Rosé dan Jennie
Cuaca sore hari di Seoul memang sangat indah, itu karena matahari berbinar berwarna oranye, warna yang memiliki simbol kehangatan dan juga kenyamanan. Banyak kerumunan orang, terutama pejalan kaki, pada sore hari itu berlalu lalang. Tentu saja dengan membawa keperluan mereka masing-masing, untuk para pekerja, kemungkinan mereka akan pulang kerumah dan beristirahat walaupun ada beberapa dari mereka juga memilih melepaskan penat dengan meminum alkohol agar stress mereka, bisa cepat menghilang.
Untuk para pelajar, mereka biasanya pulang ke rumah. Namun, ada beberapa yang menghibur diri juga, belajar seharian membuat mereka muak dan terkadang pergi ke club, tapi bagi mereka yang sudah legal, walaupun ada beberapa dari mereka yang belum legal, meminum alkohol.
Kendati demikian, dua gadis berseragam sekolah memilih untuk pulang ke rumah. Gadis yang pertama ia memiliki surai hitam kecoklatan serta memiliki netra seperti kucing. Lalu gadis yang sedang bersamanya, memiliki surai hitam legam serta memiliki pipi chubby.
"Rosé," panggil Jennie. "Apa kita mau, membeli sesuatu dulu, sebelum sampai ke rumah?"
Rosé memalingkan wajahnya ke arah Jennie. "Iya, tapi mau beli apa?"
Jennie tau Rosé, adalah orang yang mudah sekali lapar. Ia amat senang dengan makanan, dan selalu antusias dengan yang namanya makanan. Walaupun kadang ia bisa saja melupakan makanan ketika sedang mengerjakan sesuatu. Rosé itu tipikal orang yang harus terus bergerak, jika tidak maka ia akan mudah sekali mengantuk.
Rosé sudah berteman lama dengan Jennie. Mereka berteman sejak masih duduk di bangku sekolah dasar. Waktu itu Jennie sulit sekali tersentuh oleh Rosé. Ia merupakan pribadi pendiam juga dingin, dan terkadang ketus terhadap orang lain, terutama orang yang baru ia kenal.
Rosé mendekatinya tanpa menyerah walaupun terkadang ia dikatai. 'Stop! Mendekatiku', 'Aku tidak mau bergaul dengan orang bodoh sepertimu' , 'Kau keras kepala sekali, membuatku muak'. Jujur saja, perasaan Rosé pada saat itu tersentak, ia pada saat itu baru pertama kali, dicecar oleh seseorang. Namun, Rosé terus berjuang hingga benteng yang Jennie miliki runtuh, hatinya pun luluh. Jennie menjadi bisa didekati, meskipun itu lambat. Jennie pun menjadi menghangat, tapi itu hanya untuk Rosé. Hanya untuk Rosé saja, dengan orang lain sifatnya sama. Pendiam, dingin dan ketus.
"Bagaimana, kalau kita beli ice cream?"
Rosé tersenyum antusias. "Ide bagus, ayo kita beli!"
Semasa sekolah menengah pertama, Rosé dan Jennie satu sekolah. Namun, mereka berbeda kelas. Jennie tidak memiliki banyak teman pada saat itu, dan ia selalu dekat dengan Rosé. Jennie memiliki teman itu juga karena Rosé. Teman-teman satu kelas Jennie enggan mendekati Jennie. Karena auranya yang selalu tidak bersahabat ketika didekati. Bahkan saat kerja kelompok pun, ia selalu protes dan memilih untuk mengerjakan tugasnya sendiri.
"Kau mau ice cream, rasa apa Rosé?"
"Rasa strawberry, campur rasa coklat."
Mereka sekarang ada di salah satu minimarket. Jennie rencananya akan membelikan Rosé ice cream. Jennie ingin menraktir Rosé.
Jennie itu terbilang gadis yang jenius. Dari sejak zaman sekolah dasar, sekolah menengah pertama, hingga sekolah menengah atas. Selalu mendapat nilai yang tinggi, ia sering mengikuti olimpiade sains dan matematika. Bahkan yang lebih kerennya lagi ia ikut serta lomba kepenulisan ilmiah tentang geografi dan juga rumpun ilmu humaniora.
"Bagaimana rasanya?"
"Uhh?" Rosé berhenti menjilati ice cream-nya lalu melirik Jennie. "Rasanya dingin dan manis~"
Jennie terkekeh melihat raut wajah sahabatnya itu.
Rosé dan Jennie itu satu kelas, sungguh beruntung Rosé bisa satu kelas dengan Jennie. Rosé bisa masuk ke sekolah menegah atas yang sama dengan Jennie. Karena ia berprestasi jalur olahraga. Rosé adalah salah satu atlet wanita di sekolah menegah pertamanya. Rosé selalu menjadi andalan kelas, ketika ada hal-hal yang menyangkut lomba olahraga. Nilai akademisnya, Rosé itu rata-rata. Namun, nilai olahraganya sangat tinggi. Rosé sekarang mejabat sebagai wakil ketua eksul dance yang ada di sekolahnya.
"Bagaimana lomba kepulisan ilmiahmu?"
"Biasa saja, memangnya kenapa?"
"Aku berpikir, mungkin kau akan stress, karena harus belajar biologi dan sosiologi secara bersamaan."
"Don't worry, it's easy for me," ucap Jennie santai.
"Ohh iya ya, aku lupa kau itu, si jenius Jennie."
"Hahaha~ Dasar kau, tau bagaimana membuat hati seseorang senang~"
Rosé tersenyum saat melihat Jennie tertawa. Jennie memang suka dipuji terutama dibidang keahliannya. Rosé bahkan tau bila Jennie lebih suka dipuji kepintarannya dibanding kecantikannya.
Jennie itu cantik, sangat cantik menurut Rosé. Jennie juga imut, terkadang bisa menghasilkan suara yang lucu. Jennie memiliki senyum gummy smile yang membuat siapa pun yang melihatnya akan gemas kepadannya
Menurut Jennie, Rosé itu cantik. Namun, Jennie berpendapat bahwa Rosé itu lebih ke menggemaskan tingkahnya dan kadang pipi chubby-nya itu membuat orang lain selalu berkeinginan untuk mencubitnya.
Rosé tinggi bahkan lebih tinggi dari Jennie. Rosé mahir dalam berbagai cabang olahraga, selain dance dan berenang. Rosé juga belajar olahraga beladiri seperti taekwondo dan juga karate.
.
.
Rosé terbangun dengan kondisi kepala pusing, jemarinya menekan pelipis kepalanya yang masih merasakan sakit. Entah mengapa dia tiba-tiba ada di hutan belantara, yang penuh dengan pohon yang menjulang tinggi serta akar besar yang nampak timbul di pijakan Rosé.
Rosé berjalan menyusuri hutan dan beberapa langkahnya membawa ia kepada sosok yang sangat ia kenali.
"Jennie!"
Rosé mendekati Jennie, tubuhnya tergeletak terlentang di tanah.
Jennie mengerjapkan matanya perlahan. "Ugh ... Rosé kita ada di mana?"
Rosé menggeleng perlahan sembari menahan rasa sakit di kepalannya. "Aku tidak tau, Jennie."
Rasa sakit di kepala serta kebingungan melanda hati dan pikiran Rosé dan Jennie. Entah apa yang terjadi pada mereka. Mereka tidak tau sama sekali. Sekujur tubuh mereka pun juga melemah, seragam sekolah yang mereka pakai juga kotor.
Rosé menghela napas lalu melirik Jennie. "Apa yang sebenarnya terjadi pada kita?"
"Rosé." Jennie menggigit kuku ibu jarinya lalu menatap lurus ke hutan belantara yang ada di depannya. "Aku juga tidak tau, tapi aku mohon kau tenang."
Rosé mengangguk kecil, setelah mendengar penuturan Jennie.
Jennie menyuruh Rosé untuk duduk dan beristirahat. Sedangkan Jennie, ia berpikir keras dan dari itu timbul berbagai pertanyaan.
Apa yang terjadi kita?
Siapa yang membawa kita ke sini?
Kenapa kita di bawa ke sini?
Semuanya masih nampak samar dipikiran Jennie. Namun, yang jelas sekarang adalah, Jennie harus menenangkan Rosé yang sejak tadi khawatir secara berlebihan.
Bersambung
Comment and Vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Or Die (Blackpink) - END
FanfictionRosé, Jennie, Lisa dan Jisoo adalah siswa yang yang bersekolah di salah satu sekolah menengah atas negeri di Seoul. Namun saat pulang sekolah. Secara tiba-tiba mereka berpindah ke tempat lain. Hutan Belantara. "Ugh ... Rosé kita ada di mana?" "Aku...