Chapter 22

3.6K 299 10
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

🌹🌹🌹

Tepat saat mereka melewati ruangan psikologi, Laura keluar dari ruangan itu dengan dididorong oleh suster di kursi roda.

"Kak Laura ngapain dari sana?"

Pertanyaan yang tiba-tiba itu mengagetkan Laura, tapi saat melihat siapa yang bertanya ia langsung tersenyum. "Kalian ke sini?"

"Sebenarnya mau tadi malam, tapi Papa agak kurang enak badan," jawab Raisya. Raisya mengulang pertanyaan lagi. "Kak Laura ngapain dari ruang psikologi?"

"Itu tadi, Kakak dapet info kalau temen kakak yang psikolog kerja di sini, jadi kak Laura nemuin dia buat say hello."

"Terus—

"Tunda dulu kali, Sya, pertanyaannya. Kita ke ruangan Laura dulu, gak enak kalau bicaranya disini," sela Marisa.

"Sini, Sus, biar saya aja yang dorong," ujar Angga pada suster yang tadi mendorong Laura.

"Silahkan, Mas."

Angga akan mengambil alih kursi roda itu, tapi sebuah tangan kekar mendahului pergerakannya. Tanpa banyak bicara, orang yang mempunyai tangan itu membawa Laura ke ruangan yang sudah dia ketahui.

"Nah, suka cemburu gitu masih aja kekeh bingung antara masih cinta atau engga, labil! Dasar gob—

"Angga, jaga ucapan, Nak," potong Hasan, "Aris itu kakakmu. Lagian, hal kayak gitu tuh wajar. Nanti juga kamu ngalamin sendiri."

"Dih, enggak akan kalau Angga, mah."

"Liat aja nanti."

"Udah. Ayo, Pa. Kita susul Aris sama Laura," ajak Marisa sambil menggandeng tangan suaminya.

"Ayo Kak, kita juga cepet susul. Si Abdul sama kakaknya udah deket," beritahu Raisya.

"Serius?" Angga tersenyum sambil menggosokkan kedua telapak tangannya. "Woaah ... let's play the game."

Mereka semua sudah berada di ruangan Laura.

"Mama tidur, Bi?" tanya Laura pada Bi Imah ketika mendapati mamanya tengah menutup mata, padahal ini masih pagi.

"Iya, Non. Tadi abis bibi suapin makan, nyonya nguap abis itu tidur."

"Oh, yaudah. Bibi ke kantin sana sarapan dulu, jangan sampe telat. Ini uangnya." Laura menyerahkan dua lembar uang berwarna merah.

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang