Bagian 23

26K 2.7K 79
                                    

Bagian 23


•°•°•

Sesuai janji, Morana duduk di salah satu kursi yang tersedia di taman.

Tadi siang, ia harus berkeliling mall yang sangat luas bersama Gladis, dan sekarang sebelum makan malam, Morana harus duduk menunggu Elang. Sebenarnya ia sangat tidak ikhlas meninggalkan ranjang empuk dan selimut hangatnya. Apalagi di malam yang cukup dingin seperti ini, seharusnya Morana bergelung manja dengan selimut sambil menonton Bollywood.

Tersentak pelan saat sesuatu yang dingin menyentuh pipi nya, ia mendelik pada Elang yang baru saja tiba dan membuatnya terkejut.

"Udah lama?" tanya Elang menyelipkan anak rambut Morana.

"10 menit," jawab Morana santai.

"Sorry," sesal Elang. Ia harus membuat Morana menunggu selama itu.

Tangan pria itu terulur untuk memberikan es krim yang ia beli di super market dekat taman.

"Kan lagi dingin, masa makan es lagi," omel Morana namun tetap membuka bungkus benda itu dan memakannya.

"Bagus dong, biar lo jadi beku,"

"Kak Elang nggak suka liat Moran gerak?" delik Morana, melirik singkat ke arah Elang yang menatapnya sedari tadi.

"Suka. Kan nggak lucu lo jadi beku," kata Elang mencubit pelan pipi Morana.

"Jangan dicubit, nanti merah," Morana menepis halus tangan Elang.

"Dibilangin lo jelek kalau rambutnya diikat," ada nada kesal dalam kalimat Elang, pria itu menarik ikat rambut Morana dan memasukannya ke dalam saku celana.

"Kak Elang bohong, tadi Moran tanya kak Esa, tapi jawabannya Moran makin cantik kalau rambutnya diikat,"

"Mata Ressa nggak sehat, jangan percaya sama dia,"

"Kak Elang bohong lagi, penglihatan kak Esa masih bagus,"

Mendengar itu, Elang terkekeh pelan sambil menatap Morana yang kembali asik dengan es krim di tangannya, makan seperti anak kecil, lihat sudut bibirnya yang belepotan karena coklat dari es krim.

"Kak Elang mau?" tawar Morana menyodorkan es krim ke arah Elang.

Yang ditawari menatap wajah Morana dan  tangan gadis itu bergantian.

Elang menggeleng, memilih mengusap bibir Morana yang terkena noda es krim, lalu mengecap jarinya sendiri.

Pipi Morana memerah di antara dinginnya malam dan cahaya yang sedikit temaram.

"Manis," komentar Elang setelahnya.

"Kak Elang kok makan itu, kan, Moran kasih yang masih banyak," pekik Morana malu lalu melahap es krimnya cepat.

Tawa terdengar dari mulut Elang. Apa-apaan ini, kenapa pria yang selalu menatapnya datar itu tertawa?

"Pelan-pelan, Na. Gue nggak minta," kata Elang menahan tangan Morana yang hendak menyuap es krim lagi, padahal mulutnya sudah penuh, sampai belepotan.

"Habis!" kata Morana semangat lalu membuang sisa bungkusan ke tong sampah.

"Udah?" tanya Elang meraih tangan Morana dan membersihkan sisa es krim di bibir dan tangan gadis itu.

"Udah. Ayo pulang," ajak Morana membuat Elang menarik alisnya sinis.

"Siapa bilang lo boleh pulang?" tanya Elang santai.

MORANA DUVESSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang