7|. Gara-Gara Permen

692 87 1
                                    

•••

Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, dan Lia bisa menebak jika Ajun sudah berangkat dan sepertinya Nana belum juga pulang. Sedangkan di kamarnya dia hanya terus melamun, memikirkan hal yang tidak tahu kenapa dipikirkan. Namun, lamunan gadis itu seketika buyar saat Echan tiba-tiba masuk ke dalam kamarnya.

"Gue ketuk pintu daritadi kenapa gak lo buka? Budek lo?!" tanya Echan seraya berjalan ke arah adiknya yang masih berbaring di ranjang.

"Mager," jawab Lia lesu.

"Lo kenapa, sih?" Echan heran saat melihat hidung Lia yang terlihat memerah dan matanya bengkak.

"Lo abis nangis?" selidiknya tepat sasaran.

"A-apaan, sih lo! Gak ada hal yang perlu gue tangisin!"

"Gak usah bohong. Lo nangis kenapa? Siapa yang berani nyakitin lo?"

Lia memutuskan untuk bangun, dan menatap kakaknya malas. "Gue nangis karena baca cerita sedih."

"Gue gak sebodoh itu!"

"Orang beneran."

"Yakin?" tanya Echan semakin memicingkan mata curiga.

"Terserah kalau gak percaya. Udah sana keluar!

Echan mengangguk, pura-pura untuk percaya. Lagian sejak kapan adiknya hobi baca? Jelas ia tahu kalau Lia berbohong. Dia juga sangat yakin ada yang tidak beres dengan gadis itu.

"Yakin nyuruh gue pergi? Abang udah pergi daritadi, Kakak kesayangan lo juga belum pulang."

"Maksudnya pergi dari kamar gue," ralat Lia memandang Echan kesal.

"Gue ke kamar lo cuma buat pamit mau main ke rumah Ken."

Setika mata Lia melotot, tidak menyangka mereka semua tega meninggalkannya sendirian di rumah. Apalagi dia juga heran dengan Nana yang masih belum pulang. Memangnya kerja kelompok apa yang sampai malam begini.

"Nana jalan dulu sama si Rona."

"Lo tau darimana?" tanya Lia tidak percaya, karena omongan Echan kebanyakan hoax.

"Tadi dia bilang ke gue, tapi katanya gak boleh dibilangin ke lo-eh tapi kenapa gue kasih, tau ya?" Echan menggaruk rambut belakangnya, seperti orang linglung.

"Lo emang bego!" sinis Lia tidak habis pikir. Kenapa juga Nana tidak jujur, padahal dia akan mengijinkan bukan malah alasan kerja kelompok segala.

"Gue pergi dulu."

"Sana pergi sana! Tinggalin gue di sini sendiri. Kata Abang juga gue bukan anak kecil lagi."

Lia justru berdoa dalam hati agar Echan tidak jadi pergi. Masalahnya dia tidak bisa ditinggal sendirian. Bukan karena takut, melainkan karena dia mempunyai rasa trauma.

"Ikut aja, deh. Gak tega gue ninggalin lo sendirian. Nanti ngadu ke Abang, gue juga yang disalahin."

"Emang boleh?"

"Gak bakal ada yang larang adik Kakak ini ikut," jawabnya sambil senyum sok manis.

"Idih geli!" cibir Lia.

"Yaudah kalau gak mau."

"GUE MAU IKUT!"

"Santai aja, anjir!" sentak Echan sambil mengusap kedua telinganya.

"Ih gue mau ikut!"

"Yaudah ayo berangkat!"

"Duluan!" suruh Lia mendorong pelan tubuh Echan. Walaupun bingung, lelaki itu lebih dulu pergi keluar. Sedangkan Lia yang tahu sesuatu langsung membuka tasnya dan mengambil semua makanan yang dibelikan Ajun tadi sore. Tidak perlu berganti baju karena dia sudah memakai celana dan baju panjang.

Because, Only Brother'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang