Chapter 11

184 21 3
                                    


Situasi sulit

Jisoo dan Jennie terduduk di sana—tepat dekat dengan Rosé yang masih demam dan Lisa yang pingsan yang penyebab-nya mungkin karena kekurangan darah akibat pertarungan dengan serigala yang hampir menerkam mereka.

Jisoo melakukan perawatan pada Lisa, dengan memberi perban serta obat merah pada luka-luka yang berada pada tubuh Lisa. Ia melakukannya dengan hati-hati dan penuh perasaan—jujur saja, Jisoo belum pernah ada di posisi tersebut. Posisi di mana teman terdekatnya pingsan.

Lisa itu memiliki fisik yang tangguh—lari marathon berkali-kali pun bisa ia lakukan. Namun, ia tahu bahwa Lisa juga adalah manusia. Jisoo juga sadar bahwa Lisa adalah orang yang berani dan akan rela berkorban demi orang-orang yang ingin ia lindungi.

Jennie di sana masih mengkhawatirkan Rosé. Demam yang Rosé derita masih belum berangsur turun. Jika Jennie bisa, ia ingin agar supaya Rosé terbangun—Jennie ingin melihat Rosé seperti biasanya kembali.

Mata Rosé terpejam dan helaan nafas-nya pun tidak teratur. Membuat kecemasan pada diri Jennie semakin menjadi—tentu saja, Jennie rasional namun bila itu Rosé—kerasionalan-nya bisa menghilang.

"Kita harus makan," ucap Jisoo sembari beranjak.

"Aku ... tidak lapar," balas Jennie sembari tetap menatap Rosé.

Jisoo menghela nafas-nya. Ia tahu bahwa Jennie itu yang paling rasional diantara mereka. Namun, ternyata ia bisa bersikap seperti ini. Ia tidak ada jauh bedanya dengan-nya—jika menyangkut orang terdekat.

"Jika tidak makan, maka kita tidak akan memiliki tenaga dan jika kita tidak memiliki tenaga. Maka, kita tidak bisa merawat mereka," terang Jisoo sembari melirik Jennie.

Penjelasan dari Jisoo tersebut membuat Jennie tiba-tiba beranjak. ia pun mendekat ke arah Jisoo dan berucap, "Kau benar, kita harus makan."

Mereka pun segera beranjak ke tempat yang tidak jauh dari Rosé dan Lisa yang terbaring. Mereka tidak mau terlalu jauh dan tidak bisa mengawasi kedua teman terdekat-nya tersebut.

Jisoo mencari kayu bakar di sekitar. Sedangkan Jennie yang menyiapkan rebusan air serta mie instant yang akan di masak. Jisoo yang sudah membawa beberapa kayu bakar menyodorkan itu pada Jennie, dan ia lantas memulai merebus air serta membuka mie instant yang jumlah-nya hanya dua tersebut.

Beberapa menit kemudian, akhirnya mie telah selesei di masak. Jennie menuangkan mie tersebut pada mangkuk yang sudah dipersiapkan. Dan Jennie dan Jisoo pun menyantap mie tersebut.

Jisoo sudah mulai memasukan mie tersebut ke dalam mulutnya. Namun, Jennie tidak. Ia melirik Rosé, entah mengapa air muka Jennie benar-benar menyiratkan ke-khawatiran. Jisoo mencelos hatinya saat menatap Jennie. Tentu saja, Jisoo tahu apa yang di-rasakan Jennie saat ini.

"Makan mie-mu itu, Jennie."

Jennie sontak terkesiap. "Ahh ... iya."

Jennie pun segera memasukan mie tersebut ke-dalam mulutnya. Beberapa menit kemudian, akhirnya makan pun selesei Jisoo dan Jennie membersihkan peralatan yang mereka pakai untuk makan tadi.

Perlahan hari menjelang sore. Jennie maupun Jisoo di sana tidak bergerak sama sekali—dalam artian, mereka terduduk menatap kedua teman terdekat mereka, yaitu Rosé dan Lisa yang masih terbaring. Rosé sadarkan diri. Namun, demamnya masih belum turun. Jujur saja, Jennie sedikit merasa lega. Lisa sendiri masih belum sadarkan diri. Tentu saja, Jisoo tahu itu. Sebab, darah yang keluar dari sekujur tubuh Lisa akibat luka dari gigitan serigala itu cukup banyak. Ia tahu, bahwa Lisa akan lama sekali beristirahat. Jisoo sedikitnya tahu tentang hal tersebut. Karena, orang yang kekurangan darah tubuhnya akan sangat lemas—bahkan bisa tidak bergerak sama sekali.

Jennie menatap Rosé kemudian ia mengusap kening teman terdekatnya tersebut. "Rosé cepat sembuh ya."

Jennie bisa merasakan panas di kening milik Rosé. Juga ia, melihat Rosé dengan deruan nafas yang tak beraturan. Matanya masih terpejam. Jennie tak tahu harus berbuat apa lagi, selain dari hanya memakaikan kompres kain ke kening Rosé. Jennie mengganti tiap jam kompresan Rosé tersebut.

Di sana, Jisoo hanya menatap Lisa. Jisoo melirik semua luka yang telah diperban tersebut. Jisoo pun membayangkan betapa sakitnya Lisa akibat dari gigitan serigala-serigala tersebut. Jisoo sendiri, mungkin jika berada di posisi Lisa dia tak akan kuat menahan semua rasa sakit tersebut.

Jisoo menautkan jemarinya dengan jemari milik Lisa. "Aku tahu kau gadis kuat, Lisa."

Jennie mengalihkan perlahan tatapannya kepada Lisa. "Apa ... Lisa masih belum sadarkan diri?"

Jisoo menggeleng perlahan. "Belum, tapi kupastikan dia akan segera sadar."

Jennie juga mengkhawatirkan Lisa. Mungkin, terlihat dia hanya fokus dengan Rosé namun di lubuk hatinya yang paling dalam, ada sedikit ke-khawatirannya pada Lisa. Jennie tak akan melupakan kebaikan dari Lisa, dan itu yang menumbuhkan rasa empati dari dirinya pada Lisa.

"Jennie, apa panas tubuh Rosé sudah menurun?" tanya Jisoo sembari melirik Jennie kemudian Rosé.

"Sudah ... meskipun hanya sedikit." Jennie berucap dengan sedikit terbata-bata.

Jisoo juga meng-khawatirkan Rosé. Jisoo tak akan juga melupakan saat dirinya diselamatkan oleh Rosé. Jisoo beruntung bahwa saat itu ada Rosé. Jika tidak, entah apa yang akan terjadi pada dirinya, yang tak memiliki kemampuan beladiri seperti Rosé dan Lisa.

Malam hari pun tiba, suasana semakin hening, dan suara serangga-serangga malam pun juga berbunyi. Jennie dan Jisoo di sana masih tetap di dekat Rosé dan Lisa. Mereka sesekali hanya beranjak untuk membersihkan diri, itu pun secara bergantian. Kebetulan, jarak mereka singgah dengan sumber mata air tak terlalu jauh.

"Jennie, kita harus segera beristirahat."

Jennie menghela nafas. "Ahh ... iya."

"Apa kau mau menggosok gigimu dulu?"

"Iya, tapi kita lakukan bergantian seperti tadi saat mandi."

Jisoo mengangguk. "Baiklah."

"Kau saja duluan, Jisoo."

Jisoo mengangguk lalu beranjak pergi. Beberapa menit kemudian, Jisoo telah menyeleseikan sikat giginya. Jisoo mendekati Jennie.

"Sekarang giliran-mu, Jennie."

Jennie pun mengangguk lalu ia pun beranjak pergi. Beberapa menit kemudian, Jennie telah menyeleseikan sikat giginya. Jennie pun kembali ke-tempatnya semula.

Jisoo menarik nafasnya lalu menghembuskannya. "Jennie, ayo kita tidur."

"Iya, tapi—"

"Jika kita kurang tidur kita juga akan kelelahan dan sakit dan kau tahu kan apa yang akan terjadi selanjutnya." Jisoo memotong kalimat Jennie.

Jennie mengangguk. "Aku mengerti, tapi—"

Jisoo tiba-tiba mendekati Jennie lalu ia meremas bahu Jennie. "Everything will be fine, Jennie."

Jennie hanya membalas itu dengan senyuman tipisnya. Setelah itu, mereka pun segera mengambil sleeping bag milik masing-masing, tak lupa juga mereka membawa sleeping bag untuk Rosé dan Lisa. Sebelum Jennie dan Jisoo memakai sleeping bag mereka. Terlebih dahulu, mereka memakai-kan sleeping bag untuk Rosé dan Lisa. Setelah selesei, baru mereka memakai-kan sleeping bag untuk diri mereka sendiri.

Posisi Jennie dan Jisoo tertidur adalah berada di samping Rosé dan Lisa. Meskipun, ada jarak namun mereka masih bisa saling melihat satu sama lain.

"Kau tahu Jennie, Rosé dan Lisa menginginkan kita bersama dan akur. Maka dari itu ayo kita harus menjadi apa yang di-inginkan Rosé dan Lisa," ucap Jisoo sembari menatap bintang-bintang yang ada dilangit.

"Aku tahu dan mengerti itu, Jisoo," balas Jennie sembari sekilas melirik Jisoo lalu mengalihkan pandangannya ke langit.

Beberapa patah kata tersebut, mengakhiri hari mereka yang sangat panjang tersebut. Akhirnya Jennie dan Jisoo pun tertidur.

Bersambung

Comment and Vote

Kill Or Die (Blackpink) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang