22. Dunia Milik Jeno

3.2K 450 30
                                    

"Ric, tidur" Tegur Jeno entah untuk yang keberapa kalinya. Namun Eric menggeleng, anak itu tetap membuka matanya dan memainkan kuku-kukunya, entah apa tujuannya.

Jeno menghela nafas, mata adiknya itu sudah terlihat memerah karena mengantuk, mungkin efek obat yang beberapa menit yang lalu diminumnya. Tetapi Eric terus menolak untuk memejam, Jeno sendiri tidak mengerti dengan jalan pikiran adik kembarnya itu. Kalau ngantuk ya tidur gitu loh.

"Udah jam 10, Ric. Mikirin apa sih?" Tanya Jeno dengan nada sedikit kesal. Ia hanya ingin adiknya itu beristirahat dengan cukup.

Gelengan pelan diberikan oleh Eric lagi. Jeno mengusap wajahnya kasar.

"Masih kepikiran omongannya Dad ya?"

"Nggak kok" Gumam Eric lirih. "Udah biasa"

Jeno terdiam, pasti menyakitkan rasanya disiksa oleh ayah sendiri selama bertahun-tahun. Jeno pun memilih untuk menutup mulutnya dan tidak melanjutkan topik tersebut. Meskipun adiknya itu berwajah biasa saja, namun Jeno yakin ia pasti sakit hati dengan ucapan ayahnya. Bagaimanapun, ayahnya benar-benar keterlaluan.

"Terus kenapa?" Tanya Jeno lagi, dia memandang Eric dengan tatapan tidak mengerti.

Eric menggeleng pelan, tangannya yang semula ia mainkan terjulur untuk meraih tangan Jeno. Jeno tentu saja terkejut, dia memandangi adiknya yang sekarang mencoba memejamkan matanya dengan mengenggam salah satu tangannya di sisi kepalanya.

"Disini aja" Lirih Eric sembari meremat tangan Jeno pelan. "Gue takut sendirian" Lanjutnya sebelum benar-benar jatuh ke alam mimpi.

Hati Jeno berdesir. Maaf.

•••

Suara berbagai mesin mobil yang berisik dan ricuh memenuhi indra pendengaran Jeno. Anak itu memandang ke sekitar yang sudah ramai dan penuh akan remaja sepertinya. Jeno menghela nafas kemudian mematikan mesin mobilnya. Dieratkannya jaket denim yang ia kenakan dan turun dari mobilnya dengan santai.

"Wah, dateng juga lo bro!" Seseorang dengan akrabnya mengalungkan lengannya pada leher Jeno. Alis Jeno mengernyit, bau alkohol. Tidak salah lagi, ini Nathanael Zalartha.

Jeno menyungging senyum tipisnya, "Iya. Siapa yang pesta malem ini?"

"Si Fabi, habis diputusin sama cewek langsung dah tuh Ferrari nya dikeluarin" Jawab Nathan.

Jeno manggut-manggut, "Mantap"

"Lo udah lama banget nggak kesini cui. Biasanya tiap malem selalu sama Jaemin Renjun. Kemana aja?" Tanya Nathan penasaran. Meskipun dia mabuk, tapi dia tetap full awake. Kadar alkohol Nathan memang tinggi sekali.

"Ngejagain adik gue" Jawab Jeno tanpa dusta.

Nathan ber-oh ria, "Oh, adik lo yang penyakitan itu ya?"

Seketika Jeno melayangkan tatapan tajamnya pada pemuda di sampingnya. Nyali Nathan seketika menciut, dengan segera ia melepaskan lengannya dari leher Jeno dan membuat gesture ampun di di depan dada.

"Maaf Jen maaf, becanda doang sumpah gue ngatainnya. Maaf banget serius, jangan bunuh gue dulu please, gue masih pengen nikah sama cewek gue, maafin gue Jen serius nggak lagi ngatain adik lo, sumpah ampun" Nathan memohon dengan mendramatisir. Jeno mendengus geli, dia menggelengkan kepalanya.

"Apaan sih lo, lebay banget. Santai aja kali, udah terbiasa gue sama mulut lo yang emang gaada filternya itu" Sahut Jeno, membuat Nathan menghembuskan nafasnya lega. Seolah ia baru saja memenangkan pertarungan sengit yang membahayakan nyawanya.

"Ini kapan mulainya? Siapa aja yang maju?" Tanya Jeno kemudian. Nathan terlihat berpikir sejenak.

"Ada Renjun, Kemal, Haidar.... terus siapa lagi ya? Shean, Vino... kenapa deh nanya-nanya? Lo mau ikutan?" Jawab Nathan dengan balik bertanya.

lacuna; jeno eric. [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang