Hutan
Waktu sudah menunjukkan malam, cahaya senja yang ada di hutan itu mulai berangsur-angsur menghilang. Keadaan di hutan juga berubah suhu berubah menjadi lebih dingin. Rosé memeluk tubuhnya sendiri karena kedinginan. Sedangkan Jennie masih terdiam, sejak mereka tiba-tiba berada di hutan belantara, Jennie terus melamun dan menggigit kukunya sendiri. Rosé yang memperhatikan itu lantas menghampiri Jennie, yang jaraknya hanya sekitar lima langkah.
"Jennie!" seru Rosé.
"Uhh?" Jennie menghentikan lamunannya lalu melirik Rosé. "Iya Rosé, ada apa?"
"Istirahat Jennie, sedari tadi kau berpikir terus, kasihan otakmu."
Jennie terkekeh. "Aku kan sudah terbiasa berpikir, kau juga tau itu 'kan."
"Ehh iya ya," cicit Rosé sembari menganggukan kepalanya berkali-kali.
Rosé memang kadang lupa, kalau Jennie itu pintar dan suka berpikir. Namun, sebenarnya yang ia khawatirkan adalah kondisinya. Terkadang karena saking lamanya bergelut dengan pikirannya, kadang ia sampai lupa istirahat. Rosé tau karena ia pernah beberapa kali menginap di rumah Jennie.
Rosé menyuruh Jennie untuk duduk dulu, ia akan menjadi dedaunan yang sekirannya bisa digunakan untuk alas tidur. Walaupun itu tidak akan mengurangi dingin ditubuh mereka. Tapi setidaknya mereka tidak tidur langsung menyentuh dengan tanah.
Jennie ingin ikut, ia ingin membantu Rosé. Namun, Rosé ingin agar Jennie diam dan duduk manis. Jennie tau Rosé khawatir padanya. Jennie memiliki fisik yang lemah, ia mudah sekali kelelahan. Dibalik otak yang luarbiasanya, ia memiliki kelemahan. Nafasnya mudah terengah-engah.
Rosé berjalan beberapa langkah masuk hutan, ia menemukan daun yang ia butuhkan. Rosé memunguti daun-daun yang sekiranya bisa dipakai untuk alas. Saat memunguti daun itu Rosé merasa menyandung sesuatu.
Rosé mendongakkan kepalanya ke bawah. "Uhh? Apa ini?" Rosé secara reflek menjatuhkan daun-daun yang ia bawa dan meraih sesuatu yang ia lihat itu. "Ahh! Ada tas!"
Rosé tau itu adalah tas. Dan itu berisi, namun ia belum mengecek isinya. Rosé bersyukur, cahaya matahari masih ada. Walaupun memang situasi sudah nampak gelap. Rosé pun berjalan membawa tas itu.
"Astaga, aku lupa jalan kembali," ucap Rosé sembari menepuk jidatnya.
Rosé berpikir, dan ia menemukan cara supaya bisa kembali ke tempat Jennie berada.
"Aku harus berteriak." Rosé menarik nafas dalam-dalam. "JENNIE KAU DI MANA!!"
"AKU DI SINI ROSÉ!!" Jennie menyahuti Rosé dengan teriakan juga.
"Ahh! Di sana ternyata!" Rosé bergegas menuju sumber suara itu. "Semoga isi tas ini makanan."
Rosé berjalan tergesa-gesa, hingga ia pun terjatuh. Namun, ia terjatuh bukan karena tersandung batu atau ranting pohon.
"Wahh! Ada tas lagi!" Rosé berseru sembari meraih tas pertama yang ia temukan, lalu mengambil tas kedua yang membuatnya terjatuh.
Rosé membawa kedua tas itu tanpa kesusahan. Kedua lengan Rosé memang kuat. Tentu saja, karena ia adalah seorang atlit olahraga sekolah, yang hampir seluruh anggota tubuhnya itu dilatih dengan baik.
Rosé mengulas senyum, ketika ia melihat Jennie. Walaupun yang nampak hanya netra dan deretan giginya.
Jennie mengkerutkan alisnya. "Tas? Milik siapa? Dari mana?"
"Iya, aku menemukannya tadi, tas ini tergeletak di tanah dan aku tidak tau siapa pemiliknya," terang Rosé sembari menyodorkan salah satu tas itu kepada Jennie.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kill Or Die (Blackpink) - END
FanfictionRosé, Jennie, Lisa dan Jisoo adalah siswa yang yang bersekolah di salah satu sekolah menengah atas negeri di Seoul. Namun saat pulang sekolah. Secara tiba-tiba mereka berpindah ke tempat lain. Hutan Belantara. "Ugh ... Rosé kita ada di mana?" "Aku...