Bagian 6.

3.5K 125 5
                                    

Gita menonton Bara yang sedang balapan dan hadiahnya adalah uang tunai sekitar lima juta. Gita tersenyum, sebentar lagi Bara akan dekat dengan garis finish dan tentu saja Bara akan mengatungi uang sekitar lima juta.

"Ayo, Bar. Buruan," seru Gita.

Dor

Suara tembakan dari polisi, karena panik Bara sampai meninggalkan Gita seorang diri. Gita menutup telinganya terkejut dan ia melihat mobil polisi terparkir di dekat ia berdiri, Gita berlari mengejar Bara agar tidak meninggalkannya seorang diri. Terlambat Bara sudah pergi meninggalkannya dan bagaimana jika ia tertangkap? Pasti orang tuanya akan marah besar dan pasti ia tidak boleh keluar malam lagi.

Gita tersentak saat langkahnya di hadang oleh polisi, Gita menelan ludah dan nyalinya menciut saat polisi berdiri di depannya.

"Kenapa jam segini masih berkeliaran?"

"Perempuan lagi," sambungnya masih sambil menggelengkan kepalanya.

"Ade akan saya bawa,"

"Jangan, pak."

"Kenapa? Takut orang tua mu marah?"

"Iya, pak." jawab Gita lirih.

"Bawa dia dan panggil orang tuanya ke Polres Metro Jakarta Timur,"

Gita di iring masuk ke dalam mobil polisi, ia berhenti sebentar menoleh ke belakang berharap Bara menemaninya.

"Masuk!" Gita di dorong dan di bawa ke polres.

Ayu terusik dari tidurnya saat ponselnya terus saja berdering. Ayu menghidupkan lampu, lantas ia meraih ponselnya dan mengangkat panggil masuk.

"Hallo siapa?"

"Selamat malam,"

"Iya malam, dengan siapa?"

"Kami dari kepolisian, apa benar putri ibu bernama Nagita Anggela?"

"Iya. Itu nama putri saya,"

"Putri ibu sedang ada di polres ,"

"Tidak mungkin. Putri saya sedang tidur di kamarnya,"

"Kenapa, mah?" tanya Bima.

"Coba pah liat Gigi di kamarnya,"

"Kenapa, mah?"

"Udah liat aja, pah." Ayu mendorong tubuh suaminya agar segera pergi ke kamar Gita.

"Bentar ya, pak. Saya pastikan dulu,"

Bima buru-buru keluar dari kamarnya dan naik ke kamar Gita, Bima membuka pintu kamar Gita dan masuk begitu saja. Bima menyibak selimutnya dan Gita tidak ada di kamarnya. Bima mencari Gita di kamar mandi, namun hasilnya nihil Gita tidak ada di kamarnya.

"Gigi gak ada di kamarnya, mah."

...

Gita hanya diam saja di sepanjang perjalanan. Ia tak bisa lagi membela dirinya ia merasa bersalah karena mau saja menerima ajakan Bara yang menontonnya balapan motor.

"Kamu sudah bikin mamah malu, Gi. Kelakuan mu itu sudah hampir bikin mamah serangan jantung, tau gak." omel Ayu pada Gita.

"Maaf, mah."

"Sekarang kamu gak boleh kemana-mana lagi, pulang pergi harus sama mamah,"

"Iya, mah."

"Kamu ngapain sih, Gi. Nonton balapan sama teman mu, Bara gak tahu kalo ikutan begitu?"

Gita menggelengkan kepalanya, "dia gak tau, mah."

"Gi? Anak perempuan nakal itu gak bagus, nak."

"Iya, mah."

"Jangan iya-iya aja! Dengerin kata mamah mu itu!" seru Bima sudah terlalu kesal dengan kelakuan Gita yang susah di atur. Ia hanya memiliki satu anak perempuan dan nakalnya melebihi dua anak laki-lakinya.

Mobil Bima berhenti dihalaman rumah, Gita membuka pintu mobil dan masuk ke dalam rumah. Ini sudah pukul tiga pagi dan ia baru saja pulang dari kantor polisi, untung saja ini hari minggu jadi ia bisa bangun agak sedikit siang.

Gita masuk ke dalam kamarnya, ia mengganti baju dan mencuci mukanya dan setelah itu ia pergi untuk tidur. Gita menatap ke arah plafon kamarnya dan berfikir jika apa yang ia lakukan untuk Bara sudah cukup membuat keluarganya malu, namun apa boleh buat jika Gita teramat mencintai Bara hingga ia tak bisa membedakan mana yang baik dan mana yang buruk.

Bara terus saja menelepon Gita, ia mendapatkan informasi jika Gita di tangkap polisi dan itu membuatnya tidak tenang, lebih baik ia yang di tangkap polisi dari pada Gita yang harus di tangkap polisi.

"Ck. Gak aktif lagi,"

Keesokan harinya, Bara menunggu Gita di depan gerbang sejak kemarin Gita sangat susah dikabari. Bara menyeritkan keningnya saat melihat mobil mamah Gita di gerbang sekolah, Bara menghampiri dan berdiri di samping mobil. Bara tersenyum saat mamah Gita membuka pintu jendelanya.

"Assalamualaikum, tante," sapa Bara ramah seperti pada biasanya.

"Wa'alaikumssalam,"

"Tumben pergi bareng? Motor Gita rusak?" tanya Bara.

"Enggak. Sebulan ini Gigi gak boleh kemana-mana, pulang pergi harus sama tante,"

"Udah deh, mah. Gak usah di bahas," Gita keluar dari mobil mamahnya dan berjalan menghampiri Bara.

"Aku kelas dulu, mah. Ayo, Bar!" Gita menarik tangan Bara dan masuk ke dalam. Gita melepaskan tangannya di tangan Bara, Gita mengangkat wajahnya menatap Bara.

"Lu kemarin kenapa bisa ketangkep? Lu gak lari?"

"Gue sengaja menyerahkan diri,"

"Lu bego atau apa sih?! Gimana kalo mamah lu tau kalo gue yang sudah ajak elu untuk liat gue balapan,"

Gita menghela nafasnya lagi-lagi Bara selalu mencari muka di depan orang tuanya sedangkan ia berulang kali disalahkan karena ulah Bara sendiri.

"Kenapa lu gak pernah baik seutuhnya, Bar? Kenapa harus sampe di depan orang tua gue aja baru elu baik ke gue kenapa gak di belakang mereka juga,"

"Elu gak usah banyak bacot, Gi. Ini masih pagi,"

"Memang kenapa kalo ini masih pagi? Gue gak boleh bicara?"

"Ah. Cape ngomong sama elu, terlalu bego!" Bara meninggalkan Gita seorang sendiri, lagi-lagi Gita harus mengelus dada dengan perlakuan Bara padanya yang tak pernah baik. Hubungan toxic sudah biasa ia jalani selama dua tahun ini dan sekali lagi ia masih bisa bersabar dan berharap Bara akan berubah seiring dengan berjalannya waktu.

Gita terpaksa untuk tersenyum dan berjalan menuju kelasnya. Ia tak mau berlama-lama bersedih karena masalah sepele dengan Bara di lapangan.

Gita berlari saat melihat Rara. Gita menepuk bahunya hingga Rara memutarkan tubuhnya.

"Oh. Gita, gue pikir cowok ganteng yang mau ajak gue kenalan,"

"Ratu halu lu,"

"Malam minggu kemaren lu jalan sama siapa?" tanya Gita.

"Sama sepupu Bara,"

"Si Angga?" tebak Gita karena Rara pernah bercerita jika dia dan Angga lagi dekat.

"Iyalah siapa lagi, sapa tau nanti anak gue cakep kaya Bara,"

"Ngewe lu sana Bara tapi setelah itu gue kirim lu ke neraka,"

"Nda cowoknya, nda elu sama-sama stres. Ya kali gue ngewe sama Bara yang ada kena aids gue,"

"Awas lu di dengar Bara,"

"Ups." Rara menutup mlulutnya dan kemudian tertawa.

"Biar aja Bara dengar biar sadar dan tobat,"

"Aamiin." teriak Gita hingga mengundang perhatian banyak orang dan Gita sama sekali tidak peduli dengan penilaian orang tentang dirinya.

...

Tbc.




Bara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang