8. Tempat Terlarang

447 109 26
                                    

"Yoongi, kemari sebentar," Seokjin berucap. Tangannya melambai, memberi isyarat pada yang lebih muda untuk mendekat.

"Ya, Seokjin Hyung?"

Seokjin tersenyum. Lelaki itu bergumam sambil menggaruk pelan alisnya.

"Apa ada yang harus kau lakukan setelah ini? Maksudku ... apa kau harus segera pulang?" tanyanya. Yoongi menggeleng. Bukankah sudah dibilang bahwa rutinitasnya hanya mengantar susu di pagi dan sore hari--yang kini ditambah membantu memerah susu sapi ketika subuh.

"Tidak." Yoongi menggeleng, dan gelengan kepala itu membuat senyum Seokjin bertambah lebar.

"Kalau begitu, mau ikut aku?" tawarnya. Yoongi mengangkat alisnya. Gurat bingung terlihat jelas pada wajahnya. "Ke mana?" tanyanya.

"Pantai yang waktu itu, mau ke sana? Kupikir, akan bagus jika aku mengenalkanmu pantai kebanggaan desa ini," Seokjin berucap dengan senyum.

.

.

.

Bersama dengan Seokjin, Yoongi kembali menapaki jalanan yang pernah ia lalui ketika ia tersesat. Sepanjang jalan menuju pantai, lelaki yang lebih tua darinya itu tidak berhenti tersenyum. Di dalam kantong celananya ada sebungkus remahan roti yang akan digunakan untuk memberi makan burung camar di pantai.

Setelah cukup lama menelusuri jalan setapak, akhirnya keduanya sampai di tempat di mana pasir putih dan air jernih berada.

"Apa tempat ini memang selalu sepi seperti ini, Seokjin Hyung?" Yoongi bertanya di tengah kesibukannya memberi makan burung-burung laut dengan remahan roti dari kantongnya.

Seokjin yang ada di sebelahnya menggeleng. Lelaki itu melempar remahan yang tersisa ke udara, membiarkan burung-burung saling berebut untuk melahapnya.

"Dulu tidak," jawabnya.

"Dulu, banyak orang yang berkunjung ke pantai ini. Kupikir sekarang mereka sudah bosan," Seokjin berucap sembari mengendikkan bahu. Lelaki itu pergi ke tempat yang teduh untuk berlindung. Ia lambaikan tangannya, meminta Yoongi untuk datang mendekat.

"Kemari, Yoongi. Mataharinya mulai naik!" serunya dan yang lebih muda menurut. Setelah menghabiskan remahan roti di kantongnya untuk memberi makan camar, Yoongi mendekat pada Seokjin dan duduk di sampingnya.

"Apa kau sering datang ke tempat ini, Seokjin Hyung?" Yoongi bertanya, begitu ia mendudukkan dirinya di atas pasir pantai.

Seokjin, lelaki itu mengangguk. "Ya," jawabnya, "tempat seindah ini bukankah terlalu sayang jika tidak dikunjungi?" lanjutnya diakhiri dengan tawa.

.

.

.

Seokjin masih berada di pantai hingga sore hari, walaupun tidak ada hal berarti yang ia lakukan. Apa yang ia lakukan sedari tadi hanyalah melemparkan kerikil-kerikil dari atas tebing, membiarkan batu-batu itu tenggelam oleh air laut.

Seokjin sekadar ingin sendirian saja. Lagipula, sudah lama ia bisa datang mengunjungi pantai dengan perasaan yang lebih tertata. Entah kenapa juga, ia ingin mengunjungi pantai hari ini.

Pantai yang sejujurnya merupakan tempat di mana ketakutannya berada.

Selalu ada rasa yang aneh ketika dirinya mengunjungi pantai. Semacam takut juga kecewa. Tapi, hari ini, Seokjin hanya ingin melupakannya. Takut dan kecewa itu ingin ia buang sejauh mungkin, bersamaan dengan kerikil yang ia lempar ke laut.

Sebuah kerikil yang cukup besar ia remas erat. Tiba-tiba saja, ada bimbang di hatinya. Lelaki itu menunduk.

"Ini ... benar, 'kan?" lirihnya ragu.

Napasnya ia embus kasar. Seokjin menggertakkan giginya, meyakinkan diri sendiri bahwa keputusannya sudah benar.

Kerikil yang ia remas sedari tadi ia lempar ke permukaan air. Setelahnya ia berdiri, berniat untuk pergi, sebelum ada yang menemukannya di tempat ini.

.

.

.

"Aku melihatmu pergi ke jalan setapak bersama Seokjin pagi tadi." Usai memberikan uang susu, Park Jimin, lelaki itu berucap. Sepasang iris hitamnya ia adu dengan sepasang cokelat terang milik Yoongi.

"Kalian pergi ke mana? Kenapa tidak mengajakku?" Jimin kembali berucap. Dagunya ia pangku dengan telapak, sementara ia menatap Yoongi lekat.

Kalian tidak pergi ke pantai, 'kan?

Yoongi tertawa kecil. "Seokjin Hyung mengajakku pergi ke pantai. Pantainya sepi sekali, walau katanya, dulu pantainya ramai dikunjungi," ia berujar. Seketika itu, mata Jimin membulat bersamaan dengan rahangnya yang mengeras.

"Kau benar-benar pergi ke pantai bersama Seokjin?" tanyanya. Yoongi mengangguk membenarkan.

"Iya. Seokjin Hyung yang mengajakku pergi," jawabnya.

Jimin memejam erat. Ia tatap Yoongi dengan sorot yang belum pernah Yoongi lihat sebelumnya.

"Ada apa? A-apa ada yang salah?"

Jimin menggeleng. Anak itu mengusap wajahnya kasar. "Yoongi, apa kau tahu kenapa pantai itu selalu sepi? Apa kau tahu kenapa tidak ada yang pergi ke pantai itu?" tanyanya. Yoongi menggeleng.

"Sebab tidak ada yang boleh pergi ke sana. Pantai itu bukan tempat yang boleh dikunjungi."

"Dan seharusnya, kau jangan pernah pergi ke tempat itu," Jimin melirih. Apalagi bersama dengan Seokjin.





Tbc

Edge of Tomorrow ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang