Lisa dan Jisoo
Binar mentari oranye memenuhi seluruh kota Seoul. Banyak orang entah individu maupun kerumunan memenuhi jalanan yang ada di kota itu. Raut wajah yang dihasilkan orang-orang itu beragam. Meskipun suasana itu selalu di identikan dengan kehangatan dan kenyamanan. Namun, tidak semua orang merasakan itu.
Dua gadis yang sedang berjalan, itu adalah salah satu contohnya. Mereka contoh positif, karena dari gerak-gerik tubuh dan raut wajah. Tidak menunjukkan sesuatu yang buruk. Semuanya seperti berkilauan untuk mereka.
"Apa tali sepatumu sudah benar-benar kencang, kau mengikatnya?"
"Hmm ...." Jisoo mengangguk lalu memanyunkan bibirnya. "Kau sudah dua kali bertanya itu, Lisa."
"Ohh, iyakah?" Lisa tersenyum lebar lalu melirik Jisoo. "Aku hanya khawatir, kau nanti menginjak tali sepatumu dan terjatuh."
Jisoo tau bahwa sahabatnya ini sangat mengkhawatirkannya. Bahkan sifat ini sudah ada sejak lama, sejak dari mereka bersekolah dasar. Gadis keturunan Thailand, yang tinggal di Korea Selatan tepatnya di Seoul itu memiliki sifat kepedulian yang tinggi.
Saat kelas satu sekolah dasar, itu adalah saat pertama kali. Lisa menginjakkan kakinya di Seoul. Pada saat itu ia belum terlalu mahir berbahasa korea. Lisa masih terbata-taba, namun Jisoo membantunya untuk belajar bahasa korea. Hingga ia bisa lancer berbahasa korea
Jisoo adalah orang yang cerdas, dan Lisa mengakui itu. Jisoo adalah pribadi pendiam, namun juga bisa tersenyum kecil pada orang lain. Jisoo itu tenang dan jarang bergerak, ia bergerak seperlunya.
"Jisoo, bagaimana lomba menulis cerpenmu?"
"Just started." Jisoo menjeda kalimatnya. "But it will be done later."
"Ohh iya." Lisa mengangguk. "Tapi kuyakin, cerpenmu bagus dan akan jadi karya juara."
Lisa selalu memuji kepintaran Jisoo. Hampir seluruh mata pelajaran humaniora yang ada di kelasnya Jisoo kuasai. Nilai mata pelajaran umunya pun juga tinggi. Jisoo selalu mengikuti lomba sastra, ia sangat menyukai buku. Karena menurutnya jika kita membaca buku kita bisa melihat dunia dari perspektif yang lain.
"Dan kuyakin, kau pasti bisa mengalahkan rival-mu dari sekolah lain itu."
"Iya Jisoo, aku akan mengalahkannya," ucap Lisa sembari mengepalkan telapak tangan kanannya.
Lisa adalah jenius fisik, itu pandangan Jisoo terhadap Lisa. Hampir seluruh olahraga ia coba. Dari olahraga dengan menggunakan bola kecil hingga sampai ke bola besar. Dan seluruh olahraga yang diselenggarakan pada Asian Games pun ia coba. Namun untuk olahraga favorit, ia menyukai dance dan beladiri.
Lisa sangat payah dalam matematika, ia selalu mendapat nilai rendah jika berhadapan dengan mata pelajaran itu. Untuk mata pelajaran lainnya ia selalu mendapat nilai rata-rata.
Lisa adalah salah satu dancer terbaik di sekolahnya. Semuanya mengakui itu. Lisa bahkan ditarik menjadi ketua eksul dance disekolahnya. ia sering menjadi wakil untuk sekolahnya, entah itu individu maupun kelompok. Ia juga terkadang, jadi mentor untuk teman-temannya ketika mereka jadi perwakilan lomba dance untuk sekolahnya.
Lisa juga senang mempelajari beladiri. Lisa mempelajari thai boxing dan kick boxing. Olahraga itu membuat otot-ototnya semakin kuat. Walaupun ia mempelajari, seluruh olahraga itu. Sifat feminimnya tidak pernah hilang.
"Dia, sainganku yang cukup hebat."
"Tapi kuyakin, Lisa lebih hebat dan mampu mengalahkannya."
Jisoo memang akan selalu men-support Lisa. Jisoo sudah kenal lama sekali, dengan gadis pekerja keras itu. dari sekolah dasar, ia bahkan ingat kenangan lucu saat itu. Saat ada acara camping. Lisa dan Jisoo suruh mengambil air di sungai. Namun, entah mengapa sepatu yang Lisa pakai, terhanyut oleh arus sungai. Lisa mejerit saat itu, hingga Jisoo sulit menenangkannya. Tangisnya bisa terhenti karena Jisoo menyerahkan sepatunya untuk Lisa. Dan pada saat itu terpaksa Jisoo harus kembali ke area camping dengan keadaan kaki hanya terbungkus kaus kaki.
Saat sekolah menengah pertama, Jisoo dan Lisa berbeda kelas. Namun, kelas mereka berjarak sangat dekat. Hanya terpaut satu kelas saja. Jisoo pada saat itu hanya memiliki sedikit teman. Lebih banyak yang mendekatinya dengan maksud lain, terutama para pemuda. Berkebalikan dengan Lisa, ia bisa memiliki banyak teman saat itu. Maka dari itu Lisa sering merangkul Jisoo untuk pergi ke kantin bersama.
Saat sekolah menengah Atas, Lisa dipenuhi dengan hal baik. Tentu saja, karena ia bisa masuk ke kelas mana pun karena prestasi olahraganya. Lisa merasa tidak sia-sia ia sering ikut perlombaan olahraga untuk sekolah menengah pertamanya. Lisa bebas menetukan kelas yang akan, ia masuki dan pilihannya jatuh pada kelas yang ada Jisoo di dalamnya.
"Aku berharap, kau bisa juara untuk karyamu."
"Dan, aku berharap menang melawan rival-mu."
Lisa menganggap kecantikan Jisoo itu tidak nyata. Lisa juga mengerti kenapa, banyak pemuda yang mengejarnya. Karena kecantikannya itu bak dewi. Lisa bahkan bertaruh Jisoo bisa menjadi aktris atau idol terkenal, jika ia mengikuti jenjang karir itu. Namun, Jisoo lebih memilih jadi penulis atau guru saja. Satu hal lagi yang Lisa sukai dari Jisoo, adalah ia bisa menghasilkan suara-suara lucu.
Jisoo menganggap Lisa cantik. Kecantikannya seperti barbie doll. Ditambah tubuhnya yang lebih tinggi dari Jisoo dan, jangan lupakan poni gadis itu. Jisoo memiliki rambut hitam kecoklatan, sedangkan Lisa hitam legam. Rambut mereka sebahu. Namun, ada perbedaan. Lisa tegak lurus sedangkan milik Jisoo sedikit bergelombang.
Lisa dan Jisoo saat ini sedang berjalan menuju rumah mereka, tentunya dengan disertai obrolan diselingi canda-tawa.
.
.
Jisoo mengerjapkan matanya perlahan, ia merasakan nyeri di sekujur tubuhnya, ia pun bangkit. Dan mencoba melangkah perlahan. Namun, pada saat ia melangkahkan kakinya, Jisoo menginjak salah satu tali sepatunya, lalu itu membuatnya kehilangan keseimbangan dan akhirnya ia terjatuh.
Jisoo mencoba bangkit kembali dengan kondisi pergelangan kakinya yang sakit.
"Ouh ...." Jisoo berjalan tertatih sembari menatap hutan belantara yang ada di sekitarnya. ".... di mana ini?"
"Jisoo!" seru Lisa.
Jisoo melirik kepada sumber suara yang memanggilnya.
"Ahh! Lisa." Jisoo memekik bahagia.
"Jisoo, kakimu kenapa?" tanya Lisa sembari melirik pergelangan kaki Jisoo.
"Hmm ...." Jisoo terdiam sejenak. "Aku tidak apa-apa, Lisa."
"Kakimu memar, Jisoo."
"Hanya memar sedikit, sebentar lagi juga sembuh."
Lisa dan Jisoo setelah percakapan itu. Mereka saling menatap. Lisa ingin membuka suara.
"Aku tau, apa yang akan kau mau tanyakan, Lisa." Jisoo menjeda kalimatnya. "Tapi, untuk saat ini kita harus tenang, lebih baik kau duduk dan beristirahat."
Lisa mengangguk dan kemudian ia pun duduk beristirahat.
Banyak hal, yang Jisoo pikirkan saat ini. Tentang hutan belantara ini. Tentang kenapa mereka bisa ada di sini.
Segala sesuatu terjadi, pasti ada alasannya dan Jisoo paham bahwa mereka berdua di sini pun ada alasanya. Namun, Jisoo menghentikan dulu berkutat dengan pikirannya. Lisa sedari tadi mengerucutkan bibirnya dan sesekali berdecak. Jisoo tau ia, harus menenangkan Lisa dan mencoba bicara padanya tentang situasi yang sedang mereka alami sekarang.
Bersambung
Comment and Vote
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Or Die (Blackpink) - END
FanfictionRosé, Jennie, Lisa dan Jisoo adalah siswa yang yang bersekolah di salah satu sekolah menengah atas negeri di Seoul. Namun saat pulang sekolah. Secara tiba-tiba mereka berpindah ke tempat lain. Hutan Belantara. "Ugh ... Rosé kita ada di mana?" "Aku...