Antara Bumi dan Mars

263 20 3
                                    

Yuda meluncurkan roket bom hidrogen balistik menuju Mars. Tugas rutin yang dilaksanakannya setiap hari sejak dua tahun lalu.

Pembangkangan Mars harus mendapat hukuman.

Perang antar planet yang bertetangga telah berlangsung selama 400 tahun. Sebenarnya penghuni Mars merupakan keturunan manusia bumi juga. Namun mereka menyatakan kemerdekaan dari bumi 4 abad lalu, dan sejak itu perang berlangsung sampai sekarang.

Tiga tahun lalu ia masih seorang prajurit biasa, asisten peluncuran di fasilitas peluncuran roket ini, sampai atasannya meninggal karena wabah yang disebabkan virus M-4RS.

"Ada kabar dari pabrik perakitan kapan suplai bom berikutnya akan di kirim?" tanyanya pada Mikaela, asistennya yang baru berusia 17 tahun.

"Mereka akan mengirimkannya besok, tapi hanya mampu setengah dari biasanya. Kehabisan bahan baku dan juga orang."

Wabah sialan, Yuda mengutuk dalam hati. Keluarganya semuanya telah menjadi korban wabah oleh virus yang tak sengaja lepas dari laboratorium sejata biologis, tahun lalu. Penduduk bumi berkurang secara drastis.

Hanya Mikaela teman bicaranya sekarang.

***

Setahun kemudian.

Yuda berdiri di depan sebuah kuburan. Makam Mikaela.

Akhirnya satu-satunya orang terakhir yang dikenalnya juga direnggut oleh wabah. Ia menangis menghabiskan air mata.

Ia kemudian kembali ke ruang kontrol, menekan tombol untuk meluncurkan roket bom hidrogen terakhir. Pabrik senjata telah berhenti berproduksi.

***

Dua tahun kemudian.

Yuda duduk termangu di depan tombol-tombol kendali roket yang berlapis debu. Setiap hari, ia masih datang ke ruang itu, duduk membaca atau menonton video film-film lama.

Ia seorang diri, merasa sangat kesepian. Ia tak tahu apakah masih ada manusia lain selain dirinya.

Mendadak alarm meraung-raung dan layar monitor menamilkan tiga wahana antariksa memasuki atmosfer.

Pesawat antariksa Mars. Dari lintasannya jelas hendak mendarat di landasan peluncuran.

Yuda mematikan alarm dan menekan tombol komunikasi darurat, menghubungi pusat komando perang semesta. Tak ada jawaban. Ia terus menekan tombol merah itu, namun hasilnya sia-sia.

Apakah ia satu-satunya manusia yang masih hidup di muka bumi?

Salah satu wahana itu telah mendarat di landasan.

Yuda turun dari menaranya. Ia menuju ke landasan, dan pintu pesawat itu terbuka.

Sesosok tubuh terbalut pakaian pelindung yang dilengkapi regulator gravitasi melayang dengan jetpack di punggungnya, mendekat dan mendarat dengan mulus di depannya.

Dari balik helmnya tampak wajah seorang gadis manis.

Tentu saja, pikir Yuda. Penghuni Mars merupakan keturunan manusia Bumi.

Makhluk itu menekan tombol komunikasi di dadanya.

"Kalian setiap hari mengirim roket ke planet kami selama empat ratus tahun," terdengar suara gemerisik yang berasal dari pengeras suara di dada makhluk di depannya.

Yuda tergagap.

"Aku—"

"Tapi mendadak tahun lalu berhenti. Kami jadi khawatir. Apakah kalian baik-baik saja?"


Bandung, 3 Oktober 2016

2045 (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang