20. Carpe Diem

80 10 6
                                    







Takahiro Ueno sedang mondar-mandir di kantor kerjanya, lalu pintu terbuka dan masuklah Sasaki Mirei. Takahiro menatapnya dengan datar






"Kau dan kakakmu terlibat kasus kematian ayahmu, kau tahu itu", ujar Takahiro tanpa senyum

"Dan apa yang akan kau lakukan ?", tanya Mirei

"Astaga! Apa yang ada dipikiranmu ?"

"Ayahku punya jasa besar untukmu, ya kan? Tanpa ayahku kau tidak akan bisa naik jabatan di Kepolisian", Mirei duduk sambil menyilangkan kaki

"Dan ayahmu mati !"

"Ya. Karma, karena dia tidak bisa membagi warisannya dengan adil, kakakku dapat setengahnya", gerutu Mirei

"Jangan bilang kau-..."

"Tanpa bantuanku juga kau tidak akan bisa bekerja disini dengan gaji besar, kau ingat aku yang mendanaimu sampai bisa jadi seperti ini. Lihat dirimu sekarang bergelimang harta dengan jabatan tinggi, orang-orang segan kepadamu, kau dapat istri yang cantik, bahkan dapat penawaran jadi kader partai. Kurang apalagi jasaku untukmu, Ueno", cerca Mirei dingin

"Kau tahu... ini tidak seperti...", gagap Takahiro

"Tepat sekali", Mirei mengeluarkan segepok uang dari dalam tasnya

"...", Takahiro terdiam

"Anak buahmu, Hirate dan Seki. Mereka berdua adalah penghambat karirmu, Hirate bisa saja naik posisi dan mengambil jabatanmu, dia pria yang cukup kompeten. Dan Seki, dokter itu sangat kritis dan rasional. Kau tahu apa yang harus dilakukan", Mirei menjejalkan uang itu kedalam saku jas Takahiro

"Jadi apa yang akan kau lakukan sekarang ?", desis Takahiro

"Oh aku akan melakukan sebisaku. Tapi ingat apa yang sudah ayah dan aku berikan untukmu", ujar Mirei sembari keluar ruangan, meninggalkan Takahiro yang bergeming sendirian







Sementara itu di kantor polisi Fukuoka...






"Saya mohon, tolong buktikan kalau saya tak bersalah. Demi Tuhan, saya tak tahu apapun soal pisau itu", Kumihiko memohon ke Hirate

"Biarkan bukti yang berbicara. Anda dan adik anda diam saja, lebih baik menunggu hasilnya", ujar Hirate dingin

"Tapi-... dr. Seki", Kumihiko menghampiri Yumiko yang baru saja datang ke tempat kerja

"Jangan membebani dr. Seki, anda lihat saja hasilnya besok, jangan menghalangi proses penyelidikan", Hirate mendorong Kumihiko menjauh

"Tapi saya butuh keadilan, adik saya pasti menyuap hakim. Saya tahu persis seperti apa sifatnya, dia akan mati-matian menghalangi kalian", ujar Kumihiko, Hirate menatapnya lama

"Aku tidak terkejut, aku tahu skenario ini sengaja dibuat", gerutu Akanen dingin

"Moriya, kita tak bisa menuduh tanpa bukti", desak Hirate

"Percuma juga kan kita punya bukti. Kalau kertas ini sudah menutup mata, telinga, dan mulut mereka !", desis Akanen sembari menunjukan selembar uangnya

"Kita harus main transparan", keluh Hirate

"Suara kita tidak akan didengar! Percuma semua hasil kerja keras kita sia-sia, tidak ada gunanya mengautopsi mayat, mencari barang bukti, dan segala macam tetek bengek konyol ini !", bentak Akanen

"Mau melakukan olah TKP sekali lagi ?", tanya Yumiko

"Kita tidak dapat surat perintah dari Takahiro, Seki. Kau tidak dengar kataku kemarin ?", geram Hirate

Corpus VeritasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang