Bagian 27

22.7K 2.5K 30
                                    

Bagian 27


•°•°•


Untuk kedua kalinya, Morana menginjakkan kaki di kediaman mewah milik keluarga Sagara —keluarga Elang, kekasihnya.

Dan rasanya masih sama saat pertama kali ke sana, sangat mendebarkan.

Dan sialnya, Morana datang sendirian karena semua teman Elang sudah pulang, dan Morana yang datang telat karena urusan restoran yang sudah selesai dan hanya beberapa tambahan lagi, maka tempat itu akan benar-benar resmi di buka untuk umum.

Harusnya ia langsung pulang ketika kembali dari restoran, tapi Megan menelponnya, menyuruh gadis itu agar mampir sebentar.

Entahlah, Morana tidak tau dari mana wanita cantik itu mendapatkan nomor ponselnya.

Menggenggam erat paper bag yang ia bawa, melangkah pelan ke arah pintu lalu menekan bel dengan ragu.

"Eh, udah sampai. Ayo masuk," ajak Megan saat Morana selesai menyalaminya, wanita itu merangkul Morana lembut. Seakan kehadiran Morana adalah yang paling di tunggu.

"Mas, lihat. Calon mantu datang," sontak perkataan Megan membuat Morana tersedak ludah sendiri. Astaga, Morana ingin pulang sekarang juga.

"Mantu?" beo Danuarta menatap Megan lalu meneliti penampilan Morana yang berdiri di samping istrinya.

"Iya. Pacarnya Elang, kan bunda udah cerita kemarin malam,"

"Yang ini?" Danuarta tersenyum formal pada Morana.

Dengan segera, Morana menyalami tangan Danuarta, "Morana, om."

"Kamu bawa apa, cantik? Harusnya nggak perlu repot-repot,"

"Kue, tante. Tadi kak Elang nitip, mau di bawain brownis," jelas Morana.

"Harusnya nggak usah di turutin. Dia emang gitu, manja kalau lagi sakit," dengus Megan dan Danuarta hanya melirik sekilas, kembali membaca koran.

"Ya udah, kamu ikut tante ke dapur, yuk. Sekalian makan malam di sini," ajak Megan menarik lembut tangan Morana menuju dapur.

"Tante nggak terima penolakan. Biar nanti tante yang izin ke Amira, tenang aja. Kamu aman di sini," potong Megan cepat saat Morana hendak melayangkan alasan dan bantahan.

Dua orang itu mulai asik dengan obrolan dan pekerjaan mereka, suara Megan lebih dominan sedangkan Morana hanya menyahuti ucapan Megan.

Tak lama, menu makan yang mereka buat selesai, dan sudah tertata rapi di atas meja makan.

"Ayo makan, Elang nanti di kasih bubur aja. Dia rewel kalau lagi sakit gini, paling sekarang lagi molor," kata Megan menuntun Morana untuk duduk.

"Tapi Moran kenyang, tadi udah makan," tolak Morana. Ia tidak berbohong, sebelum ke sana, ia sudah lebih dahulu makan di mobil karena lapar.

"Nggak baik nolak rezeki," sanggah Megan.

Mau tak mau, Morana ikut makan walaupun hanya secuil. Ia hanya merasa tak nyaman, entahlah, ia merasa tempat ini tidak cocok dengannya, meski Megan ramah, tapi Danuarta terlihat membuat dinding tebal.

Selesai dengan kegiatan makan malam, Morana menemani Megan membuat bubur.

Ada rasa geli sendiri ketika melakukan itu, ia sudah seperti seorang istri, yang setiap saat ha—

Morana langsung mengenyahkan pikiran gilanya barusan, apa-apaan itu!

"Nih, kamu bawa ke atas, kamar Elang tepat di samping tangga, pintu warna coklat. Kalau udah makan, kasih obatnya ya?" jelas Megan.

MORANA DUVESSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang