Chapter 18

3.1K 264 6
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

.
.

Dalam dunia percintaan, kehilangan dan penyesalan adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan.

Dimana ada kehilangan disitu pasti ada penyesalan.

Begitupun sebaliknya.

Dimana ada penyesalan pasti ada kehilangan.

🌹🌹🌹

"Assalamualaikum." Restu masuk ke ruangan Laura dengan kain sarung yang menggantung di bahunya, tak lupa peci berwarna hitam masih bertengger di kepalanya.

"Waalaikumsalam," jawab Laura sambil tersenyum, "kakak gak balik ke restoran? Laura kira pulang dari masjid Kak Restu langsung ke sana."

"Nanti. Mau makan ini dulu di sini," kata Restu sambil mengangkat kantong berisi nasi goreng yang tadi ia beli di kantin rumah sakit.

"Laura udah sholat? Udah makan?" tanya Restu.

"Udah, kak. Tadi di bantu sama suster."

Restu mengangguk, mulutnya masih aktif mengunyah nasi. Hingga suara telepon menghentikan kegiatannya itu.

"Ya halo, Bi, kenapa?" tanya Restu, ia menyimpan dulu nasi gorengnya. Matanya membulat sempurna saat mendengar perkataan bi Imah. "Apa?! Kenapa bisa bi?!"

"Oke, oke. Nanti Restu tunggu di depan rumah sakit." Ia mematikan teleponnya.

"Kenapa Kak? Ada masalah di rumah?" tanya Laura sedikit khawatir saat mendengar suara terkejut Restu. Apalagi mamanya sedang sakit.

Restu menelan ludahnya beberapa kali sebelum berucap, "Tadi bi Imah telepon. Katanya mama kamu ... kena serangan jantung dan sekarang lagi di perjalanan ke rumah sakit ini."

"Apa?!" Laura spontan bangkit, "kenapa mama bisa serangan jantung, kak?!" Laura mengguncang tangan Restu, matanya sudah berkaca. Ia paling sensitif jika menyangkut kesehatan sang ibu.

"Hei, tenang dulu, ya," ucap Restu sambil memegang kedua bahu Laura, "bi Imah belum jelasin alasannya kenapa. Bibi juga kayaknya panik, suara beliau agak terbata-bata."

"Percaya sama kakak mama kamu gak akan kenapa-kenapa." Restu menarik Laura kedalam pelukannya.

"Kak, Laura takut ...." Tumpah sudah air mata Laura, ia memeluk Restu dengan erat, "nanti mama di satu ruangan aja ya sama Laura."

"Iya, nanti biar kakak yang urus," ucap Restu. Ia melepaskan pelukannya. "Sekarang kamu tunggu di sini ya, kakak mau kedepan. Takutnya bi Imah kebingungan pas sampe ke sini."

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang