2. HER

2K 261 21
                                    

Lapangan basket kini dikelilingi oleh siswa-siswi Konoha High School. Beberapa teriakan terdengar di sana-sini. Menyebut siapa saja yang mereka idolakan. Menghiraukan itu, sekarang aku sedang menatap tajam ke arah Sasuke.

"Kelas 12-3 mundur. Jadi, kelasmu harus melawan kelas 12-2."

Sial. Seharusnya aku melawan kelas 12-3 -kelas Sai- bukannya kelas si sialan itu. Aku mendengus kesal. Kenapa Sai harus mundur?

"Lawan saja. Kau tetap menang."

Aku meliriknya kesal. Ya, aku kapten basket sekolah. Bukan takut kalah, sudah pasti pertandingan ini mutlak ku menangkan. Tapi, bermain selagi melihat wajah brengseknya?

Aku berlalu meninggalkannya. Menuju ke taman belakang sekolah. Tempat persembunyianku jika mood ku hancur. Merebahkan diriku di atas rumput belakang pohon dan mengistirahatkan tubuhku sebelum mulai bertanding 30 menit lagi.

Mataku terpejam, tapi sang surya terlalu terik hingga cahayanya menembus mataku. Terlalu malas berpindah, kubiarkan cahayanya menyinari kulit tan ku.

Tak lama, ponselku terus bergetar. Membuatku terbangun dari tidurku yang cukup nyenyak. Tunggu saja, orang yang menelpon akan kuhajar nanti. Beraninya mengganggu tidur siangku.

Setelah sadar sepenuhnya meskipun belum membuka mata, aku menyadari bahwa sang surya tidak menembus mataku lagi. Dan seketika aku menghirup wangi asing. Wangi apa ini?

Kubuka mataku perlahan, dan menyadari sesuatu menutupi wajahku. Aku terduduk dan mengambil sebuah sapu tangan yang tadi menutupi wajahku. Jadi, ini yang menghalau sinar matahari tadi?

Ini milik siapa?

Ketika ku amati lagi, ini sapu tanganku yang hilang kemarin. Kenapa bisa ada disini? Dan wanginya berbeda. Ini seperti wangi... lavender mungkin?

Berniat mengambil ponsel di saku celana, aku mendapat sebuah sobekan kertas kecil di dalamnya. Apa para gadis yang mengejarku mulai berani merabaku dan meletakkan surat-surat mereka di saku celanaku? Berani sekali. Sial.

Penasaran, kubuka lipatan kertas kecil itu. Alisku mengerut. Ini bukan seperti surat yang biasa memenuhi lokerku.

'Terima kasih telah meminjamkan padaku, senpai. Maaf jika terlalu lama mengembalikannya. Aku sedikit kesulitan mencarimu. Sekali lagi, terima kasih!'

Aku memukul dahiku pelan. Kenapa aku bisa lupa? Berarti gadis yang tidak sengaja terkena lemparan bolaku yang menyimpan sapu tangan ini. Dan karena aku tertidur, dia meletakkan sapu tangan ini di wajahku agar sinar matahari tidak menggangguku. Baik sekali, membuatku kelihatan seperti orang mati.

Getaran ponsel kembali menyadarkanku. Terdapat banyak panggilan tak terjawab.

'Kiba is calling'

Kuangkat panggilannya dan memakinya, "Sialan! Kau mengganggu tidur—"

"Brengsek! Dimana kau? Lupa pertandingan basket mu, hah?"

•••

Kiba langsung memakiku ketika aku tiba di lapangan. Aku mendengus pelan. Hampir saja kami didiskualifikasi jika aku terlambat.

Sembari menunggu 5 menit lagi pertandingan kami dimulai, aku mengedarkan pandangan mata sapphire-ku hanya sekedar melihat-lihat. Kudapati Sakura berteriak 'Semangat Naruto! Kiba!' membuatku tersenyum. Senangnya disemangati orang yang kita sukai.

Kembali ku edarkan pandanganku dan kali ini mendapati seorang gadis bersurai indigo di sisi lapangan. Dia tersenyum sembari memberikan botol minuman kepada pemuda bersurai mer—sialan! Kenapa harus si sialan itu yang kulihat?!

Aku memandangi gadis itu. Seketika aku sadar. Astaga! Dia gadis yang menjadi korbanku kemarin! Jadi, dia dekat dengan sialan merah itu? Atau dia pacarnya?

"Brengsek! Sudah hampir terlambat, sekarang malah melamun? Hebat."

Kiba mengumpat tepat di sebelahku. Aku menatapnya malas. Kembali kupandangi gadis tadi. Kini, dia duduk di sebelah gadis berambut pirang yang diikat dan berponi panjang. Sekilas, mereka terlihat seperti boneka barbie. Cantik.

"Kiri atau kanan?" Tanya Kiba tiba-tiba. "Kiri." Jawabku asal. Tidak mengerti apa yang ditanyanya.

"Hyuuga Hinata." Jawabnya pelan.

Aku menolehkan kepalaku, mendapatinya sedang tersenyum menatap gadis itu. "Dia sangat cantik, kan?" Tanyanya. Aku mengerutkan alis. Semakin tidak mengerti.

"Kiri, Hyuuga Hinata. Kanan, Yamanaka Ino. Anak kelas 11-1 yang sering dibicarakan setiap angkatan. Mereka seperti barbie hidup." Terangnya. "Bahkan Sasuke dan Sai setuju mereka sangat cantik. Tak kusangka, kita punya selera yang sama." Sambungnya sembari terkekeh.

Aku melongo. Jadi gadis yang sering dibicarakan itu salah satunya adalah korbanku kemarin? Pantas saja. Saat gadis itu terkena bola, banyak siswa yang berkumpul hendak menolongnya. Mencari kesempatan rupanya.

Aku terus memperhatikannya, sampai tanpa sadar, tatapan kami bertemu. Jauh memang, tapi aku tahu, dia melihatku. Mata gadis itu, berwarna amethyst. Rambut panjang indigonya digerai serta topi biru tua bertengger di kepalanya. Ku akui, dia sangat cantik. Dia memang seperti barbie hidup.

Panitia memanggil kami untuk segera bertanding. Kulihat gadis itu tersenyum dan menyemangati si sialan. Si sialan itu menanggapinya dengan senyuman malu-malu. Geli.

Sekarang kami berhadapan, dan hendak bersalaman sebelum memulai pertandingan. Dia mengulurkan tangannya hendak menjabatku. Dan reaksiku? Tentu saja tidak membalasnya. Kulihat dia mengepal tangannya dan mengembalikan ke sisinya. "Bersiap dengan kekalahanmu."

Aku hanya diam dan memandangnya dengan tatapan meremehkan. Dia bilang kekalahanku? Meskipun dia pernah menang sekali, tidak akan cukup mengalahkanku yang selalu memenangkan pertandingan, kan? Dan jangan lupa bahwa aku ini kapten basket.

Pertandingan dimulai. Dengan cekatan aku memimpin dipapan score. Aku, kapten basket. Jika kalah, mau diletakkan dimana wajahku?

Pertandingan berlangsung seru, diiringi beberapa teriakan memanggil nama kami. Kini si sialan itu mengambil bola dari Kiba dan hendak mengarahkan ke ring kami. Dia bersiap untuk melompat dan—

'PRANGG'

Sebuah suara pecahan terdengar kuat, diiringi dengan teriakan seorang gadis, "HINATA!"

—melempar bola basket asal ke arah lain. Membuat kami terkejut sekaligus syok melihat tingkahnya dan suara tadi.

Dia, si sialan itu, langsung berlari ketempat suara berasal. Dengan tergesa-gesa, bahkan meninggalkan separuh pertandingan begitu saja.

"Brengsek! Siapa yang melakukannya?!"

Teriakannya membuat keadaan seketika hening. Kulihat, gadis itu menumpahkan darah yang cukup banyak dari dahinya. Bagaimana tidak? Sebuah botol minuman kaca terlempar begitu indah ke arahnya. Bahkan aku meringis melihatnya. Pasti sangat sakit.

"Gaara-san, kembali ke lapangan! Biarkan yang lain membantunya! Atau jika tidak, kau akan kami diskualifikasi!" Teriak panitia kepadanya.

"Silahkan diskualifikasi aku." Jawabnya sembari mengangkat tubuh gadis indigo itu. "Aku tidak peduli."

Kulihat dia berlari dan sedikit menyentak beberapa siswa yang mengerumuni. "Minggir, brengsek!"

Sekali lihat, aku mengerti situasi di hadapanku ini.

Si sialan itu, terlihat sangat jelas menyukai gadis bersurai indigo yang Kiba bilang 'Hyuuga Hinata' namanya.

Tentu, aku akan membalas si sialan itu. Aku menyeringai sembari memikirkan sesuatu.

Jika dia bisa mengambil orang yang kusayang, maka aku juga bisa mengambil orang yang dia sayang, kan?

Sekarang aku tau cara membalasnya.

Tentu saja dengan,

—Hyuuga Hinata.

REGRET [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang