9

201 21 0
                                    

Tepat di hari keberangkatan gue dari Semarang untuk pulang, telpon dari bunda membuat gue gusar. Gimana engga? Bunda bilang Delaila masuk ICU karena kecelakan. Sumpah, ICU lohh.

"Bri, kenapa sih?" Tanya Galang yang mungkin kebingungan melihat gue mondar-mandir setelah angkat telpon.

"Delaila." Lirih gue.

"Kenapa?"

"Masuk ICU, kecelakaan."

"Innalillahi. Bri, mending lo duduk deh, tenang. Doain Delaila. Lo mondar mandir gak jelas gak bikin dia sembuh atau lo langsung disana." Titah Galang menarik tangan gue agar gue duduk.

Tak berselang lama announce passanger untuk pesawat yang akan gue tumpangin terdengar. Dengan segera gue menuju pesawat dan berdoa di sepanjang penerbangan. Ini adalah penerbangan terlama yang pernah gue tempuh selama gue flight dari Semarang untuk pulang.

"Lo langsung ke rumah sakit?" Tanya Galang saat kami sudah di gate departure.

"Iya, Lang." Jawab gue sembari menengok kanan-kiri menunggu jemputan gue.

"Bri, itu." Tunjuk Galang ke mobil CR-V berwarna silver.

"Oh iya. Lang gue duluan ya. Sorry gak nungguin lo." Pamit gue pada Galang.

"Gapapa. Dela lebih butuh lo." Galang menepuk bahu gue singkat dan gue segera memulai perjalanan menuju rumah sakit.

"Mas, kata ibu mampir makan malam dulu." Ucap pak Rasdi, driver keluarga gue.

"Langsung ke rumah sakit aja, pak. Saya makan disana aja."

"Iya, mas."

Setelah hampir 1 jam perjalanan, gue tiba di rumah sakit dan segera menuju ruangan yang bunda di arahkan dari pesan whatsapp.

"Gimana keadaan Dela?" Tanya gue saat tiba di depan ruangan.

"Bri. Doain Dela ya." Hanya itu yang terlontar dari tante Christy.

"Om, maaf ya, gabisa jagain Dela." Gue menghampiri om Abi dan menyalaminya.

"Engga, Bri. Musibah kita gak akan tau. Sabar, ya. Dela pasti bangun buat kamu, buat kita semua." Ujar om Abi lalu memeluk gue.

"Permisi."

"Iya, pak. Ada apa ya?" Om Abi bertanya pada seorang laki-laki berseragam polisi yang membawa beberapa tangkai mawar digenggamannya.

"Saya Radi Nares."

"Bapak, terima kasih banyak sudah menolong putri saya." Ucap om Abi antusias lalu menjabat tangan polisi itu.

"Sama-sama, bapak. Sudah menjadi tugas saya dan kebetulan saya berada di lokasi."

"Jika bukan karena bapak, mungkin saya tidak bisa bertemu dengan putri saya lagi." Sahut tante Christy.

"Bagaimana kondisi putri bapak dan ibu?"

"Delaila Chrisena, pak namanya." Jawab om Abi.

"Kami belum mendapat informasi, pak."

"Semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk pada Sena. Kalau begitu, saya titip ini pak, bu. Karena saya harus kembali bertugas." Ucap si polisi itu memberikan bunga yang ia bawa pada tante Christy.

"Mari saya antar, pak."

"Brian aja, om." Sahut gue lalu dipersilahkan om Abi.

"Kakaknya Sena?" Tanyanya saat diperjalanan menuju lobby rumah sakit.

"She's my girl."

"Saya juga dari akpol. Tapi sepertinya saat saya sudah lulus anda baru masuk."

"Sepertinya. Sudah sampai." Ucap gue saat kami tiba di lobby.

"Terima kasih. Jaga Sena baik-baik." Dia mengulurkan tangannya lalu gue menjabatnya dan dia pergi.

Oke. Jangan hujat gue sebagai junior yang gak sopan. Tapi gue emang ga kenal dan, ya, gue cowo. Bisalah ngenalin tanda kalo cowo naksir sama cewe. Setelah mengantar senior gue itu, gue segera kembali ke ruangan Dela.

"Sayang, you okay?" Tanya gue pada Dela yang sudah siuman.

"Kok kamu disini, Fi?"

"Maaf gabisa jagain kamu, De." Gue menggenggam jemari Dela.

"Engga, Fi. Ini kecelakaan. Aku juga gapapa kok." Ujar Dela mengelus wajah gue pelan.

"Aku takut. Aku takut kamu pergi ninggalin aku."

"Engga, Fi. Aku disini." Gue lalu memeluk Dela erat.

Setelah 3 hari dirawat, kondisi Dela sudah membaik. Dan sekarang gue lagi bawa dia ke pantai, sunset terakhir sebelum gue balik ke Akpol.

"Whoaa, udah lama banget gak main di pantai sore-sore gini." Ucap Dela di bibir pantai sambil merentangkan tangannya menikmati semilir angin.

"Kenapa gak main-main kesini, hm?" Tanya gue memeluknya dari belakang dengan membiarkan tangannya tetap merentang.

"Gaada kamu." Jawabnya berhasil membuat gue tersenyum dibalik punggungnya.

"Maaf, waktu kita jadi berkurang. Tapi, setelah ini kita bisa bikin lagi momen-momen di waktu kita yang hilang."

"No. Waktunya gak hilang. Cuma lagi dipakai buat berjuang, supaya bisa jadi lama, gak sesaat aja."

"Makasih, sayang." Gue memperat pelukan gue.

Setelah hari itu, semua berjalan seperti semula dan seperti biasanya. Gue dengan pendidikan di Akpol, sebisa mungkin bertukar kabar dengan Dela yang sibuk dengan kuliahnya.

Akhir-akhir ini kami sama-sama disibukan dengan skripsi. Gue dan Dela sangat excited menyelesaikan skripsi kami. Karena itu tandanya, pendidikan gue dan kuliah Dela akan segera berakhir. Dan setidaknya waktu kami bisa agak bertambah. Semoga.

"Hai, gimana?" Tanya gue saat wajah Dela terpampang di layar laptop gue.

"Lohh kok malah nangis? Kenapa sayang?" Tanya gue heran karena Dela malah menitihkan air mata. Gue melihat dia mengambil hasil tulisannya yang sudah terjilid rapih. Ah, itu pasti skripsiannya.

"Banyak di coret. Padahal udah bikin sesuai kemauan dia." Dela menunjukkan lembaran-lembaran yang tergores pena merah.

"Ayoo semangat! Kita sama sama berjuang yaa."

Halloo!! Selamat membaca kembali!!

Not YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang