Chapter 40

3.7K 277 12
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


.
.
.

🌹🌹🌹

"Nah, Umi dengarkan apa kata dokter tadi. Jangan kecapekan dan gizi yang masuk ke tubuh umi juga harus benar-benar dijaga. Kehamilan umi kali ini beresiko," kata Miko mengulang pesan dari dokter kandungan tadi.

"Iya. Umi teh da belum se-pikun itu sampe lupa ucapan dokter lima menit yang lalu," dengkus Fatimah.

Miko terkekeh lalu merangkul bahu Uminya. Ia masih lengkap dengan pakaian kantor. Tadi saat sedang memimpin rapat, tiba-tiba umi menelpon dan meminta untuk diantar cek kandungan. Tanpa pikir panjang Miko langsung menurutinya dengan daddy-nya yang menggantikannya. Entah kenapa sang Umi tidak mau ditemani sang Daddy.

Sudah Miko bilang kemarin, kan. Kalau permintaan uminya saat hamil itu mutlak tidak bisa dibantah.

"A'a kan, sayang Umi sama Adek," tutur Miko sembari mengusap perut Uminya yang masih belum terlalu besar. "Awas aja kalau sampe A'a denger aduan dari pekerja rumah tentang Umi yang ngotot pengen bersihin rumah sendirian."

Fatimah terkekeh mengingat kenekatannya tempo hari. "Waktu itu umi cuma gabut aja, abis kesel, kamu sama Daddy kerja dan Abdul sekolah, mana aki kalian udah balik ke kampung lagi."

Miko ikut tertawa. Uminya ini memang aneh. Tidak bisakah gabutnya diganti dengan gabut orang kaya yang solusinya belanja? Kan tidak perlu menghabiskan banyak tenaga, hanya harus menghabiskan uang yang dihasilkan daddy-nya. Sangat mudah bukan?

Tawa Miko langsung lenyap saat matanya tak sengaja menangkap siluet wajah seseorang yang berbaring di brankar di dorong oleh beberapa suster. Wajah itu tampak tak asing di penglihatannya.

"Umi sebentar." Miko melepas rangkulannya pada Fatimah, lalu mengejar brankar yang sudah lumayan jauh darinya. "Suster tunggu!" ucap Miko setengah berteriak.

Miko menyingkirkan satu suster yang menutupi wajah itu, ia terpaku beberapa saat. "Laura?!" gumam Miko panik saat melihat wajah itu dengan jelas.

"Maaf Mas, jangan menghalangi kami. Pasien harus ditangani," ujar Suster meminta pengertian lalu kembali melanjutkan dorongannya.

"Lau, kamu kenapa?" monolog Miko, ia akan mengikuti Laura kembali tapi tangannya ditarik dari belakang. Ternyata ada yang Miko lupakan, Uminya.

"A' dia siapa?" tanya Fatimah.

"Itu, Mi. Dia yang pernah A'a ceritain, perempuan yang punya restoran tempat A'a kerja, namanya Laura," jawab Miko, "Umi mau pulang sekarang? A'a telpon supir di rumah buat jemput Umi ya, A'a harus mastiin keadaan Laura dulu."

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang