Bagian 11

41.9K 3.7K 92
                                    

Bagian 11

•°•°•

Morana hanya melirik singkat kakaknya yang sedari tadi bermain dengan Lesi. Sedari tadi ia sudah jengah mendengar suara tawa Ressa yang menggema di kamarnya. Padahal pria itu punya kamar sendiri, tapi sangat suka datang ke kamar Morana dan mengganggu kegiatan gadis itu dengan tingkahnya.

"Kak Esa, jangan ribut." Tegur Morana. Ia tidak fokus membaca materi pelajarannya, besok kelasnya mengadakan ulangan harian.

"Lo belajar mulu, mending main sama Lesi." Balas Ressa membuat Morana jengkel.

"Kak Esa punya kamar sendiri. Mending ke sana." Ujar Morana kesal.

"Lesi nggak mau di sana. Maunya kamar lo."

"Alasan."

"Bukan alasan. Itu fakta yang nggak bisa dihindari. Ya nggak, Lesi?" Ressa memainkan jarinya di atas perut kucing kecil itu.

"Liat, dia suka disini." Kata Ressa. Morana mendengus, bukankah Ressa yang sengaja menggelitik kucing itu agar bergerak kesana-kemari dan sekarang pria itu bilang jika Lesi suka bermain di sana.

"Moran ulangan besok, jangan ribut." Ujar Morana sabar. Gadis itu mengambil earphone dan memasangnya ditelinga. Lebih baik belajar sambil mendengarkan musik daripada harus mendengar suara tawa Ressa yang membuatnya tidak konsen.

"Kan ntar malam ada waktu, Na. Lo belajar mulu, ntar rabun tau rasa." Oceh Ressa.

"Diam. Jangan berisik."

"Fungsi tuh earphone apaan? Kok masih bisa dengar suara gue?"

"Kan musiknya belum disetel, kak Esa." Gemas Morana menatap datar kakaknya.

"Kirain," Ressa berujar tanpa dosa. Pria itu terlihat berpikir sebentar, "Na, kemarin ada yang telfon di hp lo." Ujar Ressa mengingat kemarin saat Morana terlelap di taman belakang, ia sengaja mengotak atik ponsel adiknya. Sungguh tidak patut ditiru.

"Siapa?"

"Tante Ren." Morana menghentikan bacaannya, menatap Ressa serius.

Sudah lama Ibu dari Dirga tidak menelponnya, apa ada kabar buruk?

"Kak Esa angkat?"

Ressa mengangguk, "Katanya bakalan balik bulan depan."

Morana menatap Ressa dengan mata berbinar, "Kemana? Surabaya?" Kalau benar mereka kembali ke Surabaya, maka sama saja ia tidak bisa bertemu mereka. Walaupun bertemu, akan sangat jarang, apalagi sekarang ia sedang disibukan dengan ulangan harian. Jarak Surabaya dan Jakarta cukup jauh, tidak mungkin ia harus terbang ke Surabaya setiap hari.

"Nggak tau. Dia cuma bilang balik ke Indonesia." Ujar Ressa.

Morana merenung, kenapa mereka cepat sekali kembali? Mereka hanya menetap beberapa bulan diluar negri. Bukankah Dirga perlu menjalankan bisnis keluarga mereka di sana? Atau ayahnya sudah mendapatkan orang baru untuk mengurus  perusahaan raksasa itu? Kalau itu benar terjadi, maka Dirga bisa melanjutkan mimpinya untuk menjadi Arsitek, seperti cita-citanya dulu.

Memikirkan itu membuat Morana tersenyum sumringah. Ressa yang berada di sana mendengus sambil bergidik ngeri, dengan iseng pria itu menepuk kening Morana sambil membacakan sepenggal ayat kursi. Rambut Morana yang di cepol asal menjadi berantakan karena Ressa sengaja mengacak nya sambil membaca doa.

"Kak Esa apaan sih!" Kesal Morana menepis tangan Ressa namun pria itu masih meneruskan kegiatannya.

"KAK ESA!!" Teriak Morana kesal karena Ressa mencipratkan air ke arahnya.

MORANA DUVESSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang