Bagian 5.

4K 136 2
                                    

"Turun. Gue di depan! "

Gita masih membeo. Untuk pertama kalinya setelah kesekian lamanya Bara menjemputnya, Gita bergegas mengambil tasnya dan berlari menyambut Bara di depan rumahnya. Gita tersenyum saat berdiri di depan Bara.

"Kenapa lu senyum-senyum gitu?"

"Ingat ya. Kesalahan lu yang kemarin sudah bikin gue ingin mencekik lu, tau gak."

"Apa sih, Bar. Pagi-pagi begini sudah cari masalah, kalo gak mau jemput pulang gih. Gue juga gak minta lu dateng,"

"Lu tuh memang gak ngehargain gue ya."

"Bukan gue tapi elu!" pekik Gita.

"Serah." Bara menghidupkan motornya dan kemudian ia meninggalkan Gita. Kalo ia tau Gita kaya gini mending ia jemput Feny saja dari pada bertengkar dengan Gita.

Gita diam di tempat sampai Bara meninggalkan rumahnya. Gita menghela nafas dan kemudian masuk ke dalam rumah, ia memutuskan untuk tidak sekolah hari ini dan memilih untuk tidur seharian di rumah.

"Gigi? Kamu gak sekolah?" tanya Ayu saat Gita berpakaian baju biasa.

"Ini hari libur, mah." Gita meneguk es jeruk.

"Mana ada hari ini libur,"

"Udah deh, mah. Aku cuma sehari aja gak sekolah,"

"Iya tapi kenapa Gigi?"

"Aku belum kerjain PR. Udah mamah pergi ke kantor gih ntar terlambat loh,"

"Kamu ini ya. Bener-bener keras kepala! Kamu kenapa sih?! Sudah tadi malam mabuk dan sekarang mau bolos lagi, memang kamu gak mikir apa kamu sudah kelas tiga mau lulus!"

"Mah. Besok aku bakal sekolah kok,"

"Terserah Gi, terserah!" Ayu meninggalkan perdebatan dengan putri bungsunya hampir setiap hari mereka selalu berdebat dan membuat jarak di antara mereka. Ayu pusing dalam dua tahun ini Gita sangat berubah tak seperti sebelum ia masuk SMA mungkin Gita seperti ini gara-gara bergaul dengan teman-temannya.

...

Bara terus saja melihat jam di tangannya, beberapa detik lagi bel pulangan akan berbunyi dan benar saja bel pulangan sudah berbunyi.

"Baik anak-anak nomor empat dijadikan PR dan besok lusa semua harus ngumpul tugasnya kalo tidak, ibu tidak akan memberi nilai,"

"Iya." jawab Bara malas. Ia bisa menyuruh Gita untuk mengerjakan tugasnya dan bersantai tanpa harus memikirkan tugas besok.

"Sekian dan jangan lupa harus mengumpulkan tugasnya."

Bara meraih tasnya dan pergi ke kelas Gita, Bara menunggu Gita di depan kelasnya namun Bara tidak menemukan Gita di kelasnya. Bara menghampiri teman Gita.

"Gita gak sekolah?" tanya Bara.

"Lu gak tau kalo Gita gak turun?"

"Tai memang itu anak," umpat Bara dan kemudian pergi setelah mendapatkan info jika Gita tidak turun sekolah.

Tidur Gita terganggu saat dirinya merasa diperhatikan, Gita membuka matanya dan melihat Bara duduk di depannya sambil melipatkan tangannya. Gita duduk bersandar di dinding sambil menguap dan mengaruk telinganya.

"Kenapa gak sekolah?"

"Gue gak mood,"

"Kenapa sih lu jadi batu gini?"

"Ini pasti gara-gara teman lu kan?"

"Gak usah berteman lagi," tambah Bara.

"Oke, gue nurut tapi kalo gue minta lu jangan deketin cewek lain lu bisa gak?"

"Gue gak akan deketin mereka kalo mereka sendiri yang deketin gue, lu tau kan kalo gue ini ganteng?"

"Pd banget sih!" Gita memukul Bara dengan bantalnya.

Bara melompat ke kasur Gita dan menaruh kepalanya di paha Gita. Bara mengangkat kepalanya dan bermain bibir Gita dengan jari telunjuk.

"Bibir manis ini rasanya mau gue cipok," Gita menepis tangan Bara yang bermain dengan bibir bawahnya.

"Apa sih lu, Bar. Dengan begitu sama aja lu nyamain gue sama cewek BO lu,"

"Memang lu gak mau bikin anak sama gue,"

"Kalo nikah mah gue mau but if sex before marriage is not allowed!"

"Why not?"

"Lu mau nanti Otong lu di potong di neraka gara-gara kebanyakan ngewe?"

"Mulai deh,"

"Gi? Ke apartemen gue yuk?"

"Kenapa gak di sini aja?"

"Lu mau gue perkosa? Udah ayo. Gak usah ganti baju,"

"Yah Allah, Bar. Masa pake baju gembel gini,"

Bara berdiri dan menarik tangan Gita agar segera berdiri. Gita hanya melihat tangannya yang di tarik Bara. Hubungannya dengan Bara sangat tidak jelas dan tidak wajar.

"Pake helm lu," Bara memakaikan helm di kepala Gita dan memukul helmnya saat Gita sudah mengenakannya.

"Ihhh sakit loh, Bar."

"Biar gak kepala batu,"

"Udah ayo naik,"

Gita memegang bahu Bara dan menginjak pinjakkan pada motor Bara. Gita menaruh ke dua tangannya di paha Bara, Gita menaruh dagunya di bahu Bara.

Bara mengarahkan kaca spion pada wajah Gita. Bara tersenyum melihat wajah Gita, Bara meraih tangan Gita dan mengarahkan untuk memeluknya. Bara mengusap punggung tangan Gita.

"Bar? Ngendarain motornya yang bener gue takut jatuh," ucap Gita sedikit berteriak.

"Gak papa kalo jatuhnya bareng gue," jawabnya. Bara menambah kecepatannya hingga Gita memeluknya dengan erat takut ia akan jatuh.

Sesampainya di apartemen, Gita segera turun dan menyuruh Bara untuk melepaskan helmnya. Gita mendongakkan kepalanya saat wajah Bara begitu dekat hingga ia mampu merasakan nafasnya.

"Lain kali jangan bolos, tinggal menunggu bulan lagi kita bakal lulus, lu gak mau masuk universitas negeri?"

"Enggak, gue mau bisnis aja kaya kakak,"

"Bagus. Kita masuk yuk,"

Sepanjang jalan menuju apartemennya, Bara terus saja merangkulnya dan menyapa setiap orang yang bertemu. Bara membuka pintu apartemennya dan masuk terlebih dulu.

"Bar? Gue laper?"

"Masak sana sendiri,"

"Ck. Tuan rumah tuh dilayani,"

"Oh. Jadi lu mau gue layani? Oke siap," Bara ingin membuka bajunya namun Gita mencegahnya.

"Mau ngapain lu?"

"Mau layani elulah kan? Tenang gue pemain yang sangat handal,"

"Stres. Udah cepet buatin gue makan,"

"Kagak. Yang laperkan elu bukan gue jadi buatlah sendiri,"

"Ya udah gue pesan makanan sama mamahnya Deon aja kalo begitu,"

"Ingin rasanya gue mencekik leher lu,"

"Udah sana cepetan." Gita mendorong Bara.

"Dasar cewek asu," umpat Bara selalu berkata kasar dan seperti biasa Gita menganggapnya biasa saja dan seperti memakluminya apa celaan Bara pada dirinya.

...

Tbc.

Gimana partnya? Kalo suka jangan lupa vote dan komen.

Bara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang