2045

25 3 0
                                    

Mempawah, Indonesia 15.08.2045 09:37 WITA

Mahardhika menandatangani dokumen yang disodorkan Min-Ji Siregar, sekretarisnya. dengan sidik jari digital dan retina setelah memasukkan katakunci dengan kode suara.

"Bagaimana dengan gladiresik?" tanyanya.

"Lancar, bang," jawab Min-Ji dengan logat Tapanuli yang kental. Jika sedang berdua, ia memang bersikap informal. Berbeda jika di depan umum. Min-Ji bahkan lebih tahu aturan protokoler dari pada Mahardhika.

"Capote protes keras karena tidak diijinkan membawa bodyguard-nya pada upacara nanti," lapor Min-Ji.

Duta Besar Amerika Raya memang tukang protes. Mahar-dhika menghela nafas panjang.

"Protesnya ditolak. Aku mendapat jaminan Gordi bahwa si-tuasi aman terkendali. Sampaikan dengan bahasa diplomatik-mu yang luar biasa itu."

Ia menyerahkan dokumen tersebut kepada wanita yang te-lah menjadi asistennya selama 14 tahun itu.

"Go to hell, maksud abang?"

Mahardhika tertawa. Humor Min-Ji menyegarkan paginya.

"Pierre sudah datang?" tanyanya.

"Aku rasa sebentar lagi dia akan tiba. Posisi mobilnya seme-nit yang lalu di Jembatan Lawai."

Jawaban Min-Ji membuat Mahardhika menoleh ke luar jendela. Sungai Kapuas yang membelah Mempawah mengalir dengan tenang. Perahu-perahu tradisional berlayar perlahan, dan hoverboat meluncur cepat menurut jalur yang ditentukan dinas transportasi air Ibukota. Pantulan cahaya matahari pada riak air sungai membawa kenangannya ke Paris, sepuluh tahun silam.

Paris, Uni Eropa 07.07.2035 03:11 CEST

Rapat darurat menteri pertahanan se-Eurasia baru saja reses. Sepanjang rapat, Mahardhika menangkap keletihan pada wajah-wajah koleganya. Mereka pasti belum tidur sejak dua hari yang lalu, ketika Amerika Raya melancarkan serangan besar-besaran ke Kuba, Bolivia, Argentina, Kanada, Wales, Belanda, Jerman, Perancis Selatan, Ukraina, Rusia, Turki, Cina, India dan Australia. Korban jiwa belum diketahui pasti, estimasi kasar sekitar 12 juta jiwa. Gelombang pengungsi yang kebingungan dan luka-luka terjadi di mana-mana.

Selama sepuluh tahun Great America yang sebelumnya merupakan Amerika Serikat melakukan kampanye penyatuan negara-negara Pasifik di bawah pemerintahan Washington DC. Dunia hanya bisa menyaksikan negara adikuasa itu menjadi gurita raksasa tanpa mampu berbuat apa-apa. Dan ternyata tak cukup sampai di situ, Amerika Raya ingin menyatukan seluruh dunia di bawah kendalinya. Karena itu, rapat darurat ini diadakan.

Mahardhika melemaskan otot-ototnya dengan menyusuri tepi sungai Seine menuju hotel. Di sisinya Min-Ji mengiringi. Min-Ji sudah berkali-kali menguap. Meski akhir pekan, sua-sananya sepi mencekam. Orang-orang memilih tinggal di dalam rumah, berjaga-jaga jika mendadak misil dan drone menyerang Paris. Peringatan Hari Bastille yang tinggal seminggu lagi dibatalkan dengan alasan keamanan.

Ia mengambil gawai hendak menghubungi Anita. Matahari telah terbit di Jakarta.

Tapi gawainya lebih dulu berbunyi. Panggilan dari Jenderal Dato Hasan Basiri, Menhan Malaysia. Pasti ada hal penting, karena Dato sama lelahnya dengan dirinya.

"Sudah dapat kabar? Macam mana Anita?" Begitulah Dato, tanpa basa-basi.

Deg. Mendadak Mahardhika disergap perasaan tak enak. Gawai Min-Ji berdering. Min-Ji menjauh untuk menerima panggilan tersebut, tak ingin mengganggu ia yang juga sedang menerima panggilan.

"Belum. Saya baru mau menghubungi dia. Ada apa, Dato?"

"Earthquake, multiple volcanoes eruptions and tsunami just hit Indonesia. No further news."

2045 (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang