Yoongi. Namanya Min Yoongi. Lelaki yang pada siang hari yang terik ini menapaki jalanan desa dengan jaket hitamnya, seakan abai dengan sengatan matahari yang perlahan bertambah panas.
"Menepi! Menepi! Gerobak ini tidak punya rem!" Teriakan keras dari belakang refleks membuatnya berhenti melangkah. Yoongi menoleh, menatap aneh pada lelaki yang berlari kencang sambil mendorong gerobak penuh pakan ternak.
Lewatnya si lelaki beserta gerobaknya membuat pasir beserta debu di jalanan desa terangkat. Beberapa dari pasir dan debu itu mendarat di wajah Yoongi, dengan lancang membuatnya terbatuk beberapa kali. Ia menutup hidung dengan telapak tangan, berusaha untuk tidak lagi menghirup partikel-partikel kecil perangsang bersin.
Mendengar suara batuk, lelaki tadi menghentikan laju gerobaknya. Ia lantas berbalik, menghampiri Yoongi dengan napasnya yang tersengal karena lelah.
"Maafkan aku. Apa kau baik-baik saja?" Ia menatap takut-takut di sela napasnya yang tersengal.
"Apa kelilipan? Ayo kuantar mencari keran air di dekat sini," lelaki tadi menawarkan. Kali ini, tawarannya dibalas dengan gelengan cepat.
"Tidak perlu," Yoongi berucap dengan tangan yang sibuk mengucek mata. Tidak sesuai dengan ucapanya, nyatanya, matanya yang memerah tidak bisa berbohong. Hal itu membuat lelaki tadi meringis tidak enak hati.
"Tapi matamu merah. Ayo kuantar mencari keran air. Jangan sampai karena ulah gerobakku matamu jadi infeksi," tegasnya dan tanpa aba-aba menyeret Yoongi menuju keran air terdekat.
Yoongi diam terheran. Apa-apaan itu tadi? Dan, ulah gerobaknya, katanya?
.
.
.
"Kurasa, aku tidak pernah melihatmu di desa ini. Kau orang pindahan, ya?"
Yoongi mengangguk membenarkan. Usai membasuh matanya yang kemasukan debu, ia kembali melanjutkan jalannya bersama dengan lelaki yang baru ia temui beberapa saat lalu.
"Pantas saja. Aku Kim Taehyung. Namamu?"
"Min Yoongi."
"Ah ...." Taehyung bergumam seraya mengangguk kecil. "Kau dari kota?"
"Ya."
Dan setelahnya, mulut Taehyung membola. Anak itu memilih untuk diam dan fokus pada jalanan bergeronjal di hadapannya. Sampai di penghujung jalan bergeronjal dan keduanya masih betah menutup mulut. Hingga ketika dua sampai tiga persimpangan telah dilalui, Taehyung tidak dapat menahan hasrat untuk menatap Yoongi dengan alis terangkat.
"Omong-omong, Yoongi. Kau ingin pergi ke mana?" tanyanya. Taehyung heran saja, sebab mereka berdua terus berjalan beriringan sedari tadi. Lelaki di sampingnya ini tidak tahu jalan dan hanya mengikutinya atau bagaimana?
"Ke rumah kakek," Yoongi menjawab singkat. Lagi, Taehyung membulatkan mulutnya seukuran telur puyuh.
"Rumah siapa? Aku kenal dan tahu semua penduduk di desa ini. Mungkin aku bisa membantumu," ia berkata dengan dada membusung, merasa bahwa ia punya sesuatu untuk dibanggakan.
Tentu saja! Mengenal dan menghafal para penduduk desa dan rumahnya adalah pencapaian yang hebat bagi Taehyung.
"Apa tidak merepotkan?" Yoongi bertanya. Segera saja Taehyung menggeleng kuat.
"Tentu saja tidak! Katakan saja ke mana tujuanmu," sahutnya cepat dengan cengiran lebar.
"Rumah peternak Kakek Min." Taehyung mengangguk paham. Ia bergumam, tampak seperti dirinya benar-benar tahu dan kenal.
"Oke. Rumah penghasil susu sapi, Min Harabeoji!" ia berucap lantang dan terdiam seketika itu, "oh, astaga! Kita satu tujuan!" lanjutnya dengan wajah terkejut yang terlihat lucu dan aneh dalam satu waktu bersamaan.
.
.
.
"Terima kasih," Yoongi berucap pada Taehyung ketika keduanya telah sampai di tujuan: rumah milik sang kakek yang menggeluti profesi sebagai peternak dan pemerah susu sapi.
"Bukan masalah. Lagipula, ini juga tujuanku. Rumput-rumput ini harus segera diberikan pada sapi Harabeoji. Jangan sampai mereka kelaparan dan sakit," Taehyung menyahut dengan senyum lebarnya. Yoongi mengangguk setuju.
"Yap! Tugasku selesai. Sekarang aku harus kembali ke sawah," anak lelaki itu berucap sembari menghela napas lega. Taehyung bersiap untuk kembali mendorong gerobaknya menuju sawah milik keluarganya.
"Tidak mau mampir dulu?" Tawaran Yoongi dibalas dengan gelengan sungkan.
"Maaf, tapi aku harus segera ke sawah. Mungkin lain kali," Taehyung meringis. Tidak berbohong, karena ia masih harus mengantar banyak lagi pakan ternak ke rumah-rumah penduduk. Pekerjaannya masih banyak dan mungkin baru akan selesai sore nanti.
.
.
.
Ada yang baru Yoongi ketahui dari kakeknya bahwa Taehyung adalah lelaki yang setiap harinya mengantar pakan ternak berkeliling desa. Tidak heran jika anak itu berbangga diri tentang seberapa ia hafal rumah penduduk di desa ini.
"Berlibur di desa berapa lama, Gi?"
"Cukup lama. Sampai libur musim panas berakhir," Yoongi menjawab. Anak itu meneguk segelas susu murni hasil perahan kakeknya dan mengecap puas ketika satu teguk susu dingin terasa mengalir melewati kerongkongannya. Susu dipadu dengan es batu, ditambah lagi diminum pada siang yang terik. Nikmat mana lagi yang ia dustakan.
"Cukup lama itu berapa lama, Gi?" Tidak puas dengan jawaban sang cucu, Kakek kembali bertanya. Kali ini meminta jawaban dengan lebih spesifik, tidak puas dengan sahutan "cukup lama" dari cucunya.
"Dua bulan." Kakek Min mengangguk. Lelaki tua itu beranjak dari duduknya.
"Istirahat dulu. Pakai kamar yang ada di atap. Sudah bersih," tuturnya. Yoongi mengangguk patuh.
"Kakek yang bersihkan sendiri?" Si kakek tertawa. "Memang siapa yang akan membantu?" dengusnya. Si cucu lantas meringis. Benar, memang siapa yang diharap untuk membantu, jika kakeknya tinggal sendiri selama ini.
Diminta untuk ikut ke kota pun, kakeknya tidak mengiyakan. "Sudah terbiasa dengan suasana desa," katanya.
Tbc
Haloo?
KAMU SEDANG MEMBACA
Edge of Tomorrow ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Completed Libur musim panas tiba dan Yoongi memilih untuk menghabiskan liburannya di desa tempat kakeknya tinggal. Desa yang menjadi tempat dimulainya satu masalah rumit dalam delapan belas tahun sejarah hidupnya. Dirinya, l...