Amusia

17 3 0
                                    

Rico mengenakan headset dengan hati-hati.

Ia sungguh bajingan kecil yang beruntung. Meski tertangkap saat merampok minimarket, namun hukumannya dibatalkan jika ia bersedia menjadi penilai musik pada perusahaan rekaman Amusia Record.

Ia setuju.

Setelah menjalani serangkaian ujian seperti psikotest, CAT scan dan tingkat refleksnya, ia dinyatakan siap dan mereka memberinya seperangkat peralatan audio lengkap dengan sepasang headset yang sangat nyaman dipakai.

***

"Sudah siap, Jenderal. Silakan masuk," pakar neurosains itu mempersilakan si pengunjung memasuki ruang pengamatan. Ia terlihat gugup saat menuntun tamunya berdiri di depan kaca yang tembus pandang ke ruang pengujian yang steril: ruangan kecil dan masing-masing berisi subjek percobaan, tempat tidur dan perangkat audio. Subjek mondar-mandir di sekitar peralatan, sesekali menjawab beberapa pertanyaan. Beberapa ilmuwan ikut mengamati dari kaca kedap suara berupa cermin satu arah yang mencegah subjek mengetahui kehadiran mereka.

"Bagaimana alat kecil itu bekerja? Dalam bahasa awam saja," ujar pria berseragam tentara itu tak sabar.

"Apakah Anda pernah mendengar kiasan 'terhanyut dalam lagu'? Kira-kira demikian cara kerjanya. Bedanya, sekali hanyut maka tidak akan bisa kembali." tutur pakar neurosains itu dengan bangga.

Melihat tampang jenderal yang bengong, ia mencoba menjelaskan dengan lebih detail.

"Setiap lagu memiliki gelombang. Otak menyerap gelombang untuk dapat menafsirkan lagu tersebut. Kita memberi 'racun' dalam gelombang, sehingga ketika gelombang diserap, maka otak akan meledak dan mengakibatkan kematian yang fatal bagi korban. Apa sebenarnya yang dipikirkan korban pada saat-saat terakhir kematiannya tidak dapat diketahui."

"Sungguh? Menarik. Di mana kalian mendapatkan kelinci percobaan?"

"Gelandangan, anak jalanan, pelacur dan penjahat dari seluruh penjuru. Orang-orang yang tidak memiliki keluarga dan tidak ada yang akan kehilangan dengan kepergian mereka. Kami memperlakukan mereka dengan baik: memberikan mereka makanan, tempat tinggal dan hiburan; dan untuk itu mereka berterima kasih."

"Mari kita lihat bagaimana hasil kerja purwarupa ini. Aku ada pertemuan dengan presiden satu jam lagi."

***

Rasa ingin tahu membuat Rico menekan tombol PLAY. Terdengar sebuah lagu nina bobo yang membuatnya mengantuk. Ia menutup kedua matanya sambil tersenyum.

Meski tertutup, matanya melihat deretan nada-nada berwarna-warni bagai kecambah tumbuh di musim semi. Mereka berputar-putar di sekelilingnya, berkelompok dalam birama menggosok-gosok tubuhnya dengan lembut. Mendadak, nada-nada itu berubah, mengamuk menggila pada lembaran birama menusuk mukanya, menyayat-nyayat hingga berdarah. Ia berteriak, jatuh berlutut kesakitan. Nada-nada melilit batok kepalanya, mengeremus seperti ular sanca. Ia mencoba melepaskan mereka dari kepala dan wajahnya, namun usahanya sia-sia. Nada-nada berwarna merah saga itu makin kuat mencengkeram, kini melilit seluruh tubuhnya.

Rico menangis tersedu-sedu untuk terakhir kalinya. Ia menutup matanya dan samar-samar terdengar musik yang manis, melodi indah ucapan selamat berpisah, sebelum akhirnya sunyi tanpa bunyi.

***

"Wow. Cepat sekali," Jenderal itu berkomentar takjub, tak mampu menyembunyikan kegembiraan dalam suaranya.

Pakar neurosains tersenyum puas.

"Saya tahu. Jadi, berapa banyak copy yang Anda inginkan?"

Bandung, 31 Januari 2017

*Amusia: cacat berupa gangguan kemampuan dalam mengolah musik, baik secara langsung ataupun pada memori. Amusia bisa terjadi karena kerusakan otak atau karena bawaan dari lahir.

2045 (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang