17. Kami Temanmu

383 94 7
                                    

"Aku mencarimu sedari pagi, dan yang lain mencari sedari kemarin. Apa kau tahu?"

Seokjin, lelaki itu mengangguk kecil. "Ya. Maaf," jawabnya.

"Tapi, kalian tidak perlu sekhawatir itu," lanjutnya. 

Jimin terdiam. Bagaimana mereka tidak khawatir?

Tentu saja, pasti Seokjin merasa terkekang dan risih oleh perlakuan yang didasari khawatir itu. Namun, Jimin tahu, bukan tanpa alasan Namjoon, Hoseok dan yang lainnya berbuat seperti itu. Mereka punya alasan.

"Apa kau masih ingin berada di sini, Seokjin?" tanyanya. 

Pertanyaannya dibalas oleh gelengan cepat. "Tidak. Aku harus pulang. Yoongi mungkin ada di rumah untuk mengantar susu."

Ah, ya. Yoongi. Pengantar susu yang setiap sore datang ke toko rotinya. Ngomong-ngomong, ia belum melihatnya sejak pagi.

"Kau terlihat dekat dengan Yoongi," Jimin berucap, "teringat adikmu, Seokjin?" lanjutnya. Ia lirik Seokjin yang ada di sampingnya. Lelaki itu tertawa kecil dan mengangguk.

"Hm ... ya. Dia mirip, 'kan?"

Park Jimin bergumam singkat. "Kau benar. Tapi dia bukan adikmu dan kuharap, kau tidak menganggap Yoongi sebagai adikmu," tuturnya. 

Ucapan Jimin membuat tawa ringan Seokjin berubah menjadi sebuah senyum kaku.

"Tentu saja tidak," Seokjin menyanggah. Menganggap Yoongi sebagai adiknya bukannya tidak pernah terjadi. Hanya, kadang kala dirinya merasa seperti itu. 

Seokjin berdiri, berniat untuk mengakhiri percakapannya dengan Jimin di tempat ini.

"Aku harus pulang. Beritahu yang lain untuk tidak khawatir lagi. Lagipula, aku hanya pergi sebentar," ucapnya. 

Jimin mengangguk paham. "Tentu. Akan kuberitahu yang lain," balasnya.

.

.

.

Tentu saja, ada pengaruh yang dibawa oleh kedatangan Yoongi di desa ini. Pertama kali melihatnya di pantai, Seokjin sampai merasa dirinya kurang sehat saat itu. Seokjin pikir, ia melihat sang adik yang telah menghilang beberapa tahun lalu. 

Baru setelah ia melempar sebuah batu kecil, membuat anak yang bermain di tepi pantai menoleh dengan wajah kesal, Seokjin bisa yakin bahwa ia tidak salah melihat. Anak di tepi pantai itu bukan hanya bayang-bayang.

"Kau tidak boleh berada di sini."

Kalimat itu, Seokjin hanya bisa tertawa ketika mengingatnya. Meminta bocah yang bermain di tepi pantai untuk pergi seakan pantai hanyalah miliknya seorang. Yah, bahkan dengan angkuhnya ia berkata pantai adalah miliknya.

Seokjin ingat, ia bahkan beradu mulut dengan anak itu. Hal yang hilang dari kesehariannya beberapa tahun ini, sekaligus membawanya kembali pada kilasan masa lalu, tentang apa yang selalu ia lakukan dengan sang adik, beradu mulut. Mengubah segelintir masalah sepele menjadi percekcokan tiada akhir.

Baru ketika Kim Taehyung datang dan menyerukan nama anak itu untuk pertama kali, Seokjin merasa bahwa dirinya adalah orang paling bodoh.

Namanya Yoongi dan anak itu bukan orang yang sama dengan yang ada dalam pikirannya.

Namanya Yoongi, dan ia bukan adiknya.

.

.

.

"Seokjin Hyung! Kau kembali?!"

Seokjin mengernyit, ketika kepulangannya disambut oleh Kim Taehyung yang entah sejak kapan ada di depan rumahnya. Menunggunya di depan pagar dengan raut tak sabar yang kini berganti wajah cerah.

Edge of Tomorrow ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang