17 : What a silly fate

345 96 7
                                    

Malam itu, sewaktu Chan mau pulangㅡMama Jia minta dia buat duduk dulu dan ngobrol. Dan yaah ... Chan akhirnya tau siapa calon pengganti Mamanya, yang tak lain adalah Mama Jia sendiri.

"Maafin Mama ya Chan, mama beneran enggak tau kalau kamu anaknya Yuda. Kalau aja Mama tau, Mama pastiㅡ

"Udah ma gapapa..." Jawab Chan. Toh Chan tau Papanya juga enggak bakal gitu aja ngelepasin orang yang dia sayang, jadi ya percuma aja.

"Kamu sama Jia bagaimana? Mama enggak mau egois. Kalau emang kamu masih sayang Jia, Mama bakal mundur.."

Chan terkekeh, "Chan emang masih sayang Jia Ma, tapi kaya yang Mama tau Chan udah kehilangan Jia jadi ya ... yaudah, apa lagi yang perlu dipertahankan?"

Sakit sebenarnya, tapi ya Chan memang sudah seutuhnya kehilangan kan? Lagipula ia sadar bila Jia tidak akan pernah mau menerimanya lagi.

Tapi lucunya, kenapa juga Chan harus menjadi kakak tirinya? Apa tidak ada opsi takdir yang lebih waras?

"Chan.."

"Udah ma, gapapa. Toh Papa orangnya keras, dia jelas gabakal lepasin Mama gitu aja apalagi dengan alasan Chan sama Jia yang pernah pacaran."

"Jia belum tau semua ini, karena Mama kira Iyan yang sering Yuda ceritain itu bukan kamu."

Chan tersenyum tipis, dan setelah mengobrol singkat ia pun pulang ke rumah dengan kondisi hati tak karuan. Marah, sedih , dan kecewa menjadi satu. Ia benar-benar dibercandai takdir, ya?

Lalu sekarang apa? Ia benar-benar harus melepaskan Jia sebab gadis itu akan menjadi calon adiknya?

Di atas motornya, Chan tertawa terbahak dengan air mata yang tak bisa ia tahan lagi. Sangat sesak, asal kalian tau. Sampai Chan sendiri bingung mengapa hal ini terasa lebih menyakitkan ketimbang saat Jia memutuskan hubungan mereka.

**

Jeno termenung. Ia masih memproses ucapan Chan di koridor tadi. Apa benar kini Jia dan Chan hendak menjadi kakak adik?

Hingga kedatangan Jia pun membuat lamunannya buyar.

"Jen..?"

Jeno tersenyum, menyuruh Jia untuk duduk di sampingnya.

"Masih marah ya?" Tanya Jia dan dibalas gelengan pelan oleh Jeno.

"Enggak."

Jia menyenderkan kepalanya di bahu si sipit itu, "Kalau marah jangan diem dong Jen, bingung tau.."

Benar kata Chan, Jia itu paling tidak bisa didiamkan jika sedang ada masalah. Ah, mengingat Chan Jeno pun lantas bertanya, "Kakjiaa.."

"Hm??"

"Mama mau menikah?"

"Iyaa, kan aku udah bilang waktu itu ke kamu."

"Menikah sama siapa?"

Jia menegakkan badannya, "kenapa tiba-tiba nanya itu?"

Ah, apa Jia belum mengetahui apa yang Chan ketahui? Kalau begitu Jeno memilih menggelengkan kepalanya saja, tidak meneruskan pembicaraan mereka satu itu. Karena ia rasa itu sudah di luar batasannya sebagai orang luar.

"Ayo pulang kak, udah sore." Jeno bangun, lalu mengulurkan tangannya dan disambut oleh Jia.

Kalau boleh egois, Jeno ingin senang di atas kenyataan Chan dan Jia yang menjadi saudara tiri. Tapi Jeno tetaplah Jeno, ia tidak pernah bisa egois dalam hal apapun. Jadi dibandingkan senang, ia lebih merasa takut bila Jia nantinya tersakiti oleh hal itu.

Selama perjalanan pulang, Jia juga bercerita tentang mengapa Chan menginap di rumahnya semalam. Jeno sungguh tak bisa marah lagi karena fokusnya bukan lagi pada permasalahan itu.

Jeno mengelus pelan tangan yang melingkar di perutnya, ia berdoa semoga masa depan tidak akan menodongkan pisau ke hadapan Jia.

Sepulangnya Jia ke rumah, ia mendapati sebuah mobil BMW keluaran terbaru terparkir di halaman rumahnya, lantas setelah Jeno pergi rasa penasarannya akan siapa yang bertamu pun terbayarㅡitu adalah Om Yuda, calon Papa barunya.

"Hai cantik udah pulang?" Sapaan itu tak Jia hiraukan, fokusnya teralihkan pada seseorang yang duduk di samping lelaki paruh baya itu.

Mama yang menyadari pun lantas menyuruh Jia untuk duduk.

"Chan kamu ngapain disini?" Tanya Jia.

Chan yang duduk di samping Papanya pun melirik ke arah Mama Jia, meminta bantuan untuk dijelaskan.

"Jia...Iyan yang sering Om Yuda ceritain itu Chan sayang.."

...

...

...

Jia terdiam lalu menatap ke arah Chan, "Hah? Maksudnya Ma?"

"Chan calon kakak tiri kamu," ujar Mama, Jia menoleh ke arahnya lalu memasang wajah yang teramat bingung.

Sebentar, Jia tidak salah dengar kan? Chan? Jadi kakak tirinya?

"Hah...kok...bisa??"

"Kenapa memangnya? Chan ini nakal ya di sekolah makanya kamu gak seneng?" Tanya Papa,ia memang tidak mengetahui perihal hubungan kedua remaja ituㅡsebab yah kalian tau sendiri kan hubungannya dengan Chan tidak sebagus itu untuk saling berbagi cerita?

Jia menggelengkan kepalanya, tidak menjawab dengan perkataan. Ia masih bingung. Teramat bingung. Mengapa semuanya terasa seperti tayangan sinetron yang biasa bibinya tonton di siang hari?

Kalau begitu, kisah Jia dan Chan pasti berjudul "Mantan kekasihku ternyata calon kakak tiriku".

Otak lemot Jia terlalu pusing memikirkannya.

Mama mengelus bahu Jia, "Kamu ngobrol sama Chan dulu gih."

Chan lantas bangun dan pergi terlebih dahulu ke kamar Jia, diikuti gadis itu yang saat naik tangga malah terjegal kakinya sendiri hingga jatuh.

"Aduh.." ringis Jia, Chan menoleh lalu kembali menuruni tangga untuk membantu gadis itu berjalan.

"Chan.." panggil Jia saat mereka ada di depan kamarnya.

"Apa?"

"Ini beneran gak sih? Kamu jadi kakak aku?" Tanya Jia dan dibalas anggukan kepala Chan.

"yang bener aja..........." Jia sweatdrop.

Sebab ya ia akui kalau dirinya masih menyukai Chan, kalau begini caranya tidak ada lagi celah untuk mereka kembali, kan? Semuanya sudah selesai?

Chan terkekeh lalu mengusak gemas surai Jia, "Gapapa, setidaknya itu lebih baik daripada gua cuma jadi mantan lu."

"Ya tapi..."

"Kenapa? Mau balikan sama gua?"

"Gak gitu.."

"Terus gimana?"

"Aneh aja.."

"Udah gapapa, nanti semisal mau balikan biar gua yang hadapin Papa Mama." Chan merangkul bahu Jia dan tersenyum tipis.

***
31 Mei 2021 ; 19:21

Iya Chan bagus terobos aja, biar Jeno bisa sama guaᕙ(͡°‿ ͡°)ᕗ

ghost - chansoo✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang