Bagian 18.

2.4K 92 8
                                    

Bara menjambak rambut Gita dan mendorongnya, saat ini Bara sangat marah sekali kepada Gita yang pulang malem dengan teman SMPnya, tadi pagi mamahnya Gita memberitahukan padanya jika Gita pulang larut malam dengan temannya. ia berniat baik untuk mengantarnya pulang namun Gita memarahinya.

Kini Bara tau kenapa Gita sampe melawannya itu karena Gita sedang dekat dengan teman SMPnya.

Bara menurunkan tangannya ingin memukul Gita, ia sadar jika ia terlalu menyakitkan untuk Gita.

"Jadi ini kenapa elu gak mau berhenti nyanyi? Lu suka sama temen SMP lu kan!"

"Dasar cewe anjing!" Maki Bara yang tak bisa ia pendam lagi. Rasanya Bara ingin menghajarnya hingga tewas.

"Lu gak tau diri!"

"Arghh!" Bara menyugarkan rambutnya.

"Asu!" Umpatnya kembali lagi sambil memecahkan gelas kaca di samping Gita.

Gita menutup telinganya sambil terus terisak dengan cacian Bara kepadanya. Bara yang terlalu posesif hingga membuatnya takut untuk mengulang kesalahan yang sama.

Gita menghapus air matanya dan mengambil tasnya, untuk saat ini lebih baik ia pulang dan membiarkan Bara sendiri hingga ia tenang dan menyadari kesalahannya.

"Gue pulang, lebih baik gue pergi dari pada harus tetap di sini." Gita membalikkan badannya untuk kembali ke rumahnya, namun belum juga sampai di depan pintu, Bara menarik tangannya hingga Gita terduduk di sofa.

"Siapa yang ijinin lu pulang?!" Kemarahan Bara seperti sedang kerasukan setan, mata yang melotot dan wajah yang memerah karena terlalu lama berteriak.

"Terus gue di sini mau ngapain lagi?"

"Kalo elu mau putusin gue, gue terserahlah elu aja mau bagaimana." Gita sudah pasrah kalo Bara akan memutuskannya walaupun sebenarnya hatinya tak terima jika Bara mengakhiri hubungannya.

"Putus lu bilang? Dengan kita putus lu bisa cari pacar baru? Sedangkan gue di sini kaya orang gila yang terus marah-marah, iya?!"

Gita menghela napas, selain suka marah-marah Bara tak bisa berpikiran positif.

Bara duduk, ia mencengkram dagu Gita. "Sampe kapanpun gue gak mau putus dari elu!" Bara berdiri dan mundar-mandir  sambil mengumpat dengan kata-kata kasar.

"Sumpah rasanya gue mau gila hadapi elu." Bara mengacak-acak rambutnya dan terus meracau.

"Gue minta maaf kalo bikin elu hampir gila, Bar." Gita berdiri dan kemudian memeluk Bara yang sedang emosi kepadanya.

"Sampe kapanpun gue bakalan terus ada di samping elu dan elu taukan kalo gue cinta mati dan cinta buta sama elu,"

"Jadi apa yang elu takutkan ke gue?"

"Gue gak akan kemana-mana and always stay here, you know?" Gita semakin merapatkan pelukannya.

Bara membalikkan badannya. "Promise?" Bara mengacungkan jari kelingkingnya.

"Ya. I'am promise," Gita menyatukan kelingkingnya dan memeluk Bara dengan erat. Hanya ini yang Gita lakukan saat Bara sedang marah padanya, yaitu memeluknya dan memberikan kata-kata romantis untuknya.

Bara mengusap wajah Gita dengan ibu jarinya. "I'am so sorry, lu taukan kalo gue itu orangnya tempramen?" Bara menangkup ke dua tangannya di pipi Gita

"It's okay," ujra Gita kepadanya, Bara membawanya duduk sembari mencium tangannya berulang kali sebagai tanda permintaan maafnya kepada Gita.

"I love you." Ujar Bara.

Bara memajukan wajahnya, namun Gita mendorongnya. "No! Kiss."

"Kenapa? Kita pacaran sudah dua tahun tapi elu gak mau gue cium?"

"Ayolah. Cuma ciuman aja Gi, gak lebih."

"Gue tau, cuma gue mau nanti ke bawa suasana kaya little mom,"

"Astaga! Itu cuma flim bego!" Bara menjitak kepala Gita karena kebodohannya. Tak mungkin ia kehilangan kendali dengan Gita kecuali jika Gita sendiri yang menawarkannya.

"Ih. Kok main jitak sih. Lagian lu memang sangeankan?"

"Gue enggak akan napsu sama cewe yang tempos kaya elu!"

"Ye. Biarin gue tempos yang penting masih ting-ting, dari pada Putri? Toket aja gede tapi sudah lober,"

"Gue tempos masih banyak yang suka." Gita masih membanggakan dirinya.

"Nanti kalo gue sexy nanti lu ngamuk,"

"Canda ngamuk."

"Setan lu!" Bara melempar Gita dengan bantal sofa. Gita justru menjulurkan lidahnya.

Gita merapatkan tubuhnya dan memeluk Bara.

"Gi, coba lu buka mulut lu,"

Gita mendongakkan kepalanya.

"Mau ngapain?" Kata Gita yang curiga dengan niat mesum Bara dan pikir aja sendiri untuk apa Bara membuka mulutnya kalo tidak untuk ciuman? Pasalnya anak itu sudah terlalu lama tidak di beri jatah oleh Putri atau Putri-putri yang lainnya.

"Udah nurut aja kenapa!" Seru Bara memaksa Gita untuk membuka mulutnya.

Gita berbaring, lantas membuka mulutnya. Bara tersenyum jahil, ia mengumpulkan air liurnya dan menjatuhkan air liurnya di dalam mulut Gita.

Gita menyadari kelakuan Bara, lantas berlari untuk memuntahkan air yang menjijikkan itu.

Huek

Gita memuntahkan air liur Bara bersamaan dengan makanan tadi pagi, Gita berkumur-kumur dan mencuci wajahnya.

Di sana Bara tertawa berbahak-bahak sampai-sampai Bara memukul-mukul sofa, sebenarnya Bara terinspirasi dengan candaan di sosmed dan mempraktekkannya dengan Gita.

Sepanjang jalan Gita menatap Bara kesal dan ingin sekali menendang bokongnya hingga encok.

"Apa lu ketawa-ketawa?! Dasar cucu lutnuz!"

"Ck. Gak boleh jijik," kata Bara dengan suara yang mendayu-dayu seperti seorang waria.

"Iyalah gue jijik. Lu aja suka ciuman sama Putri bagaimana gue gak jijik?"

"Mikir dong!" Seru Gita masih menaruh rasa kesal kepada Bara yang kelakuannya bagaikan anak buah Dajjal.

"Anggap aja itu simulasi," jawab Bara dengan begitu santai tanpa berniat meminta maaf kepada Gita.

"Simulasi? Lu pikir ini ujian apa?"

"Dasar gendeng!"

"Gendeng-gendeng gini hanya untuk milik mu, huh." Bara justru meniru lagu cantik untuk mengolok-olok Gita agar semakin kesal kepadanya.

"Udah gue mau pulang. Kalo lu sudah gatel mending telpon aja Putri suruh ke sini,"

"Iya. Elu yang videoin, ya?"

"Males!" Seru Gita. Dan meninggalkan Bara begitu saja.

Di depan cermin, Gita menutupi luka lebamnya dengan foundition untuk menyamarkan lukanya. Gita rasa Bara harus bisa mengendalikan emosinya agar Bara tidak mudah main tangan kepada siapapun termasuk dirinya yang selalu menjadi korban kekerasan Bara.

Banyak sekali riwayat Bara keluar masuk jeruji besi karena berkelahi atau balapan liar, namun bukan Bara namanya jika ia masih mengulangi dan terus saja seperti itu tanpa rasa takut kepada siapapun.

Tapi Gita yakin jika Bara pasti akan berubah menjadi kepribadian yang lebih baik dari pada sebelumnya dan meninggalkan teman-teman tongkrongannya.

Di lain waktu, Bara justru tiba-tiba tertawa mengingat kejadian tadi siang namun satu hal yang Bara takutkan adalah Gita berpaling darinya dan memilih cowo lain dari pada dirinya yang berpacaran hampir tiga tahun.

Belum rela rasanya jika Gita bahagia dengan cowo lain sebelum ia menemukan perempuan lain yang lebih baik dari Gita. Namun mustahil bagi Bara untuk mendapatkan perempuan seperti Gita yang ia anggap sebagai tujuan ia hidup saat ini.

"Huft. Kacau," guman Bara.

...

Tbc

Bara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang