1. Lo Berlebihan

8.8K 741 5
                                    

Eric mendengus pelan ketika mendapati Jeno sudah duduk anteng di meja makan, dengan dua piring omelet dan juga dua gelas susu vanilla, rasa kesukannya yang sudah tertata rapi di atas meja.

Eric tidak sebodoh itu untuk tidak menyadari bahwa Jeno sengaja menyiapkan sarapan untuk mereka berdua.

“Ric, sini sarapan bareng” Ajak Jeno dengan senyum manis yang terpasang di bibirnya.

Mendengarnya, Eric semakin mendengus kasar, terpaksa ia menghampiri sang kakak yang terpaut 5 menit darinya itu dan kemudian duduk di kursi tepat di depan Jeno, membuat Jeno tersenyum puas.

Mom sama Dad udah berangkat dari jam 5 tadi, jadi gue masakin omelet buat kita berdua. Maafin kalo nggak enak, asal-asalan banget tadi bumbunya” Jeno meringis mengucapkan permintaan maafnya, tak mempedulikan sang adik yang bahkan kemungkinan besar tidak akan menyahuti perkataannya.

Dan ternyata memang benar.

Eric tidak menanggapi ucapan Jeno, sang adik memilih untuk langsung menyendok omeletnya dan memakannya tanpa mempedulikan sang kakak.

Jeno tersenyum tipis, setidaknya Eric masih mau menuruti ucapannya untuk sarapan bersama, kan?

Namun Jeno tidak menyerah, dia membuka mulutnya lagi.

“Ntar berangkat bareng gue ya, Om Yuta balik ke Surabaya semalem, anaknya sakit tipes di rumah sakit”

Eric langsung membelalak kaget, berangkat bareng Jeno katanya?

Melihat ekspreksi adiknya, Jeno hanya bisa tersenyum maklum, dia sudah menduga Eric akan berekspreksi seperti itu. Memang apa lagi yang Jeno harapkan?

“Ogah”

Satu kata yang keluar dari mulut Eric setelah hampir 10 menit duduk di hadapan Jeno, membuat Jeno meringis pahit.

“Terus mau gimana? Nggak mungkin gue ngebiarin lo berangkat sendirian, Ric”

Eric menghela nafas panjang.

We have 3 damn cars in the garage

Jeno menyahut enteng, dia tahu adiknya itu belum terlalu pandai mengendarai mobil, “So?”

Eric memejamkan matanya, pasrah. “Ok fine”

Jeno terkekeh kecil, meskipun kadang jutek dan terkesan galak, namun Eric tetap saja Eric, adiknya yang nurut dan menggemaskan.

Ah, Jeno jadi kangen masa-masa ketika dia masih sangat dekat dengan adiknya itu, dulu.

“Anterin sampe depan gang aja, abis itu turunin gue” Ujar Eric tiba-tiba.

Alis Jeno seketika mengernyit, “Apaan?? Enggak! Yakali gue ngebiarin lo jalan sampe gerbang??”

Eric memejamkan matanya, here we go again.

Then why? It's only takes like 5 minutes, Jeno!”

Nada Eric sedikit meninggi, membuat Jeno sedikit terkejut, namun pemuda itu mencoba mengontrol raut wajahnya agar biasa saja.

“Lo pasti paham kenapa gue nggak ngebolehin kan?” Jeno mencoba mengatur nada suaranya sedikit merendah.

Eric mengerang, “Gue gabakal kenapa-napa! Lo berlebihan tau gak!”

Jeno menggeleng pelan, Eric tidak akan pernah paham dengan segala kekhawatirannya.

Wajah Eric sedikit memerah, adiknya itu terpancing emosi.

Jeno memejamkan matanya, mencoba mengatur emosinya, dia tidak mau Eric malah semakin terpancing emosi dan berdampak buruk nantinya.

“Ric, that's not what i mean, lo mesti paham kan gue—

“Apa emang?!?” Eric menyahut cepat. “Kenapa sih lo selalu berlebihan? Nggak lo, nggak Mom sama Dad, semua sama aja! Gue cuma lupus bukan sekarat, bangsat. Fuck it, gue nggak selemah itu anjing”

Mata Eric perlahan berkaca-kaca, tenggorokan Jeno terasa tercekat melihatnya.

“Ric...”

“Ah sialan” Eric mengumpat lirih sembari mengusap matanya kasar. Mencoba menyembunyikannya dari Jeno, namun sia-sia, Jeno sudah menyadarinya.

“Ric, gue—

Jeno kehilangan kata-katanya, ia hanya ingin memeluk tubuh kurus sang adik sekarang juga, tanpa berbicara apapun.

Namun tiba-tiba Eric malah berdiri dari duduknya, “Gue berangkat sama Sunwoo aja” Ujarnya, membuat Jeno terdiam.

Dan itu adalah kalimat terakhir yang keluar dari mulut Eric sebelum pemuda itu benar-benar pergi dari sana meninggalkan Jeno. Meninggalkan omelet dan susu vanillanya yang bahkan masih tersisa banyak.

Jeno memadangi punggung Eric yang menjauhinya dengan nanar. Hingga sampai siluet Eric benar-benar tidak terlihat lagi, Jeno kemudian memejamkan matanya dan menyandarkan punggungnya ke kursi begitu saja. Jeno lelah, sampai kapan harus begini?

Andai Eric tahu bagaimana kekhawatiran seorang Jeno padanya. Jeno mengusap wajahnya kasar, semoga adiknya itu baik-baik saja.

•••

lacuna; jeno eric. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang