chapter 32

7.1K 801 1K
                                    


Fajri mematikan lampu kamarnya dan berbaring di tempat tidurnya meringkuk memeluk guling dengan air mata yang tidak berhenti menetes.

Shandy sudah keluar beberapa menit tadi dengan emosinya yang belum redup.

Fajri meremas dada kirinya,sangat sesak jika mengingat kejadian barusnya menjadikan luka barunya.

"Lebay banget sih anjir"sesalnya.

Tapi Fajri tak bohong jika ia sangat terluka,selalu menanyakan kenapa semuanya selalu salah dia dan mengkhakimi dia tanpa menanyakan apa maunya dan tidak mengerti apa yang dia rasakan.

Fajri menyambar pelan ponselnya yang berada dinakas,mengambil dan melakukan panggilan terhadap nomor dengan nama yang paling atas.

Orang itu mengangkatnya dengan cepat,Fajri tersenyum miris.

"[Kak Fen....]"dengan suara bergetar.

"[Gua kangen..tapi jangan cari gua ya]"

Tut

Belum sempat Fenly membalas perkataan Fenly,Fajri sudah lebih dulu mematikan telponnya dengan sepihak membuat khawatir orang disana.

"Gua gak minta hidup.."ringisnya kepalanya mulai pening kembali,bahkan tanganya sudah sangat lemas dan tidak berasa selalu menyiksanya dan terus menyiksanya.

"Harusnya gua gak percaya sama omongan mereka dulu,mereka minta maaf palsu karena mereka gak salah..gua yang salah karena hidup makanya kayak gini,ya kayak gini.."ringisnya kembali.

"Jatuh karena harap yang diciptakan oleh angan sendiri?"kekehnya.

Disatu sisi,Shandy menunduk penuh kesal.Ada rasa kecewa pada dirinya sendiri terlebih pada Fajri.

Shandy merasa bahwa adiknya bukan adiknya yang ia kenal.Seperti banyak yang dirahasiakan oleh sang adik,Shandy selalu merasa bahwa dirinya tidak tau apa apa.

Fajri merokok saja ia tidak tau,dirinya kemana aja?selama ini Shandy selalu berpikiran bahwa Fajri tidak akan melakukan hal seperti itu karena memang Fajri anak penurut.

Dirinya dan Fenly tidak menyentuh benda itu tapi kenapa adiknya berani?siapa yang harus disalahkan jika sudah seperti ini.

"Gagal banget gua jadi kakak.."sesal Shandy menatap langit-langit malamnya.

"Keluarga ini memang tak akan bisa menjadi sempurna"kekehnya dengan gila.

"Persetan sama semuanya"ketusnya dan mematikan lampu kamarnya.

Bersikap bodo amat itu harus,dari pada peduli tapi tidak dihargai.

"Bukan gua gak peduli,gua peduli tapi lu sendiri gak mau diperduliin ji..lu terlalu cepet masuk kejurang kayak gitu..gua harus gimana"dialognya sendiri.

Tetap saja,ingin bodo amat tapi tidak bisa jika berkaitan dengan adiknya.Shandy lemah karena adiknya..

Shandy bangkit,ia tidak tenang memikirkan Fajri.Shandy takut Fajri melakukan hal yang tidak diinginkan.

Ceklek

Dengan pelan Shandy berjalan dan Fajri tertidur dengan membelakanginya.

Shandy menghela nafas,sudah ribuan luka yang dirasakan anak itu.Tapi kenapa selalu menambah luka karena kelakuanya sendiri,jadi siapa yang salah?

Shandy tersenyum miris melihat tidur adiknya yang tidak terlihat nyenyak,jejak air matanya masih sangat jelas,pipi merahnya yang sempat ia tampar sekarang menjadi warna keungu-unguan.

Shandy mengusap dahi Fajri yang berkeringat dingin.Shandy menunduk,ingin sekali ia menangis tapi gak boleh Shandy harus kuat.

"Gua sayang ji sama lu,tetap baik walau orang mengkhakimi..maafin gua."lirih Shandy.

Maulana FajriTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang