Bagian 51

9.1K 869 15
                                    

Bagian 51

•°•°•

Morana menggenggam buket bunga yang diberikan Ressa dengan erat. Senyumnya mengembang sedari tadi menatap suasana ramai di sekitarnya.

Hari ini adalah acara kelulusan angkatannya. Foto angkatan baru saja selesai diabadikan, semua orang terlihat senang.

Morana lagi lagi tersenyum lebar, ia baru merasakan suasana seperti ini, memiliki banyak teman dan akrab dengan banyak orang.

Morana menghampiri Ressa dan Bram yang sedang berdiri tak jauh dari tempatnya. Amira dan Ronal tidak bisa hadir karena pekerjaan. Ronal sudah menyuruh istrinya untuk hadir karena ini hari penting bagi putri mereka, namun Amira menolak karena tidak mungkin meninggalkan Ronal sendiri, akan jadi apa suaminya itu tanpa dirinya?

Morana juga tidak mempermasalahkan kedua orang tuanya yang tidak hadir, Ressa dan Bram sudah cukup baginya.

Ketiganya mengabadikan beberapa momen bersama sebagai kenang-kenangan, senyum bahagia terlihat jelas dari raut ketiganya.

"Happy graduation," bisik Ressa merangkul bahu adiknya.

Morana tersenyum, membalas rangkulan pria itu. Bram sedang berbincang dengan beberapa kenalannya, meninggalkan kakak beradik yang masih ingin mengambil beberapa gambar lagi.

Waktu berlalu, acara kelulusan berlangsung lancar dan hikmat. Morana saat ini berada di sebuah restoran, bersama dengan Ressa dan Bram. Katanya sih sebagai perayaan kelulusan Morana.

"Nih, makan yang banyak." Ressa meletakkan beberapa potong daging di atas piring Morana.

"Makasih," Morana menikmati makan malamnya. Sesekali menimpali obrolan kedua pria berbeda usia itu.

"Berangkat kuliah kapan, Na?" Tanya Bram setelah menyelesaikan makannya.

"Rencana satu minggu lagi. Moran harus urus beberapa berkas, sekalian cari tempat tinggal yang dekat dari kampus,"

"Masih mau ambil jurusan itu?"

Morana mengangguk pelan, meskipun ia tidak diterima, tapi masih banyak kampus yang lain, dan Morana belum menyerah.

"Jangan terlalu dipaksa. Lakukan apa yang sesuai sama passion kamu,"

Morana tersenyum, gadis itu kembali mengangguk pelan, "Moran masih tunggu kabar dari satu kampus lagi. Kalau nggak lulus, Moran janji akan lepasin jurusan itu," ujarnya serius.

"Janji, ya? Nggak boleh maksa, dan harus terima kenyataan. Gue mau lo kuliah di jurusan yang benar-benar lo minati, bukan karena impian orang lain," kata Ressa.

"Iya, janji."

"Kuliah yang rajin. Di umur segini, kakek pengen lihat cucu-cucu kakek sukses, punya gelar yang dibanggakan." Bram tersenyum menatap kedua cucunya itu. Meskipun tidak selalu ada di saat tumbuh kembang keduanya, namun Bram tetap menginginkan yang terbaik bagi kehidupan Morana dan Ressa untuk kedepannya.

"Kakek juga harus sehat-sehat, pokoknya sampai nanti Moran dan kak Ressa lulus kuliah dan dapat kerja, kakek harus ikut nikmati hasil kerja kami,"

Tawa Bram terdengar mengudara, menepuk pelan punggung tangan Morana yang berada di atas meja.

Makan malam sederhana mereka berlangsung hangat, membicarakan hal-hal ringan dan sesekali suara tawa terdengar dari ketiganya.

•°•°•

Beberapa hari berlalu, Morana menata isi kopernya dengan rapi, melipat pakaiannya agar muat dalam satu koper.

Sore yang cukup cerah ini, gadis berambut sepunggung itu sibuk dengan barang-barang yang akan ia bawa.

Tengah malam nanti, ia akan berangkat ke Amerika. Hanya Ressa yang ikut, Bram tidak bisa menemani Morana karena harus menyelesaikan beberapa pekerjaan penting, sedangkan Ressa memilih mengambil cuti satu minggu demi adiknya.

"Barang-barangnya udah di packing semua?" Tanya Ressa yang berdiri di depan pintu, terlihat pria dengan rambut sedikit memanjang itu baru kembali dari kampus.

Morana menoleh, mengangguk santai, "Udah. Barang Moran dikit, kok. Nanti kalau libur ke sini nggak perlu bawa barang lagi," sahutnya sembari menyimpan koper berukuran sedang itu di dekat pintu.

"Berkas-berkas penting udah di packing juga?"

"Udah, Moran masukin di koper,"

Ressa terlihat mengangguk puas, "Ya udah, gue mau ke kamar, turun gih, bentar lagi makan malam."

Morana menatap punggung Ressa yang mulai menjauh dari pintu kamarnya. Pandangan Morana menjelajahi seisi ruang kamar yang luas. Kamar yang ia tepati hanya beberapa bulan saja, kamar yang menjadi saksi bagaimana perjuangan Morana untuk masa depannya, kamar yang mendengar keluh kesahnya saat tengah malam. Morana pasti akan sangat merindukan rumah kakeknya itu.

"Na? Turun, kakek udah pulang," Ressa datang memanggil adiknya yang tak kunjung muncul di meja makan.

Morana segera tersadar dari lamunannya, ia sampai membuat Bram menunggu, entah berapa lama ia mengenang masa-masa yang ia lalui.

"Tumpeng?" Heran Morana, melihat sebuah nampan besar di tengah meja makan. Nasi berwarna kuning yang dicetak berbentuk kerucut dengan lauk pauk yang lengkap.

"Syukuran kecil-kecilan karena cucu perempuan kakek lulus dengan hasil yang memuaskan, dan diterima di Universitas yang bagus," jelas Bram, menepuk punggung tangan Morana lembut.

Morana menarik kedua ujung bibirnya, tersenyum lebar, gadis itu memeluk Bram singkat, "Kakek yang terbaik," puji Morana.

Ressa bersuara, pura-pura batuk agar Morana menganggap keberadaan dirinya.

Bram tertawa, "Ini ide dari Ressa,"

Morana beralih memeluk Ressa, "Makasih, kak. Moran seneng," gumamnya.

"Ayo makan, gue lapar," Ressa segera menyudahi acara pelukannya, ia jadi salah tingkah sendiri jika adiknya berubah manja seperti itu.

"Barang-barang udah disiapin semua, Na?" Tanya Bram, mereka sudah selesai menikmati makan malam, dan sekarang sedang duduk santai menghabiskan waktu sebelum keberangkatan tiba.

"Udah siap semua,"

"Obat-obatan yang kakek belikan tempo hari, jangan lupa dibawa juga." Bram tau, jika cucunya itu rentan sakit jika pergantian cuaca, tubuh Morana belum terbiasa dengan perbedaan musim di negara beriklim subtropis.

"Udah semuanya, kakek juga harus sering-sering kunjungi Moran,"

"Ressa udah kabari Arthur, tiba di Amrik nginep di apartemennya dulu untuk sementara," kata Ressa tiba-tiba.

"Loh, kan kita bisa langsung ke rumahnya tante Ren," sahut Morana, tidak enak jika harus merepotkan Arthur, lagipula pria itu pasti sibuk dengan perkuliahannya. Ia lebih memilih untuk menetap di rumah Ren sementara waktu sebelum mencari tempat tinggal yang cocok dan dekat dari kampus.

"Tante Ren lagi nggak di rumah, mereka ke luar kota untuk beberapa bulan, jadi nggak ada pilihan lain. Lagipula apartemen Arthur cukup luas,"

"Kakek nggak masalah," Bram kenal dengan Arthur, jadi ia mengijinkan kedua cucunya untuk menginap sementara waktu di tempat pria itu.

"Sementara, Na. Sambil cari tempat tinggal buat lo nanti," kata Ressa, mengusap rambut sepunggung adiknya dengan pelan.

Mau tak mau, Morana mengangguk patuh, ia tidak punya pilihan. Jika harus menyewa hotel, biayanya akan lumayan, Morana tidak ingin boros.

"Sebelum gue balik ke sini lagi, lo udah tinggal di apart sendiri, berkas-berkas keperluan pendaftarannya biar gue yang urus."

Yah, Morana hanya terima jadi, Ressa yang akan mengurus semua keperluannya, itulah mengapa pria itu tetap ingin ikut meskipun belum libur kuliah, dan berakhir mengambil cuti sementara.

•°•°•

MORANA DUVESSA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang