"Gini ya rasanya pasangin name tag abang. Nyonya Sena Radi. Cantiknya."
"Engga gini bang rasanya." Jawabku.
"Loh gimana emang?"
"Gini." Aku mendongakkan wajahku lalu meletakkan jemariku di dada kanannya.
"Gini loh. Pegel leherku." Ujarku.
"Hahaha iya sayang." Tawanya menguar lalu mengecup keningku lama.
"Terima kasih ya." Ucapnya masih dengan kening kami yang menempel.
"Untuk?"
"Semuanya. Terutama, terima kasih sudah mau jadi istriku."
"Makasih juga, bang. Udah selalu jadi penyelamat buat aku."
"Sudah seharusnya seperti itu. I love you, my queen."
"I love you too, my savior." Lalu kami berpelukan erat di pagi hari ini.
Mundur 4 minggu kebelakang, pada hari itulah kehidupan baru ku benar-benar dimulai. Terhitung sejak pukul 9 pagi, aku resmi menjadi nyonya Radi.
Ya, Radi Naresta yang meminangku pada pagi hari itu. Laki-laki yang berdasar cerita mamah dan papah datang kerumah untuk mengutarakan niat baiknya, padahal tau aku sedang bersama laki-laki lain. Tapi ternyata, takdir Tuhan tidak membawaku pada laki-laki yang sudah lama dianggap menjadi bagian keluargaku.
Radi Naresta, bukan hanya sekali dua kali menyelamatkanku dari bahaya dan laki-laki. Saat aku hampir menyerah saat dihadapkan kenyataan bahwa jarak memang bukan hanya sebatas pembatas tapi juga perubah perasaan, Radi Naresta yang datang dan membawaku kembali ke dunia. Menarikku dari belenggu kisah cinta yang kandas karena jarak dan wanita.
He's my savior after my hero, my dad.
"Hey, sayang. Kenapa nangis?" Tanya bang Ares menangkup wajahku lalu menghapus airmataku yang entah kapan sudah mengalir itu.
"Kenapa, hm?" Tanyanya lagi sementara aku hanya menggelengkan kepala tanda tidak ada yang terjadi.
"Semuanya baik-baik aja sekarang. Kamu gak perlu khawatir, dan ada abang sekarang. Oke?"
"Ya, ada abang sekarang. Thank you." Jawabku lalu kembali merapihkan diri. Lalu kami segera berangkat menuju lokasi acara.
Hari ini ada acara bhayangkari dan aku diantar oleh bang Ares, seperti biasanya. Hm, jika dia memang bisa sih eheh.
"Abang cuma drop di lobby gapapa? Karena harus ke kantor, banyak berkas hari ini." Ujar bang Ares ditengah perjalanan kami.
"Gapapa kok. Tadi gak abang anter sebenernya gapapa. Abang jadi harus balik jauh karena nganter aku." Jawabku sembari meraih jemarinya.
"Sudah seharusnya begitu, sayang. Abang yang bikin kamu jadi punya kegiatan kayak gini, berarti abang yang harus anter, sayang." Jelas bang Ares.
"Kan aku juga yang mau. It's okay." Ucapku lalu mengecup jemarinya.
Menjadi istri dari seorang Radi Naresta tidak pernah ada dalam bayanganku sebelumnya dan ternyata seindah ini rasanya. Orang bilang dia sosok tegas, berwibawa, bahkan dingin. Tapi, lihatkan bagaimana dia disisi lain, like a sugar.
Setelah 30 menit perjalanan, kami tiba di lobby. Seperti obrolan kami tadi, bang Ares akan langsung berangkat ke kantor.
"Take care, sayang. Kabarin abang kalau udah selesai."
"Aku pulang sendiri aja ya, bang. Nanti abang langsung pulang ke rumah aja."
"Jangan."
"Abang."
"Engga, sayangku. Apa susahnya coba tinggal telpon."
"Aku sendiri aja, bang."
"No, Delaila."
"Sayang, please. I'll be okay." Ucapku berusaha meyakinkan bang Ares agar pulang sendiri tapi dia hanya diam.
"Radi, sayang." Kini aku menggenggam kedua tangannya.
"Oke." Jawabnya setelah menghela napas kasar.
"Thank you, Radi." Ucapku lalu menyalami tangannya dan mengecup singkat pipi kirinya. lalu mas Ares membalas mengecup singkat bibirku. Dan aku segera keluar dari mobil.
"Pagi, pak. Maaf ya lama berhenti disini tadi." Ucapku pada anggota yang berjaga di pintu masuk.
"Pagi, ibu. Gapapa, maklum pengantin baru." Jawabnya lalu aku pun berpamitan untuk masuk.
"Selamat pagi, ibu kasat. Pamitannya lama bener, bu."
"Kalo di parkiran gapapa. Ini di lobby, haduh."
Begitulah kira-kira sambutan yang aku terima ketika memasuki ruangan dari Melya dan Gisa. Ibu bhayangkari dari bapak Ipda Aditya dan Briptu Eri, merangkap teman dekatku disini.
"Pagi juga, ibu-ibu." Sapaku sembari tersenyum pada mereka.
"Emang gitu ya, mba, kalo pamitan?" Tanya Melya.
"Ya gitu. Kenapa? Adit gak gitu? Nanti aku bilangin lewat mas Ares."
"Justru bang Ditya kayak gitu, mba. Malah aku heran, abis kata bang Ditya, Pak Radi udah kayak kulkas 12 pintu." Jawab Melya dengan gamblang.
"Hahah, izin, mba. Ya ampun, ini istrinya loh, mba." Sahut Gisa.
"Maklum, agak bunglon gitu."
"Kayaknya bang Eri deh, mba, yang kulkas 12 pintu." Ucap Gisa.
"Masih?" Sahut aku dan Melya bersamaan. Fyi, julukan ice police memang melekat dengan Briptu Eri. Tapi, ini ke istrinya loh. Bener-bener memang anggotanya mas Ares yang satu ini.
"Iya, mba." Jawab Gisa dengan polosnya.
"Ya ampun, nanti aku titip pesen deh ke bang Ditya." Ujar Melya.
"Tapi terakhir mas Ares cerita, dia mulai senyum-senyum di ruangan loh abis terima telpon dari kamu." Ucapku mengingat cerita mas Ares.
"Ahh, itu sih masih gengsi aja dia, Sa. Nanti aku kasih tips melelehkan si kulkas." Tambahku diacungi jempol oleh mereka berdua.
Drrtt drrtt drrtt
My Ares👮🏻♂️
"Bentar, ya." Ucapku melihat handphone ku yang ternyata ada telpon masuk dari mas Ares.
"Halo, mas. Kenapa?"
"Ada yang kelupaan."
"Apa? Kan tadi aku udah bilang cek lagi. Terus gimana?"
"Bukan barang."
"Terus apa?"
"I love you, Delaila."
Tut tut tut
"Wahh, kulkas 12 pintunya beneran udah meleleh."
"Keren, mba Sena."
I love you too, Radi.
Hallo!! Selamat membaca kembali!🌻
