun.

"Besok-besok kalau sekolah harus sarapan dulu! Jangan karena marah jadi gak mentingin diri sendiri!"

Nana tidak mungkin melapor, jadi Sudah pasti Jeje yang memberitahu. Atau mungkin Ajun sendiri yang lebih dulu bertanya. Apalagi Jeje tipe orang yang tidak bisa berbohong.

"Denger, gak?"

"Iya ih denger," jawab Lia kesal.

"Awas aja kalau sampe gitu lagi!"

"Enggak bakal Abang."

Ajun tidak mengeluarkan suara lagi dan langsung menjalankan mobil dengan kecepatan sedang. Sedangkan Lia berdecak tidak suka dengan situasi saat ini. Biasanya kalau satu mobil dengan Jeje pasti banyak perbincangan seperti tadi pagi, sangat berbeda ketika pulang dengan Ajun.

Ingin membuka suara, namun Lia takut langsung di damprat.

"Lapar, gak?" tanya Ajun masih terus fokus menyetir.

"Kalau lapar ambil makanan di belakang, tadi Abang ke minimarket," lanjutnya membuat Lia melihat ke jok belakang. Lia pun tersenyum saat melihat ada kresek berisi makanan.

"Makasih Abangku sayang. Tau aja adeknya lagi lapar."

"Gak usah banyak omong! Makan tinggal makan!" kata Ajun masih berbicara dengan nada sinis.

Walaupun hanya dibelikan jajanan yang terbilang murah, Lia tetap merasa senang. Tidak peduli hal apapun yang diberikan, justru yang membahagiakan itu tergantung pemberinya. Terlebih Lia tidak pernah menyesal mempunyai Abang seperti Ajun.

"Abang!" panggil Lia seraya kembali pindah ke depan.

"Hati-hati!" tegur Ajun saat Lia hampir jatuh.

"Abang!"

"Hmm."

Lia berdecak kesal. Dia sangat malas mendengar seseorang menjawab seperti itu. Kesannya kaya so cool dan kedengaran alay.

"Abanggg!"

"Apaan, sih?" tanya Ajun mulai kesal.

"Dengerin aku!

"Iya ini di dengerin," jawab lelaki itu malas.

"Abang emang gak sepengertian Mas Jeje, gak seperhatian dan sebaik Kak Nana, gak bisa ngejagain aku tiap waktu kaya si Chan—eh maksudnya Kak Echan."

Lia menatap Ajun yang sedang fokus menatap ke depan. Sebenarnya Ajun ingin membalas tatapan adiknya, hanya saja dia sedang menyetir. Kalau dilakukan, bisa-bisa mereka mengalami kecelakaan.

"Tapi menurut aku, Abang orang yang paling peduli. Selalu nanyain tingkah aku ke Mas Jeje, nanyain makanan aku di sekolah ke Kak Nana, dan nyuruh Kak Echan buat selalu jagain aku."

Lia berhenti sejenak. Lalu, kembali melanjutkan, "Aku gak minta Abang buat ngerubah sikap, kaya gini aja udah cukup bahagiain aku. Makasih banyak, Abang. Pokoknya aku beruntung udah lahir lahir di antara kalian."

Tanpa ada yang tahu, Ajun lebih bersyukur dari apa yang Lia katakan.

•••

Because, Only Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang