Bagian 11.

3.1K 106 0
                                    

Gita dihampiri oleh Bara di cafe, tempat ia bernyanyi bersama teman-temannya. Gita meninggalkan temannya dan berdua ngobrol bersama Bara.

"Lu sekarang kerja?" tanya Bara.

"Gue gak kerja, Bar. Cuma gue pengen melakukan hal positif dengan teman-teman gue,"

"Memang selama ini gue buat hal negatif?"

"Iya," jawab Gita membenarkannya jika Bara selalu membawa hal negatif dalam hidupnya dan ia tidak bohong akan hal itu. Semua orang tahu jika Bara membawa pengaruh buruk padanya, namun Gita berusaha untuk tidak terlalu menanggapinya dengan serius.

Bagi Gita ini adalah kenalan remaja, yang biasa dilakukan oleh anak muda seperti dirinya. Namun tanpa Gita sadari ia telah menggali lubang kematiannya sendiri.

"Apa lu bilang?"

"Bar. Please! Kali ini aja, kalo lu mau gue tetap pertahankan hubungan ini gue cuma minta satu yaitu ijinin gue tetap nyanyi. Gue gak minta apa-apa dari elu, Bar."

"Lu di gaji berapa, Gi? Gue bisa kasih dua kali lipat dari ini cukup lu berhenti nyanyi,"

"Lu gak bisa beli kebahagiaan gue, Bar. Gue mohon kali ini aja biarkan gue bisa merasakan masa muda dengan teman-teman gue,"

"Terserah! Memang lu itu kepala batu!" Bara menghempaskan tangan Gita dan pergi begitu saja tanpa berpamitan. Gita menatap nanar punggung Bara, sudah seminggu ini ia memang menghindar dari Bara dan berusaha menjadi Gita seperti dulu hanya saja untuk meninggalkan Bara ia belum siap.

Bukan Bara namanya yang membiarkan Gita lepas dari pantaunanya diam-diam Bara duduk di paling ujung untuk melihat Gita bernyanyi di atas panggung.

Bara memejamkan ke dua matanya saat Gita mulai bernyanyi di atas panggung.

Aku persembahkan hidupku untukmu
Telah kurelakan hatiku padamu
Namun kau masih bisu diam seribu bahasa
Dan hati kecilku bicara

Baru kusadari
Cintaku bertepuk sebelah tangan
Kau buat remuk seluruh hatiku

Semoga waktu akan mengilhami
Sisi hatimu yang beku
Semoga akan datang keajaiban
Hingga akhirnya kau pun mau

Bara membuka ke dua matanya entah kenapa lagu yang Gita bawakan seperti menyinggung dirinya yang seolah tak mencintai Gita. Dia tidak tahu jika selama ini ia begitu menyayangi Gita seperti ia menyangi dirinya sendiri.

Bara berdiri dan lebih memilih untuk pulang saja.

...

Gita meraih botol mineral dan meneguknya. Tenggorokannya terasa sangat kering karena telah membawakan banyak lagu yang ia nyanyikan.

Gita menutup botol mineralnya saat melihat temannya.

"Sumpah, Gi. Semenjak lu bergabung kita sering di panggil orang," kata Fia teman SMPnya.

"Syukur deh, lagi pula gue suka nyanyi  makanya gue minta buat gabung,"

"Tapi bukannya pacar lu gak suka ya, kalo elu ikut kita?"

"Gue berusaha buat bujuk dia, kalian doain aja, ya."

"Iya, Gi. Siapa tau grob ban kita jadi terkenal seperti Kotak,"

"Aamiin. Kalo itu mah,"

"Ya. Udah gue balik dulu, ya."

"Bye." Gita melambaikan tangannya.

Keesokan paginya, Gita di hukum karena terlambat ke sekolah jadi ia harus membersihkan toilet dengan sikat. Gita menutup hidungnya saat mencium bau pesing begitu menyerbak di indra penciumannya bahkan Gita hampir muntah karena bau itu.

Gita tersentak saat seseorang menyentuh bahunya, Gita memutarkan badannya dan terlihat Bara yang sedang menyengir seperti kuda.

"Kenapa lu ketawain gue kaya gitu?" ketus Gita kesal dengan ekspresi wajah Bara seperti sedang mengejeknya.

"Ya. Maap sayang,"

"Ngapain lu ke sini?" tanya Gita.

"Gue minta hukuman sama Bu Anisa biar gue di hukum,"

"Ya. Ampun sweet banget," Gita mencubit pipi Bara. Namun Bara menepis tangan Gita. "Jorok lu! Tangan lu habis pegang sikat wc, mau pegang pipi gue lagi, awas aja sampe muka gue jerawatan gara-gara elu,"

"Et. Gak boleh jijik," kata Gita sedikit mendayu-dayu bagaikan putri Solo.

"Udah ayo kita bersihin," Bara mengulungkan celananya dan berjongkok untuk membersihkan lantai kamar mandi. Gita ikut berjongkok dan ikut membersihkan lantai kamar mandi, Gita menoleh ke samping terdapat Bara yang sedang menyikat kamar mandi tanpa rasa jijik.

"Jangan liatin gue begitu, lu mau nanti setan kamar mandi ini bisikin kuping gue untuk berbuat mesum, bagaimana?"

"Sebelum setan bisikin kuping lu, elu sendiri yang sudah horny duluan. Udah cepat selesaikan ini,"

"Dasar gak peka,"

"Lu mau gue siram pake air wc? Kalo ngomong gak pernah betul lu,"

Bara terdiam dan lebih memilih menyikat lantai tanpa banyak bicara lagi. Bara sengaja berpura-pura jika buku Pr-nya ketinggalan agar Bara di hukum dan bisa menemani Gita di kamar mandi.

...

Gita menyandarkan punggungnya di tembok. Gita mendongakkan kepalanya saat pipinya merasa dingin, ia mengulas senyumannya saat Bara memberi minum.

"Nih minum, tenang ini halal, sudah BPOM dan bersertifikat MUI," kata Bara duduk di samping Gita.

"Seratus persen halal ya, pak." Gita membuka botol Pocari Sweat dan meneguknya sampai tinggal separuh. Gita menutup botol itu dan membaca komposisinya.

"Komposisi : Air, gula, pengatur keasaman, perisa sitrus, natrium klorida, kalium klorida, kalsium laktat, magnesium karbonat dan antioksidan asam askorbat. Other Detailsnya. Pocari sweat adalah minuman isotonik yang dapat diserap tubuh karena osmolaritasnya yang baik dan terdiri dari elekrolit-elektrolit."

"Oh. Bar," Gita memukul bahu Bara hingga Bara mengusap bahunya sakit.

"Apa sih?!" seru Bara kesal dengan Gita yang tiba-tiba memukul bahunya.

"Ini wajib ada di apartemen lu, Bar."

"Biar gue gak lelah ngejar cinta elu kalo gue sudah lelah gue bisa minum ini,"

"Wah. Saran yang bagus," ujar Bara. Setelah itu mereka tertawa lebar, memang terdengar bodoh tapi itulah mereka bodoh dan konyol tak jarang mereka di beri gelar pasangan stres yang tiba-tiba baikkan dan setelah itu Gita menangis karena Bara memukulnya karena masalah sepela.

Bara merangkul Gita dan mencium pucuk rambutnya.

"Lu ini kaya orang gila deh, Gi?" Bara memundurkan tubuhnya.

"Iya. Lu baru tau kalo gue gila?"

"Iya. Kok gue baru sadar ya? Untung lu cantik walaupun tepos, tipis kaya pembalut" ejek Bara.

Gita mencubit perut Bara, "mesti deh!"

"Kok marah memang kenyataannya kok,"

"Bacot lu,"

"Besok gue beliin pembesar payudara," kata Bara.

"Oh ya gak papa beli aja nanti kalo tete gue udah gede, gue pake baju yang dadanya terbuka lebar,"

"Coba aja kalo lu berani,"

"Beranilah sama-sama makan nasi kan? Ngapain harus takut?"

"Gue balik! Malas ngomong sama orang yang pemikirannya dangkal. Sudah dibantuin bukannya bilang terimakasih malah mau pamerain dada," gerutu Bara kesal.

"Loh kok anda yang marah?"

"Tau!" Bara memutarkan badannya dan kembali ke kelasnya. Urusannya untuk membantu Gita sudah kelar sekarang gilirannya untuk duduk sama teman-temannya dan menjahili cewek di kelasnya.

...

Tbc

Bara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang