Chapter 09

3K 294 8
                                    

Bayangin, dia nangis-nangis di pojokan kamar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bayangin, dia nangis-nangis di pojokan kamar. Sedangkan lo haha-hihi di tongkrongan.

- Angga Vian Nugroho -

{}{}{}

"Boleh, kalau aku bilang aku gak suka kamu deket sama Agnes di luar jam kantor?"

Ucapan Laura barusan membuat Aris tertawa. "Ra, kamu jangan ngaco. Aku sama Agnes itu bos dan sekretaris, gimana bisa aku gak deket sama dia? Aku harus nanya schedule kantor aku ke siapa kalau harus jauh sama Agnes?"

"Oke. Lebih jelasnya lagi, Aku gak akan larang kamu berinteraksi sama Agnes meskipun diluar jam kantor jika itu mencakup pekerjaan. Aku paham pekerjaan kamu." Laura sedikit memperjelas.

"Dan makan malam berdua di restoran ini jelas bukan urusan kantor, gak ada klien kamu di sini. Jelas aku gak suka," lanjutnya. Rasa tidak sukanya ini wajar, bukan? Tidak ada perempuan yang bisa melihat pacarnya makan berdua dengan perempuan lain.

Aris mendesah kesal. "Ra, stop lah. Jangan selalu mempermasalahkan hal kecil dan membuatnya besar seperti ini."

Laura menatap Aris tak percaya. "Masalah kecil?"

"Ya, masalah kecil," pungkas Aris, "kamu cuma nemuin aku makan sama Agnes di restoran. Bukan nemuin aku tidur berdua sama dia di hotel." Entah setan apa yang merasuki Aris, sehingga bisa membawa hal se-sensitif itu kedalam pembicaraan ini.

Laura tersentak, ia bergeming mendengar itu. Laura menatap Aris datar. "Aku gak suka ucapan kamu. Kamu gak pantes sama sekali buat ngomong kayak gitu," ujar Laura, "satu bulan deket dan enam bulan berpacaran, aku seperti gak kenal siapa Aris yang ada dihadapan aku sekarang ini."

"Kamu bilang, gak usah mempermasalahkan hal kecil?" Laura tersenyum miring lalu mengambil satu tusuk gigi yang berada di meja, menusukan itu pada jari telunjuknya hingga berdarah.

Aris melotot kaget melihat itu. "Laura!" tegur Aris, nada bicara terdengar khawatir, dasar si plin-plan! "jari kamu berdarah, dan itu kenapa buku jari kamu lecet?"

Laura mengangkat jari telunjuk yang berarah itu. "Gak penting. Ini luka kecil, kan? Kamu gak perlu khawatir. Aku gak akan kenapa-kenapa karena luka sekecil ini."

"Meskipun lukanya kecil kalau dibiarkan bisa infeksi, Ra! Sini aku bersihin darahnya, habis itu kasih plester." Aris akan mengambil jari Laura tapi gadis itu menjauhkannya.

"Nah itu kamu tahu. Sekecil apapun lukanya, kalau di biarkan bisa jadi besar," ujar Laura, "sama halnya seperti masalah. Meskipun itu masalah kecil kalau dibiarkan pasti akan membesar."

Titik Jenuh [S E L E S A I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang