5. Pesanan

446 106 17
                                    

Ini hari ke empat belas Yoongi berada di desa, yang artinya ia telah menghabiskan dua minggu penuh di tempat ini. Berada di tempat baru selama dua minggu, Yoongi bahkan tidak pernah menyangka ia akan betah. Namun, Yoongi rasa tempat ini tidak buruk. Nyatanya, waktu dua minggu itu dapat ia lewati tanpa merasa jenuh.

Bangun di pagi hari untuk membantu kakeknya memberi makan sapi-sapi, lalu mengantarkan susu hasil perahan ke toko roti Jimin. Yoongi rasa, rutinitas itu telah menyatu dengannya. Ia juga semakin dekat dengan Taehyung, Namjoon, dan yang lainnya. Bahkan Jung Hoseok yang memberinya tatapan sinis ketika pertama kali bertemu, kini sinisnya tatapan telah menghilang. Senyum yang membuat mata Hoseok berubah menjadi garis lurus adalah gantinya.

"Park Jimin. Pesananmu," Yoongi berucap seraya meletakkan dua keranjang susu di atas etalase kaca. Jimin, lelaki yang sedang menata roti-roti hasil panggangan pagi ini mengangguk kecil.

"Sebentar," ujarnya. 

Selesai menata roti, Jimin pergi ke belakang untuk menyimpan nampan kosong dan kembali dengan helaan napas puas. Ia buka laci penyimpan uang dan mengambil beberapa dari lembaran kertas itu untuk diberikan kepada Yoongi.

"Nah, Yoongi. Ini uangnya. Terima kasih." Yoongi mengangguk setelah memastikan uang yang ia terima sesuai dengan harga barang. Lelaki itu beranjak dari kursi yang ia duduki.

"Kalau begitu aku pulang, Jim!" pamitnya.

.

.

.

Dari toko roti Ibu Jimin, Yoongi tidak lantas pulang. Ia memilih untuk pergi ke toko kelontong berbentuk hanok yang pernah ia kunjungi bersama Taehyung, untuk membeli sebungkus es krim cokelat yang Yoongi harap ampuh meleburkan panas dalam kerongkongannya. Tidak perlu berharap sebenarnya. Karena es krim selalu bisa menyegarkan kerongkongan kapan saja, bahkan di hari yang panas seperti saat ini.

Ia tinggal sebentar untuk menghabiskan es krim itu, dan segera pergi sebelum sinar matahari menjadi semakin terik. 

"Hei, kau." 

Baru saja Yoongi hendak pulang, suara dari belakang membuatnya menghentikan langkah. Ia menoleh, menatap lelaki yang tidak asing baginya tengah berdiri dengan kantong plastik hitam di tangannya.

"Aku?" Lelaki tadi mengangguk cepat.

"Ya, kau," ujarnya. Ia masukkan kantong plastik yang ia bawa ke dalam tempat sampah, lalu melambaikan tangannya, gesture memanggil. "Kemari," katanya.

Walaupun sangsi, Yoongi tetap menurut. Ia menghela napas kasar, menyadari bahwa lelaki yang memintanya untuk mendekat saat ini adalah orang yang sama, yang ia temui di pantai dua pekan lalu.

"Kau cucu Min Harabeoji, 'kan?" lelaki tadi bertanya. Yoongi mengangguk.

"Iya," jawabnya. Tidak lama setelah Yoongi menjawab, lelaki di depannya mengulurkan beberapa lembar uang kepadanya.

Dahi Yoongi mengernyit bingung. Uang yang disodorkan kepadanya ini untuk apa? Lelaki ini punya hutang pada kakeknya atau bagaimana?

"Dengan uang itu, antarkan sebotol susu setiap paginya," lelaki tadi berucap. Yoongi membulatkan mulut paham dan mulai menghitung lembaran uang yang ada di tangannya. Uang ini cukup banyak, dan dengan uang sebanyak ini delapan botol susu bisa dibeli.

"Baiklah," Yoongi menyanggupi. Ia masukkan lembaran kertas berharga itu dalam sakunya.

"Maaf, sebelumnya, bagaimana aku bisa memanggilmu?" ia bertanya. Butuh waktu cukup lama sampai lelaki di depannya ini menjawab, "Seokjin. Aku lebih tua darimu, jadi panggil aku dengan benar."

Yoongi mengangguk. "Baik, Seokjin Hyung. Kupikir, aku harus segera pulang dan susunya akan kuantar mulai besok pagi," ia berujar. Seokjin, lelaki tadi mengangguk dengan wajah menyebalkan tanpa ekspresi miliknya.

"Untuk di pantai waktu itu, aku minta maaf," Seokjin berucap sebelum masuk ke dalam rumahnya. Meninggalkan Yoongi yang terdiam mencerna kata-katanya. 

Maaf itu, maaf untuk kata-katanya yang menyebalkan, cengkeramannya yang terasa perih, atau keduanya?

Yoongi mengendikkan bahunya tak acuh.

Yah, setidaknya lelaki menyebalkan itu sudah meminta maaf.

.

.

.

Paginya, Yoongi datang untuk mengantar sebotol susu pesanan Seokjin. Pintu rumahnya terbuka, namun tidak ada satu pun dari panggilannya yang mendapat balasan.

"Seokjin Hyung?" Yoongi kembali memanggil, kali ini dengan suara yang lebih keras, namun tetap saja tidak terdengar sahutan. Cukup lama menunggu, akhirnya Yoongi memutuskan untuk meninggalkan sebotol susu pesanan Seokjin di teras rumah.

Hari ini tidak ada banyak hal yang bisa Yoongi lakukan. Rutinitasnya hanya mengantar susu pesanan Seokjin di pagi, lalu pesanan Jimin di sore harinya. Selebihnya, sisa hari ini adalah waktu luang yang mungkin akan terasa membosankan.

Kim Taehyung, teman yang biasa pergi ke sana-kemari, hari ini sibuk dengan panennya. Mungkin, hal yang bsa ia lakukan hanyalah bermain dengan konsol game miliknya, atau meminta kakek mengajarinya memerah sapi sore nanti.

.

.

.

Sore harinya, seperti biasa Yoongi datang ke toko roti dengan dua keranjang penuh botol susu. Sama seperti biasa pula, setelah ia membunyikan bel, Park Jimin akan berlari dengan terburu-buru menghampirinya.

"Ini," ujar Yoongi seraya menyodorkan dua keranjang yang ia bawa. Jimin mengangguk. Ia pergi ke belakang untuk menyimpan susu-susu yang diantar dan memberi Yoongi uang sebagai pengganti barang.

"Terima kasih. Aku pulang dulu."

"Tunggu sebentar!" Ucapan Jimin membuat Yoongi mengurungkan niat untuk beranjak. "Ada apa?" tanyanya.

"Ibu memintaku untuk memberikanmu ini ketika kau datang," Jimin berucap sembari menyerahkan kantong kertas berisi beberapa roti. Yoongi berkedip cepat.

"Tapi, aku tidak beli--"

"Ibu yang memintaku memberimu ini. Terima saja," Jimin memotong. Ia dorong kantong berisi roti ke hadapan Yoongi, memaksa lelaki itu untuk menerimanya.

Yoongi mengangguk pasrah. Akhirnya, ia ambil juga kantong berisi roti itu dari etalase.

"Kalau begitu aku pulang. Tolong katakan pada Ibumu, terima kasih untuk rotinya."

Jimin mengangguk cepat. "Tentu!"




Tbc

Edge of Tomorrow ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang