Tak Ada Kristal yang Tak Retak

18 3 0
                                    

Baiklah, anak-anak. Hari ini kalian akan mempelajari sejarah bumi.

Lima abad silam, nenek moyang kita telah merusak lapisan pelindung planet yang disebut ozon. Kerusakan ozon disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia dan pembakaran hutan yang berlebihan. Akibatnya, temperatur bumi turun drastis. Salju turun di rimba Sahara, yang pada masa itu merupakan padang pasir kering kerontang.

Kaum elit kaya memilih meninggalkan bumi menuju ke planet nun jauh berjarak tahunan cahaya. Yang tinggal bertekad untuk menyelamatkan bumi. Seorang ilmuwan—Walikh Munihal—mengusulkan ide membangun rumah kaca, seperti yang kalian lihat di ladang-ladang kita. Namun rumah kaca yang diusulkan Walikh merupakan sebuah bola kristal yang menyelubungi lapisan mesosfer, untuk menstabilkan temperatur udara di ketinggian 50 km itu agar tak kurang dari 290 derajat kelvin.

Pada awalnya ide itu dianggap gila, namun hanya itu satu-satunya yang bisa mereka lakukan.

Dan upaya itu berhasil. Mereka membungkus seluruh planet dengan cangkang bola kristal yang berlaku sebagai penapis sinar ultra violet. Cuaca planet ini berhasil dijaga dan diatur sesuai dengan kebutuhan.

Bola kristal juga berfungsi mengumpulkan energi surya. Penggunaan bahan bakar fosil dilarang di seluruh dunia. Dengan demikian, lapisan troposfer tempat kita hidup dan berkembang mulai membaik dengan sendirinya. Para ilmuwan meramalkan bahwa bumi takkan pernah mengalami zaman es seperti beberapa kali telah terjadi sebelumnya.

Tentu saja ada yang hilang dengan keberadaan bola kristal tersebut. Kontak dengan para penjelajah antariksa terputus. Perjalanan luar angkasa hanya tinggal cerita dongeng belaka. Astronomi—ilmu perbintangan—hilang dari kurikulum sekolah dan perguruan tinggi, menjadi ilmu yang telah mati. Harga yang pantas untuk menyelamatkan planet kita dan ras manusia.

Sampai suatu ketika, tepatnya sembilan puluh tujuh tahun yang lalu, terjadi bencana yang tak diduga-duga.

Bola kristal itu hancur.

Menurut kisah, tidak terdengar suara ledakan atau dentuman. Dalam catatan sejarah berdasarkan saksi mata, saat itu langit dipenuhi butiran-butiran kristal yang membiaskan pelangi tak terhingga banyaknya, bagaikan pertunjukan cahaya yang luar biasa indahnya.

Akhirnya butiran-butiran kristal itu mencapai permukaan bumi. Gaya gravitasi menarik butiran-butiran kecil yang panas dan setajam peluru itu dengan kecepatan tinggi. Setiap makhluk hidup yang terkena langsung lenyap menjadi uap. Banyak dari mereka yang kehilangan tangannya karena hendak merasakan 'salju' yang turun dengan menjulurkan lengan ke luar jendela. Para pengendara sepeda listrik yang memakai helm adalah korban musim gugur kristal yang paling mengenaskan akhir riwayatnya.

Flora dan fauna juga hancur, namun pulih dengan cepat. Tanaman yang mati menjadi pupuk bagi penerusnya. Hewan-hewan, dituntun oleh insting purba tak terpikat oleh keindahan pesona langit. Sebagian besar berhasil menemukan perlindungan sebelum kristal maut mencapai permukaan.

Air alam terkontaminasi parah. Namun setelah butiran kristal mengendap, dengan penyaringan maka pasokan air kembali normal. Sebelumnya air mineral dalam botol menjadi sumber air minum mereka yang selamat, sampai air alam dapat digunakan lagi.

Lima puluh persen populasi dunia tewas saat musim gugur kristal. Tiga puluh persen menyusul akibat wabah dan kelaparan.

Bangunan infrastruktur tak banyak terdampak. Namun dengan penurunan populasi yang drastis, manusia kesulitan merawatnya. Seperti yang kalian lihat, menara-menara tinggi di tengah hutan Jabodetabek, konon dulu dihuni jutaan manusia.

Nenek moyang kita meninggalkan kota-kota dan hidup menjadi petani dan peladang, seperti kebanyakan orang tua kalian kerjakan. Sebagian yang mempunyai jiwa petualang atau rasa ingin tahu ilmiah, mempelajari isi-isi perpustakaan yang berdebu saking lamanya tak dijamah manusia.

Seperti kita sekarang, mereka memandang langit malam yang ditaburi bintang dengan penuh rasa ingin tahu, setelah berabad-abad tersembunyi di balik kemilau bola kristal.

Nah, kita harus berterima kasih kepada nenek moyang. Tanpa mereka kita tak pernah ada, dan bu guru takkan menceritakan kisah sejarah bumi ini pada kalian.

Ada pertanyaan?

Bandung, 19 September 2016 

2045 (telah terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang