22. Marshall dan Ceritanya

3K 465 94
                                    

Sudah sekitar setengah jam, Jeno dan Eric saling mendiamkan satu sama lain. Jeno yang masih diliputi perasaan bersalah pada adiknya itu dan Eric yang sibuk sendiri dengan pikirannya. Entah apa yang dipikirkan anak itu. Wajahnya terlihat datar seperti biasa hingga Jeno tidak bisa membaca emosi apapun disana.

Jeno menghela nafas, dia melirik jam di tangannya yang menunjukkan pukul setengah 5 pagi. Seingat Jeno, jam 7 nanti Eric ada pemeriksaan lagi untuk lupusnya.

"Ric, tidur lagi" Kata Jeno memecah keheningan. Ia hanya ingin adiknya itu istirahat dengan cukup dan tubuhnya cukup fit saat pemeriksaan nanti.

"Iya" Jawab Eric singkat. Tanpa diduga-duga anak itu langsung menurut dan kembali menidurkan tubuhnya di atas brankar. Jeno menggigit bibir bawahnya random, atmosfer di ruangan ini jadi tidak enak sekali.

Dengan canggung tangan Jeno terjulur membenarkan letak selimut Eric yang sedikit berantakan. Namun tanpa disangka Eric malah menarik tangannya dan menggenggamnya seperti beberapa jam yang lalu. Jeno tertegun di tempatnya.

"Disini aja, please..." Mohon Eric dengan melirihkan suaranya di akhir kalimat. Tangannya menggenggam erat tangan Jeno. "Gue takut ditinggalin lagi"

Hati Jeno rasanya berdesir, anggukan pelan ia berikan. "Iya, gue disini. Nggak akan ninggalin lo kemana-mana" Jawab Jeno sembari membalas genggaman Eric pada tangannya.

Eric tersenyum tipis, "Makasih"

"Iya..." Jawab Jeno dengan ragu. Dia mengelus punggung tangan Eric dengan ibu jarinya ketika adiknya itu mulai mencoba terlelap.

Namun 10 menit kemudian, Eric membuka matanya kembali, dia menatap Jeno yang masih setia mengelus tangannya sembari melamun. Entah memikirkan apa.

"Jeno" Panggilnya, membuat Jeno menoleh.

"Eh? Kenapa Ric? Kok belum tidur?" Tanya Jeno dengan suara lembut.

Eric menggeleng. "Nggak bisa tidur. Memar gue sakit banget" Ujarnya dengan ringisan di akhir. "Lo cerita apa gitu kek, biar gue bisa tidur" Pintanya kemudian.

"Hah? Cerita? Cerita apaan?" Tanya Jeno dengan alis mengernyit.

"Apa aja, gue pengen dengerin. Cerita kehidupan lo kek atau apa" Jawab Eric sembari menyamankan posisi kepalanya, lebih mendekat ke arah Jeno yang sekarang duduk di samping brankarnya. Jeno pun mengelus rambut adiknya itu dengan pelan.

"Cerita apa..." Jeno nampak clueless. "Gue nggak punya cerita apa-apa, Ric. Hidup gue gini-gini aja"

Eric terkekeh kecil, "Yaudah gue aja yang cerita. Lo mau dengerin nggak?"

Jeno mengangguk semangat, "Mau!"

•••

2016, June 05.

"Marshall udah cukup heh! Berhenti gaak?!?!"

"Hahaha, Marsel lemot!"

Remaja kelas 5 SD itu terus berlari dengan semangat, menghindari sang kakak di belakang sana yang sudah tampak kepayahan. Eric Ethana Marshall Antaresa, dengan es krim yang menggantung di mulutnya itu terus berlari mengitari taman, bersenang-senang. Sementara di belakang sana sang kakak sudah was-was, sangat bahaya jika sampai adiknya itu terjatuh sedikit saja.

Sang kakak, Jeno Athana Marsel Antares, atau yang biasa dipanggil Marsel itu berlari sekuat tenaga mengejar adiknya. Nafas Marsel sudah terengah dengan hebat, dia capek sekali.

"Adik aku makan paku sama beling kali ya jadinya bisa kuat banget..." Gumamnya sembari terus mengejar Marshall yang sudah jauh di depan sana.

lacuna; jeno eric. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang