"ABANGGG SAKITTTT!"
Zera sudah tidak kuat menahan rasa sakitnya. Segala luka goresan ia dapatkan, entah di tangan, pipi, kaki, hampir di seluruh badannya. Sedangkan Sean hanya menatap Zera tanpa ada rasa peduli saat Aluna terus melukai Zera.
"Ihhh, pipi di sebelah kiri masih mulus. Gue gambar apaan ya enaknya?" Aluna berfikir, cewek itu seakan-akan tidak pernah puas untuk melukai Zera. Padahal menit-menit berlalu, Aluna tak kunjung berhenti melukai Zera. Entah dengan tamparan, atau pisau.
"Aluna stop!" Zera menunduk, tak ada lagi air mata yang keluar dari matanya. Zera sudah cukup hari ini untuk menangis, capek.
Aluna berdecak tidak terima. Cewek itu kembali memaksa Zera menatap kearahnya. "Lo lemah banget ya? Baru dilukain gitu aja kesakitan," celetuk Aluna tak berperikemanusiaan.
Zera terkekeh mengerikan. "Lemah? KALO GUE LEMAH! GUE UDAH GAK SADAR DETIK INI JUGA! LO GAK NGERASAIN JADI GUE! LO GAK ADA DIPOSISI GUE! SEENAK JIDAT LO BILANG GAK SAKITTT?! KALO LO GAK IKET GUE, UDAH GUE POTONG LIDAH LO BANGSATT!"
Tangannya terkepal emosi. Lagi-lagi Aluna melayangkan pukulan di kepala Zera hingga membuat pandangan cewek itu mengabur, telinganya berdengung. "Abang! Aku mau Abang sakitin Zera! Lebih sadis daripada AKUU!" teriak Aluna emosi.
Sean mengangguk tanpa ekspresi. Cowok itu kemudian berdiri berjalan ke arah Zera, membiarkan Aluna duduk menyaksikan pertunjukkan didepannya yang baru saja dimulai.
Penampilan Zera sudah tidak bisa dikatakan baik. Seragam yang acak-acakan itu kini bersimbah akan darah. Yang tadinya berwarna putih kini berwarna merah pekat. Zera menatap Bang Sean dengan tatapan terluka, kecewa. Sedangkan cowok itu balas menatap seakan-akan Zera bukan orang penting dihidupnya, tak ada raut peduli diwajahnya.
"Sakit?" Sean bertanya pelan, tak ada jawaban dari Zera. Cewek itu membuang tatapannya ke arah lain, yang penting tidak menatap Sean. Karena akan membuat hatinya semakin luka.
"Ssttttt," ringisan Zera kembali terdengar saat Sean menekan kuat-kuat luka di tangan Zera yang dilukai oleh Aluna. "Abang stoopp-- plis jangan gini, sakit...."
Jika dilukai memang sakit, tapi saat lukanya ditekan atau tidak sengaja tersenggol seseorang. Rasanya jauh lebih sakit daripada saat mendapat luka itu.
Sean melepasnya, mengusap darah di pipi Zera hingga turun ke lehernya, mampu membuat Zera merinding seketika. "Lun, keluar sebentar. Abang mau bicara sesuatu sama Zera."
Aluna menaikkan alisnya. "Loh? Ngapain diajak bicara? Mendingan diajak main tusuk-tusakan lahh! Nih! Aluna kasih pisaunya."
"Alunaaa...," tekan Sean.
Aluna mencebikkan bibirnya kesal, lantas terpaksa keluar dari ruangan meninggalkan Zera dan Sean berduaan. Atmosfer terasa begitu berbeda. Yang biasanya jika berdua bersama Sean, Zera akan merasa nyaman. Kini hanya ada ketakutan dalam diri Zera saat menatap manik mata itu.
"Tatap mata gue," perintah Sean datar.
Zera masih tetap terdiam tanpa mau menuruti ucapan Sean. Ia sangat kecewa pada cowok didepannya ini.
"Lo ngerti gak sih? Jessy itu sakit—"
"Zera tau. Jessy sakit, dan Zera juga harus ikut sakit. Gitu kan?" potong Zera berhasil membuat Sean terdiam membeku ditempatnya.
"Lo inget Zee? Waktu lo sakit gue jagain lo, sampai-sampai gue tinggalin cewek yang gue sayang di Rumah sakit sendirian. Dia bilang udah sembuh, tapi saat setelah gue jagain lo. Gue dapat kabar dia udah gaada! Dan yang lebih sakitnya, disaat terakhir hidupnya. Gue gak ada di samping Jessy, gue malah jagain lo," jelas Sean lantas terkekeh. "DAN INI MURNI KESALAHAN LO ZERA! SADAR! KALO LO GAK SAKIT GUE GAK AKAN NINGGALIN JESSY SENDIRIAN!" bentaknya. Zera memejamkan mata.
KAMU SEDANG MEMBACA
GAVRIELZE [Completed]
Teen Fiction[JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM BACA] Gavriel Elard Raymond Kehidupan Gavriel berubah setelah bertemu dengan Elzera, cewek gila yang pernah dia kenal. Elzera selalu berusaha mendekati dirinya dengan segala cara. Padahal sudah beberapa kali Gavriel lonta...