Yoongi bangun dari tidurnya di sore hari, tepat ketika jarum pendek pada jam dinding menunjuk angka empat. Lelaki itu sibuk berkeliling rumah, mencari sang kakek yang entah berada di mana.
"Kakek?" panggilnya. Sekali dua kali dan tepat pada panggilan ketiga, ia baru mendengar sahutan yang berarah dari belakang rumah, tempat kandang sapi perah berada.
"Kakek sedang apa?" tanyanya sembari mengucek mata yang masih lengket.
"Memerah susu sapi. Ayo bantu Kakek."
Matanya berkedip dua kali. Memerah? Itu adalah kegiatan yang selama ini hanya ada dalam bayangannya. Hal yang belum pernah ia lihat selama tujuh belas tahun ia hidup. Itu artinya, Yoongi tidak bisa melewatkan kesempatan langka ini.
"Cuci tangan dulu, Gi."
"Oh, iya."
Nyatanya, memeras tidak semudah apa yang Yoongi bayangkan. Berbeda dengan kakeknya yang telah mendapatkan seember penuh susu sapi, susu hasil perahannya lebih banyak membasahi pakaian ketimbang mengisi ember. Hingga akhirnya anak itu menyerah. Ia rasa, memerah bukanlah pekerjaan yang bisa ia tangani.
Sampai di situ saja dan Yoongi lebih memilih untuk menyerah. Itu lebih baik, daripada susu sapi yang seharusnya bisa dijual terbuang karena ulahnya.
.
.
.
Seusai menyerah memerah susu, Yoongi membayar rasa bersalahnya dengan mengantarkan susu hasil perah. Kata kakeknya, ia harus mengantarkan susu-susu ini ke rumah pembuat roti yang ada di persimpangan jalan. Sepuluh botol susu ini harus diantarkan dengan selamat, itu misinya.
Sampai di persimpangan dan tidak butuh petunjuk lain untuk mengetahui tujuan antarnya. Rumah yang ada di kiri jalan dengan papan kayu bergambar roti tawar itu pastilah rumah yang dimaksud sang kakek.
"Permisi?" Yoongi berucap seraya membuka pintu kaca. Membuat lonceng yang sengaja digantung berbunyi. Tidak lama setelahnya, seorang lelaki sebaya dirinya muncul dengan tergesa. Rambutnya berantakan, bahkan pakaiannya belum terpakai dengan benar.
"Kau ... " Dengan mata sipitnya, lelaki itu berucap.
"Aku diminta mengantar susu oleh kakek," Yoongi menyahut. Lelaki di depannya membulatkan mulut. Ia mengambil alih keranjang susu dari tangan Yoongi dan meletakkannya di meja.
"Cucu Min Harabeoji?" tanyanya seraya mengulurkan uang. Yoongi mengangguk. Kim Taehyung dan lelaki yang ia tebak adalah pemilik toko roti ini mengenal kakeknya. Sepertinya, kakeknya cukup populer di desa ini.
"Kalau begitu, aku pulang dulu," pamitnya setelah merasa pekerjaannya berakhir cukup sampai di sini.
.
.
.
Di perjalanan pulang, Yoongi tidak henti-hentinya mengagumi desa ini. Suasananya, keasriannya benar-benar berbeda dari kota tempat ia tinggal. Terlalu sibuk mengagumi desa, Yoongi tidak menyadari bahwa ia berjalan tanpa arah. Anak itu baru menyadari ia tidak berada di jalan pulang ketika ia menjumpai jalan setapak di depannya.
"Eh?" ia bergumam. Seingat Yoongi, ia tidak melalui jalan seperti ini saat pergi ke toko roti.
"Apa aku tersesat?" monolognya bingung. Anak itu menggaruk tengkuk. Tertawa kecil dan memutuskan untuk berbalik menyusuri jalan yang ia lewati, sebelum bau yang khas tercium oleh hidungnya.
"Oh!" anak itu berseru. Menyimpan niat pulang, Yoongi lebih memilih untuk menyusuri bau ini. Bau yang membuatnya penasaran;
bau laut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Edge of Tomorrow ✔
FanfictionDisclaimer: fanfiction | Completed Libur musim panas tiba dan Yoongi memilih untuk menghabiskan liburannya di desa tempat kakeknya tinggal. Desa yang menjadi tempat dimulainya satu masalah rumit dalam delapan belas tahun sejarah hidupnya. Dirinya, l...