Akhir bulan Desember, musim dingin tahun ini. Jeon Jungkook, anak itu berjalan di tengah salju yang menutupi jalanan bersama tas selempang susunya. Dari mulutnya mengepul asap dari napasnya, yang artinya suhu di pagi ini memang sedingin itu. Cukup dingin hingga ia harus memakai jumper berlapis jaket parka ditambah beberapa buah hotpack yang ia taruh di saku jaket.
Di sela tugasnya pagi ini; mengantar susu hangat ke rumah penduduk, boneka salju yang berada di tepi jalanan desa selalu bisa membuatnya tersenyum. Boneka salju yang dibuat oleh anak-anak desa, berhasil mengingatkannya pada sekilas memori ketika dirinya kecil.
Omong-omong, karena saljunya memang baru turun-tipis-tipis, boneka salju yang ada di sepanjang jalan dibuat berukuran kecil. Esok hari, atau mungkin pagi hari setelah badai salju, pasti boneka salju di pinggir jalan akan berubah menjadi raksasa salju.
Di tengah dinginnya pagi, senyum Jeon Jungkook tidak pudar sedikit pun. Sebab, ada hal yang membuatnya merasa hangat di tengah dinginnya pagi.
Min Yoongi akan kembali hari ini dan ia akan menjadi orang yang menjemputnya di terminal bus.
.
.
.
Kakek Min bilang, Yoongi akan datang siang ini dan menghabiskan libur musim dinginnya di desa. Itu yang Jungkook dapat dari pertanyaannya beberapa bulan lalu, tentang, "Kapan Yoongi Hyung datang kembali ke desa?"
Dan segera setelah Kakek Min memberitahunya pagi tadi, Jungkook langsung menawarkan diri untuk menjemput Yoongi di terminal. Hal yang segera disetujui oleh Kakek Min tanpa ba-bi-bu apapun lagi dan untuk itulah ia berada di sini.
Terminal, tempat pemberhentian bus yang seharusnya membawa Yoongi kembali ke desa ini.
"Dinginnn ...," Jungkook mengeluh. Ia sudah menunggu cukup lama di terminal bus, tapi tidak ada satu bus pun yang berhenti di tempat ini.
Pipi dan hidung anak itu sudah berubah merah, namun tidak mematahkan niatnya untuk tetap menunggu. Busnya mungkin berjalan sangat pelan karena jalanan licin, pikirnya.
Anak itu menunggu cukup lama, hingga sebuah bus datang dan berhenti. Segera Jungkook bangkit dari duduknya secepat kilat, menepis dingin yang serasa membekukan wajahnya.
Satu-persatu penumpang turun, namun ia tidak bisa menemukan adanya Yoongi dari beberapa penumpang yang turun. Anak itu menghela napas dan kembali duduk di bangku tunggu.
Mungkin saja, bus yang dinaiki Yoongi berjalan dengan sangat-sangat pelan, yang pelannya lebih pelan dari bus yang baru saja tiba, pikirnya.
Kali ini, Jungkook kembali menunggu. Cukup lama, hingga yang dinanti tiba. Bus yang berjalan seperti kura-kura memasuki terminal desa. Dari tempatnya duduk, Jungkook sudah bisa melihat adanya presensi Yoongi di dalam.
"Yoongi Hyung!" anak itu berseru, segera setelah Yoongi menapakkan kaki pada lantai. Anak kota itu diterjang oleh pelukan tiba-tiba Jungkook.
Senyum bocah dengan wajah merah hampir membeku itu terlukis lebar.
"Akhirnya kau kembali, Yoongi Hyung!"
.
.
.
"Tahu dari siapa kalau aku akan datang hari ini?"
"Min Harabeoji."
Yoongi bergumam paham. Memang, ia mengirim pesan singkat pada sang kakek, kalau ia akan datang hari ini.
"Butuh tambahan hotpack, Jungkook? Sepertinya wajahmu membeku," Yoongi berucap sembari mengulurkan sebuh hotpack dari dalam saku jaket parkanya. Tidak tega saja melihat wajah yang lebih muda dihiasi rona merah sebab kedinginan.
"Apa boleh kupakai?"
Yoongi mengangguk. "Pakai saja," ujarnya, dan segera setelahnya, uluran kantong panas itu disambut oleh Jungkook.
"Tas itu isinya apa?" Yoongi bertanya sembari menatap tas yang dipakai oleh Jungkook.
Tas selempang kotak yang sedari tadi menyita perhatiannya.
"Oh, ini. Pagi tadi, aku mengantar susu ke rumah warga," Jungkook menjawab seraya memperlihatkan tas yang telah kosong.
"Kau bekerja?"
"Ya, aku mengantar susu, seperti yang kau lakukan dulu, Yoongi Hyung." Anak itu terkikik manis.
Kurang lebih dua bulan ia bekerja di peternakan Kakek Min sebagai pengantar susu. Anak itu punya tujuan besar yang akan membuat orang lain tertawa ketika mendengarnya.
"Omong-omong, Jungkook, tentang pamanmu ... ia masih sering memukulmu?" Yoongi bertanya.
"Ya," Jungkook berucap. Tidak ada yang berubah dengan pamannya. Pukulan dan bentakan masih sering ia dapatkan. Namun, Jungkook rasa itu bukan masalah, selagi ia masih bisa menahannya.
Suatu hari nanti dengan uang tabungannya, Jeon Jungkook punya target besar, membeli rumahnya dulu. Satu-satunya tempat yang punya rasa familiar tertentu untuknya, Jungkook ingin membelinya dan menjadikan rumah itu miliknya kembali.
Target besar yang lucu. Yang membuat Yoongi hampir tertawa mendengarnya.
"Apa toko roti Jimin buka hari ini?" tanya Yoongi.
Jungkook mengangguk cepat. "Buka, kok. Pagi tadi aku mengantar susu ke sana. Apa kau mau mampir, Yoongi Hyung?"
Yoongi mengangguk. "Ya, aku mau membeli beberapa buah roti."
.
.
.
"Selamat siang, Park Jiminie!"
"Oh, kau mulai nakal, Jungkook."
Jimin memutar bola matanya malas. Anak yang dua tahun lebih muda darinya itu, semakin memperlihatkan jati diri aslinya akhir-akhir ini.
Anak yang awalnya dikenal pendiam itu kini cukup nakal dan jahil. Contohnya saja, memanggilnya dengan marga seperti tadi.
Cukup nakal, 'kan?
Yah, walau akhirnya ia meminta maaf, sih.
"Hehe, maaf," Jungkook terkekeh.
"Kenapa datang lagi? Kau mau membeli roti?" Jimin bertanya, mengabaikan maaf dari Jungkook, sebab, ia sudah terbiasa dengan kejahilan bocah itu.
"Bukan untukku."
Jimin membulatkan mulutnya. "Oh, untuk pamanmu?" tanyanya.
Jungkook tertawa, anak itu menggeleng cepat. Lantas, dengan mata berbinarnya, ia menarik lengan Yoongi yang sedang membaca spanduk menu untuk unjuk diri. Mengenalkannya kepada Jimin, seolah keduanya baru pertama kali bertemu.
"Kenalkan! Orang yang akan membeli rotimu pagi ini, Yoongi Hyung!!" serunya semangat.
"Yoon ... gi?"
"Halo, Jim. Kau punya roti edisi musim dingin? Aku mau satu."
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Edge of Tomorrow ✔
FanficDisclaimer: fanfiction | Completed Libur musim panas tiba dan Yoongi memilih untuk menghabiskan liburannya di desa tempat kakeknya tinggal. Desa yang menjadi tempat dimulainya satu masalah rumit dalam delapan belas tahun sejarah hidupnya. Dirinya, l...