20. Cerita dari Jimin

354 92 7
                                    

"Kapan kau datang?"

"Baru saja," Yoongi menjawab.

Jimin mengangguk canggung. Kali ini, ia tatap Jeon Jungkook yang sedang asyik menikmati kunyahan biskuit cokelatnya.

"Kook, bukankah kau harus segera kembali ke rumah Min Harabeoji?" tanyanya, mencoba meminta Jungkook untuk pergi, muslihatnya agar ia dapat berbincang empat mata dengan Yoongi.

Jungkook mengangguk. "Ya. Aku akan kembali bersama Yoongi Hyung," balasnya. Seharusnya, memang ia segera kembali ke rumah Kakek Min untuk memberikan uang hasil mengantar susu pagi ini. Tapi, ia punya janji menjemput Yoongi di terminal bus. Jadi, Jungkook akan kembali bersama dengan Yoongi. 

"Kembalilah dulu, Jungkook. Aku akan menyusul," celetuk Yoongi yang dibalas dengan gelengan ribut.

"Tidak, tidak. Aku yang menjemputmu, Hyung. Mana mungkin kubiarkan pulang sendirian," kilahnya.

"Pulanglah dulu, aku menyusul," Yoongi kembali berucap, "aku dan Jimin, kami ingin bicara berdua saja, oke?" lanjutnya.

Ucapan Yoongi membuat Jungkook terdiam sejenak. Anak itu menimang dan mendengus kecil sebelum mengangguk patuh.

"Baiklah. Aku pergi dulu. Setelahnya, kau harus segera pulang, Yoongi Hyung. Harabeoji menunggumu!" ujarnya dan pergi dengan sebungkus biskuit yang isinya telah berkurang separuh.

"Ya, aku akan menyusul," Yoongi membalas. Setelahnya ia berpaling pada Park Jimin. Anak pemilik toko roti yang tersenyum canggung.

"Ada yang ingin kaubicarakan?" tanyanya.

Jimin mengangguk. "Ya. Ada yang ingin kukatakan."

Yoongi bergumam. "Kalau begitu katakan. Aku juga punya banyak pertanyaan."

.

.

.

"Pertama, kami minta maaf tentang apa yang terjadi beberapa bulan lalu hingga membuatmu tidak nyaman, Yoongi," Jimin berucap sembari menunduk, entah karena takut atau terlalu malu untuk mengadu tatapan dengan Yoongi.

"Mungkin kau sudah dengar dari Kakek, namun, alasanku kembali ke kota memang karena ada hal yang harus kulakukan di sana. Yah, walaupun masalah yang waktu itu juga jadi salah satu alasannya."

Yoongi tidak berbohong tentang alasannya kembali ke kota. Ia memang punya hal yang harus diselesaikan, namun tidak secepat itu. Seharusnya, ia berangkat satu minggu setelah ia mendapat pesan untuk kembali ke kota. Tetapi, masalah hilangnya Seokjin membuatnya mempercepat keberangkatannya ke kota.

"Boleh aku bertanya, Jim?"

Jimin mendongak, anak itu mengangguk cepat. "Tentu," jawabnya.

"Tentang perginya Seokjin Hyung, pantai, dan masalah kemarin. Apapun itu, bisa kauberitahu aku?" tanyanya.

Ada hening beberapa saat sampai Park Jimin mengangguk setuju.

"Tentu, akan kuberitahu semua yang kutahu," balasnya.

Satu tarikan napas panjang Park Jimin memulai ceritanya di hari bersalju ini.

.

.

.

"Seokjin punya seorang adik yang wajahnya mirip denganmu. Jujur saja, pertama kali aku bertemu denganmu, aku sempat mengira kau adalah adik Seokjin." Sejenak, Jimin tertawa kecil.

"Ayah Seokjin pergi melaut dan tidak pernah kembali. Ibunya depresi dan memutuskan untuk membunuh dirinya sendiri dengan melompat dari tebing pantai ... bersama adik Seokjin yang saat itu masih berusia sembilan tahun." Suara Jimin melirih di akhir. Ia menoleh pada Yoongi, lelaki yang nampak terkejut dalam pengamatannya.

"Mereka ... melompat, dari tebing?"

"Ya."

"Lalu, apa karena itu pantai tidak boleh dikunjungi?" Yoongi dengan suara lirihnya bertanya. 

Jimin mengangguk. "Ya. Terlebih bagi Seokjin. Seokjin pernah menghilang dan Taehyung menemukannya hendak melompat dari atas tebing. Sejak itu, pantai tidak lagi dikenal di desa ini," jelas Jimin dan tepat setelahnya, raut terkejut nampak jelas pada wajah lelaki di depannya.

"Tidak mungkin, Jimin," Yoongi mengernyit, "pantai adalah tempat pertama aku betemu dengan Seokjin dan ia bilang, pantai adalah miliknya."

"A-apa?"

"Kalian pernah bertemu di pantai?! Kupikir waktu itu, di toko roti ini adalah pertemuan pertama kalian."

Jelas sekali raut terkejut Jimin ketika Yoongi memberitahu bagaimana ia bisa bertemu Seokjin. Anak pemilik toko roti itu nampak terkejut, terlebih, ketika ia menceritakan bagian ketika Taehyung datang untuk mengajaknya pulang.

"Taehyung ada di sana? Tapi, kenapa ia tidak memberitahukan hal itu kepada kami?"

"Aku tidak tahu."

.

.

.

Berkat cerita dari Jimin, sedikit banyak ia bisa memahami apa yang terjadi. Tentang Seokjin, pantai, dan Jung Hoseok. Akar dari masalah kemarin, Jimin juga bercerita kepadanya. Lelaki itu juga memberitahunya bagaimana masalahnya selesai dengan Seokjin yang akhirnya mau membuka diri kepada Namjoon dan yang lain.

"Namjoon datang ke rumah Seokjin setelah aku memberitahunya bahwa Seokjin telah kembali. Kudengar mereka berbincang dan Seokjin berjanji akan lebih terbuka kepada kami. Itu menenangkan, karena sedari dulu, Seokjin tidak pernah bercerita bahkan berkeluh tentang perasaannya. Kami tidak pernah tahu bagaimana perasaannya setelah kehilangan orang yang ia sayangi. Karena itu, mendengar bahwa Seokjin sanggup dan berjanji untuk lebih membuka diri ... itu membuat kami tenang," Park Jimin berucap panjang.

Lelaki itu menghela napas panjang. "Masalahnya selesai begitu kami semua berkumpul dan bicara bersama. Semua berjanji untuk menghilangkan khawatir dan tidak mengungkit apa yang sudah terjadi," lanjutnya.

"Lalu, apa Hoseok masih membenciku?" Yoongi berucap. Masalahnya sudah selesai, bukan? Jadi, apa Hoseok masih membencinya?

Jimin menggeleng. Disambung dengan endikan bahu dan senyum kecil. "Untuk pertanyaan yang satu ini, sepertinya kalian harus bertemu," katanya.




Tbc

Edge of Tomorrow ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang