25. Us

2.9K 436 71
                                    

Jeno ada di sebuah tempat yang gelap, dan ia sendirian. Di sekitarnya hanya ada berbagai dinding yang menjulang tinggi dan menghalangi pandangannya. Alis Jeno mengernyit, tempat apa ini?

Akhirnya Jeno terus berjalan, mencoba mencari jalan keluar dari tempat aneh tersebut. Namun semakin lama kaki Jeno melangkah, Jeno merasa ia hanya berputar di tempat yang sama. Ia hanya melihat dinding, dan setitik cahaya remang-remang yang berada jauh di depannya.

Jantung Jeno berdebar keras, ini dimana?

Jeno mencoba mengeluarkan suaranya, namun tidak bisa. Kerongkongannya terasa tercekat dan perih. Pikiran Jeno sudah kalut, ia dimana? Kenapa ia bisa ada disini? Tempat apa ini? Dimana jalan keluarnya?

Akhirnya Jeno mencoba melanjutkan langkahnya lagi. Menuju setitik cahaya remang-remang yang ada jauh di depan sana. Namun semakin Jeno mendekat, cahaya tersebut nampak semakin menjauh dan berjarak darinya. Seolah-olah ia sedang mempermainkan Jeno.

Jeno mengerang, sebenarnya ini semua apa?

Nafas Jeno sudah terengah dengan hebat. Semakin ia mengejar cahaya tersebut, semakin jauh juga cahaya tersebut berjarak darinya. Jeno kalut, tubuhnya penuh dengan keringat dingin.

Setelah hampir 15 menit berlari, Jeno merasa ia sudah tak sanggup lagi. Anak itu jatuh terduduk begitu saja di atas lantai yang dingin dan sembab. Jeno menangis disana, ia sendirian di tempat yang bahkan ia tak tau apa. Jeno rasanya ingin berteriak, namun percuma saja karena suaranya menghilang entah kemana.

Jeno merapatkan tubuhnya ke dinding dan mulai menangis disana. Dia takut. Tempat ini gelap, pengap, dan seolah tak berujung. Bagaimana cara ia keluar dari sini??

"Marsel? Kok nangis?"

Dada Jeno rasanya membuncah ketika mendengar suara yang amat familiar untuknya. Anak itu mendongak dan mendapati Eric sedang berjongkok di sebelahnya, menatapnya dengan raut wajah khawatir.

Jeno tentu saja sangat lega. Dia ingin membuka suaranya namun yang keluar hanyalah angin. Suaranya benar-benar menghilang. Raut wajah Eric tampak tidak mengerti, alis anak itu bertaut sembari memandangi Jeno.

"Hey, kenapa?" Tanya Eric dengan lembut. Jeno menggeleng kuat, mulutnya masih terbuka dan mencoba mengeluarkan suaranya dari sana.

Tangan Eric tergerak, anak itu mengusap bekas air mata Jeno yang masih basah. Kemudian tersenyum simpul.

"Marsel, jangan sedih. Kalo lo sedih, gue ikutan sedih juga" Ujar Eric secara tiba-tiba.

"Janji ya sama gue lo bakal bahagia terus, ya?" Eric mengacungkan kelingkingnya, memberi kode pada Jeno untuk menautkan jari yang sama.

Jeno menatap Eric dengan raut tidak mengerti, namun dia menurut dan menautkan jarinya pada kelingking Eric yang terasa dingin. Eric tersenyum tipis, merasa puas karena Jeno menurutinya.

"Marsel, disini aja. Jangan kemana-mana" Kata Eric kemudian memeluknya dengan erat. Jeno benar-benar bingung dengan situasi sekarang, ia mencoba bertanya namun suaranya tidak kunjung keluar. Akhirnya anak itu membalas pelukan Eric tanpa berkata apapun.

"Lo harus bahagia, Marsel. Janji sama gue"

Dan setelah itu Jeno merasa pelukannya kosong. Jeno langsung sadar jika tubuh Eric tidak berada lagi dalam pelukannya, adiknya itu menghilang entah kemana. Jeno panik, dia berusaha meneriakkan nama Eric namun yang keluar hanyalah angin yang tidak berarti.

Jeno kalut, dia berdiri dan berlari lagi. Berniat mencari adiknya itu di tengah ruangan gelap dan pengap ini. Nafas Jeno memburu.

Marshall, jangan tinggalin gue!

lacuna; jeno eric. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang