Bagian 20.

3.2K 122 7
                                    

Semua murid tengah upacara untuk menghormati hari kemerdekaan Indonesia, Gita berdiri di barisan panduan suara karena sejak SMP ia sudah terbiasa menjadi paduan suara, bukan karena suaranya yang bagus tapi agar ia tidak kepanasan seperti murid yang lainnya.

Bara melonggarkan dasi sialan ini yang hampir membuatnya tercekik, jika bukan karena upacara ini ia tak akan mungkin memakai dasi dan topi ini yang membuat jiwa berandalnya redup karena atribut sialan ini.

Bara berjinjit agar bisa melihat Gita yang sedang bernyanyi, Bara menjulurkan lidahnya saat pandangan mereka bertemu, Gita juga menjulurkan lidahnya dan kembali bernyanyi tanpa harus memperhatikan Bara yang cari perhatian kepadanya.

Hiduplah Indonesia Raya

Gita menelan salivanya untuk membasahi tenggorokannya, sedari tadi ia bernyanyi hingga membuat tenggorokannya kering.

"Selamat pagi anak-anak," kepala sekolah memberi kata sambutan sembari memberi senyuman pada semua anak murid dan memberikan sedikit nasehat pada anak didiknya.

"Baiklah. Tak mau banyak nasehat lagi, bapak ingin menyampaikan jika besok kami akan mengadakan tujuh belasan sebagai memeriahkan hari kemerdekaan kita,"

Ye ye ye

Sorak seluruh murid karena besok tidak ada jam pelajaran yang memenuhi kepala mereka ataupun tas yang berat karena terisi oleh buku-buku pelajaran dan besok mereka bisa menikmati lomba dan menantikan door price yang sudah disiapkan oleh panitia.

Upacara telah usai, Bara lebih memilih untuk duduk di kantin karena hari ini sedang tidak ada kelas dan semuanya bersiap untuk lomba tujuh belasan.

Bara mengikat rambutnya dengan ikat rambut milik Gita yang sengaja di tinggal di apartemennya, bukan hanya ikat rambut saja yang ada di apartemennya bahkan juga pembalut berserta dengan celana dalamnya juga ada di lemari Bara.

"Lu besok mau ikutan lomba apa, Bar?" Tanya Daffa sambil mencocolkan gorengan ke sambal.

"Gue? Mau ikutan cari jodoh di tinder,"

"Buset dah. Kalo gitu biar Gita buat kita aja sudah," goda Julio.

"Langkahin dulu mayat gue!" Bara memukul meja hingga ibu kantin menggelengkan kepalanya atas kelakuan Bara yang selalu memukul-mukul meja.

"Lu tau? Gue sudah ada niatan mau nikahin Gita itupun kalo dapat warisan dari bokap gue," Bara membanggakan harta kekayaan orang tuanya, walaupun begitu Bara masih enggan untuk bertemu dengan papahnya, namun uang bulanan tak pernah di kirim telat karena sebelum tanggal lima, papah Bara sudah mengirimkan uang untuk keperluan Bara.

Di lain tempat,

Nama Gita sudah terdapat sebagai lomba joget balon tanpa sepengetahuannya, Gita memprotes untuk menghapus namanya, namun Gita tak bisa berbuat apa-apa karena Putri menaruh dendam kepadanya.

"Udah, Gi. Yang sabar, lu gak perlu menangin lomba itu," saran Rara agar Gita tidak membawa masalah ini terus.

"Awas aja lu ya, Putri. Gue bales lu!" Gita sudah mengepalkan tangannya ingin menonjok Putri dari belakang.

Bara masuk ke kelas Gita bersama rombongannya, Bara duduk dipinggiran meja Gita, lantas memberikan jari tengahnya kepada Gita untuk mempermainkan emosi Gita.

"Gak elu, gak Putri sama-sama bikin gue bete tau gak!"

Bara duduk di atas meja dan mengurung Gita dengan kakinya yang di selonjor pada kursi agar tidak ada jarak di antara mereka.

"Oh. Lu cemburu sama Putri? Atau kalah saingan?"

Mata Gita mengarahkan pada kaki Bara dan mengangkat dagunya untuk melihat Bara.

Bara (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang