Chapter 44

3.8K 305 23
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.
.

Raisya bersedekap dada sambil menatap sinis wanita yang berada di depannya. "Nagapain Tante pagi-pagi udah di sini? Ini masih setengah enam loh. Mau apel? Mau caper? Atau mau kecentilan?" tanyanya tanpa memperdulikan wajah merah wanita itu.

Agnes berusaha menahan gejolak amarah di dadanya, ia berusaha tersenyum meskipun sebenarnya ingin membalas segala hujatan yang terlontar dari mulut adik bosnya. Agnes harus sabar, tidak lama lagi ia akan bebas. "Maaf Raisya, tujuan saya ke sini bukan untuk semua hal yang kamu sebutkan tadi. Saya ada urusan pekerjaan dengan kakak kamu."

Decakan pelan keluar dari mulut Raisya. "Tante Agnes pasti tahu, kan, Kalau kak Aris sama Kak Laura udah putus?"

"Ya saya Ta-" belum sempat Agnes menyelesaikan kalimatnya Raisya sudah memotongnya.

"Pasti udah tau lah, karena Raisya yakin Tante punya andil besar dalam putusnya mereka."

"Maaf," sela Agnes, "saya sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan masalah mereka. Jika tidak percaya silahkan tanya pada pak Aris," lanjutnya jengkel.

"Meskipun ada, kak Aris gak akan bilang kali," timpal Raisya, "lagian gak usah ngeles ya Tan, kayak bajaj aja. Raisya sama kak Angga udah pernah ikutin kalian, kami tahu gimana cara kerja Tante yang gak akan terlihat salah jika dilihat sekilas."

Bibir dalam Agnes gigit untuk menahan segala umpatan yang akan keluar. Kenapa gadis cilik di depannya ini sangat menyebalkan? Awas aja jika suatu saat dia membutuhkan bantuannya.

Hingga suara deheman membuat Agnes lega, ia tersenyum tipis pada sesosok laki-laki berjas dibelakang Raisya. "Pagi, Pak."

Raisya mendelik melihat itu. "Dasar caper," gumamnya.

"Pagi, Agnes," sahut Aris sembari membenarkan letak jam tangannya. "Sya, Mama mana?" tanyanya pada sang Adik.

Raisya sebenarnya malas jika harus berbicara dengan Aris mengingat hal yang dilakukan kakak lelakinya itu. "Tuh." Raisya menunjuk kedatangan mamanya yang baru kembali dari tukang sayur.

"Aris, mau kemana pagi-pagi begini, Nak?" tanya Marisa saat melihat pakaian rapi anaknya serta kehadiran sekretarisnya. Tidak biasanya putranya itu berangkat sepagi ini.

Aris mendekat pada mamanya. "Aris harus ke Surabaya, Ma. Buat ninjau langsung proyek yang ada disana. Aris tahu pasti papa bakal cerita, tapi gak afdhol kalo Aris gak pamit langsung sama Mama." Ia mencium kedua pipi mamanya serta memeluknya sekilas. "Aris kemungkinan bakal pulang tengah malem atau nginep, jadi kunci cadangan titipin sama satpam ya. Jaga-jaga."

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang