19. Akhirnya Jupiter Mengerti

58 11 0
                                    


KAU tahu pasti, Pete? tanya Jupiter lambat-lambat . "Mungkin yang menyumbat itu bukan batu besar. Kita coba saja menggesernya.

Dengan susah payah keempat remaja itu masuk ke dalam rongga yang semula merupakan mulut gua. Pete menghitung sampai tiga, lalu bersama-sama mereka mencoba mengangkat batu yang merintangi jalan itu.

Uhhh! dengan Pete.

Aduh! Diego terpeleset dan jatuh.

Bob dan Pete mendorong sekuat tenaga. Tapi batu itu sedikit pun tidak bergerak. Percuma, Satu, keluh Bob.

Berusaha mendorongnya, sama saja seperti berusaha menggeser seluruh punggung bukit ini, kata Pete menimpali.

Anak-anak merangkak ke luar lagi, lalu duduk dengan perasaan suram di dasar gua.

Tidak ada alasan untuk panik, kata Jupiter dengan tenang. Biar kita tidak bisa keluar dengan kemampuan sendiri, paling lambat besok pagi keluarga kita pasti mulai mencari-cari, dan dari Pico mereka akan tahu tentang Puri Nasar. Kita bisa mendengar suara-suara tadi, meski tidak bisa menangkap kata-katanya dengan jelas. Jadi kita pasti akan bisa mendengar suara orang-orang yang datang mencari kita, dan mereka jugaakan bisa mendengar suara kita.

Yah, kata Bob dengan nada menyesali, sayangnya, keluarga kita sementara ini sudah terbiasa kalau kita tahu-tahu menghilang.

Pete mengerang.

Maksudmu, kita akan terkurung di sini sepanjang malam?

Kalau terpaksa, kata Jupiter. Nadanya terdengar gembira. Gua ini kan lumayan nyamannya. Tidak basah, dan cukup banyak udara di dalam sini. Ketika kita pertama kali masuk tadi, aku langsung merasa adanya udara segar. Karena lubang masuk ini lama sekali tersumbat, maka mestlnya ada retak-retak atau bahkan lubang-lubang di tengah bebatuan, lewat mana udara bisa masuk. Mungkin juga ada jalan keluar yang lain dan lewat lubang ini. Kuusulkan, sebaiknya sekarang ini juga kita mencarinya.

Aku sependapat dengan Jupiter, kata Diego. Kalau kita banyak bergerak, tubuh kita akan bertambah hangat rasanya.

Jupiter, Diego, dan juga Pete meneliti dinding dan langit-langit gua sempit itu, sementara Bob menyorotkan senternya ke segala arah. Tapi tidak ditemukan jalan keluar lain.

Tapi dinding yang di sebelah sana itu kelihatannya dari tanah, kata Jupiter sambil menunjuk ke sebelah kiri lubang yang tersumbat. Dan ketika kupegang, rasanya agak lembab. Barangkali saja kita bisa menggali jalan keluar lewat situ.

Mungkin saja, jika kita punya peralatan yang cocok. Tapi itu tidak ada pada kita sekarang, kata Pete mengetengahkan. Selain itu, di bagian situ dinding melengkung ke dalam. Entah berapa meter saja tebalnya!

Jupiter mengangguk.

Sebaiknya kita kembali saja dulu ke gua yang lebih besar, katanya menyarankan. Kita lihat di situ, barangkali saja ada jalan keluar yang lain.

Tadi kan sudah kita periksa sampai ke segala pojoknya, Satu, kata Bob.

Memang betul, tapi kita coba saja sekali lagi. Kecuali itu, aku ingin sekali lagi melihat kata-kata yang dituliskan oleh Don Sebastian.

Ia mendahului merangkak lewat lorong sempit, masuk ke gua yang ada kerangka- kerangkanya. Sementara Bob kembali bertugas memegang senter, anak-anak yang lain memeriksa sekeliling dinding gua. Mereka melakukannya dengan sangat cermat. Memang terasa ada aliran udara di situ, tapi mereka tidak menemukan jalan keluar.

Kurasa pilihan cuma ada dua, kata Bob. Tetap tinggal di sini sampai datang bantuan, atau menggali jalan keluar di gua sebelah depan.

Pilihan apa itu?! tukas Pete sambil mengeluh. Aku tidak mau tinggal di sini, tapi menggali juga malas."

(26) TRIO DETEKTIF: MISTERI KUDA TANPA KEPALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang