Nathan Garendra

51.5K 1.4K 22
                                    

"NATHAN."

Panggilan bernada berat terdengar di telinga pemilik nama lengkap Nathan Garendra. Nathan. Lelaki bernetra hijau kebiruan itu menoleh ketika namanya disebut. Dia lelaki yang memakai seragam awut-awutan khasnya juga headband hitam yang melingkar di kepala. Jas sekolahnya dia tenteng di tangan kanan, dasinya dia kendurkan, tiga kancing seragam bagian atas sengaja dia buka hingga menampilkan kaus hitam dengan kalung berbentuk salib.

"Di sini lo rupanya."

Perkataan Leo membuat Nathan mengangkat satu garis alisnya. "Lo nyari gue?" Tanpa mendapat jawaban, Nathan pun sebenarnya tahu.

Leonardo Bramastian. Lelaki yang baru-baru ini menjadi musuh bebuyutan Nathan dan anggota Rajawali lainnya. Bukan hanya Leo yang dimusuhi, melainkan seluruh anggota geng Leo pun diperlakukan secara tidak baik oleh Nathan dan teman-teman satu gengnya yang lain. Mereka berlaku begitu bukan tanpa sebab. Satu dari anggota Rajawali dinyatakan tewas karena ulah ketua Wolf. Sementara Wolf mengelak. Menganggap berita itu tidak pernah dialami oleh mereka.

"Ada perlu apa lo sampe nyusup ke wilayah gue tanpa izin?" Nathan menatap Leo dengan tatapan permusuhan. Leo tahu, Nathan itu lebih ganas dari serigala. Musuhnya itu bisa saja membunuh Leo saat ini juga hingga dirinya benar-benar tewas di atap SMA Rajasakti. Namun, bukan Leo namanya jika tidak berani memberikan perlawanan.

Tatapan Nathan yang seolah terdapat percikan api itu menembus ke mata abu-abu gelap milik Leo yang menatap dia sengit. Lelaki yang mendapat gelar ketua Wolf itu tak tampak kalah garang dengan Nathan. Leo tipikal orang yang jika dimusuhi akan memusuhi balik.

Pakaian sekolah acak-acakan, dasi yang diikat di lengan kirinya, kemeja sekolah yang tak dikancing seluruh bagiannya, juga dalaman putih beserta kalung celurit yang selalu mengalung di lehernya. Mata cowok itu sipit, namun tajam. Kulit tubuhnya seputih susu, nampak terawat. Bibirnya yang tipis selalu mengeluarkan umpatan kasar.

"Bajingan," umpat Leo kasar. "Lo apain anak buah gue hah?!" Dia membentak. Meraung seperti singa dengan kilatan mata penuh dendam pada Nathan.

Nathan berdecih. Menatap Leo dengan pandangan remeh. "Apa? Gue nggak apa-apain mereka." Senyum bak iblisnya kemudian muncul. Seringai pembuat bulu kuduk merinding. "Mereka sendiri yang dateng ke gue."

"Terlahir dari keluarga berengsek sih," ucap Nathan santai. Tapi efeknya membuat lawannya kali ini mengamuk seperti orang kesetanan.

Leo marah, "Gak usah bawa-bawa keluarga gue dalam masalah ini, Bangsat!" Tidak terima Nathan menarik nama keluarganya ke dalam masalah mereka yang jelas tidak ada sangkutannya sama sekali.

"Lo pelet apa anak-anak buah gue hah? Lo bayar berapa mereka semua sampe masuk ke Rajawali? Jawab lo, anjing!"

"Jangan sembarangan ngomong. Gue udah bilang, mereka nawarin diri buat masuk. Dengan kemampuan mereka yang oke, lo pikir gue akan nolak?" Nathan menyeringai penuh ejek kepada Leo.

"Geng murahan." Dua kata penuh hinaan yang Leo tujukan untuk Rajawali berhasil menyentil hati Nathan yang notabene-nya menyandang gelar sebagai ketua Rajawali. Darah di tubuh Nathan yang biasanya mengalir ke perut, kini berubah arah menjadi ke otot. Hal itu membuat tubuhnya menjadi siap untuk bertarung. "Apa sebutan lain yang cocok untuk geng kaleng kaya Rajawali yang ngambil anggota geng musuh buat dijadiin anggota gengnya? Sebut kumpulan pecundang? Atau...." Leo sadar betul apa diutarakannya barusan. Leo yakin, Nathan pasti akan membayar perkataannya.

Nathan selalu sensitif jika ada orang yang menyinggung kubunya. Dia rasa, Rajawali tidak perlu dikaitkan dengan urusan pribadinya. Nathan terlalu perhatian dengan Rajawali, dan Rajawali terlalu sempurna untuk mendapatkan hinaan dari Leo. "Gak usah banyak ngomong."

"Wuis.... selow, Bray. Buru-buru amat." Tawaan dari Leo membuat Nathan mengepalkan tangan di sisi tubuhnya.

Seolah tak menghiraukan keberadaan Leo, Nathan mengambil sepuntung rokok dari bungkusnya lalu mematik benda itu dengan korek api. Kepulan asap berbaur dengan udara ketika Nathan mengeluarkannya melalui mulut. Leo yang berdiri menontoninya lama-lama muak. Perlakuan Nathan yang seperti ini cukup merendahkan harga dirinya.

"Gak usah belagu. Kedatangan gue ke sini bukan pengin ngajak lo damai." Nathan mendengar penuturan Leo, namun tubuhnya tak bereaksi. "Gaya lo yang sok pangeran, bikin gue muak!"

Nathan memberi lirikan sekilas tanpa membuka suara. Lagi-lagi hanya dengan bahasa tubuhnya, Leo merasa harga dirinya kembali direndahkan oleh Nathan. Karena terlampau emosi, Leo menendang kursi kayu di dekatnya hendak mengenai Nathan. Namun, karena Nathan cepat tanggap, kursi kayu itu ditangkis oleh telapak kakinya yang dilapisi sepatu hingga akhirnya jatuh ke lantai atap. Leo tertegun karena reaksi Nathan yang begitu cepat tanggap. Bahkan Nathan menangkis kursi tanpa melihatnya.

Lelaki dengan jaket kulit hitam bertuliskan Rajawali itu melirik lawannya yang tak berkedip menatap kursi yang jatuh tadi. Kepalan tangan di kedua sisi tubuh Nathan menguat, uratnya sampai tercetak jelas. Itu menandakan bahwa dia keki karena perbuatan Leo yang hendak mencelakai dirinya. Leo berbuat seperti itu berarti dia sudah siap menerima ganjarannya.

"Udah siap duel?"

Sesudah menelan ludah, Leo mengangguk mantap. "Ini yang gue tunggu," kata Leo menutupi rasa gentarnya. "Siap mati lo njing."

"Banyak bacot." Nathan membuang puntung rokoknya dan memulai pergelutan di atas rooftop sekolah.

Leo menggunakan kaki kursi kayu yang sudah patah tadi sebagai alat untuk memukul Nathan. Sementara Nathan menggunakan tangan kosong melawan Leo.

Tendangan yang amat keras dari Nathan membuat Leo merasakan sesak beberapa saat. Namun setelahnya dia kembali bergerak memberi Nathan bogeman dan begitu pula sebaliknya. Nathan berkali-kali meludah dan Leo berkali-kali mengaduh.

Impas! Mereka sama-sama babak belur sekarang.

"NATHAN! LEO!" Seruan beberapa orang dari arah belakang tak berhasil menghentikan aksi pergelutan di antara kedua lelaki itu. Keduanya masih sama-sama menikmati pergelutan tanpa peduli dengan kedatangan orang-orang yang berusaha melerai.

"UDAH WOI BERHENTI! KAPAN KELARNYA KALO LO BERDUA BEGINI TERUS?!" Fauzan berteriak dari tadi sampai dia nampak frustrasi karena terus diabaikan oleh kedua manusia baja itu.

Nathan yang terlanjur sangat benci dengan Leo itu pun menendang tepat pada bagian dadanya lagi hingga Leo mundur beberapa langkah darinya. Teman-teman yang memegangi dia menjaga dia agar tidak jatuh tersungkur.

Tapi meski tak jatuh tersungkur, dia merasa amat lemah kali ini. Demi apapun dadanya terasa amat sesak. Baru hendak berdiri, salah satu temannya mencegah dia. "Udah, Le udah. Bener, kalo begini terus nggak bakalan kelar juga ampe malem."

"Mau sampe malem, subuh, gue gak peduli!" Leo memandangi Nathan yang kini wajahnya penuh luka. "Asal gue sendiri yang bunuh dia."

Pergerakan Nathan langsung ditahan oleh Lingga ketika tahu Nathan akan beraksi lagi. "Udah, Bangsat! Liat kondisi lo! Mau sampe kapan lo baku hantam sama dia di sini? Mau sampe satu dari kalian mati hah?!"

Tatapan tajam Nathan menghunus netra kelabu Leo. Sementara Leo membalasnya serupa. Lelaki dengan anting hitam di telinganya itu mengacungkan jari tengah kepada Nathan. Menantang.

"Urusan kita belom selesai."

.

.

.

⚪ to be continued ⚪


.

.

.

haii, selamat datang di cerita Nathan!! 🙌 semoga kalian suka yaa 🔥🔥 jangan lupa vote dan komennya yaa biar aku semangat buat update!!

arigathanks!! 🕊✨

— etherischa

NATHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang