"Bangun, sayang."
Seorang pria dewasa mengelus sayang surai gadis yang tengah tertidur. "Sudah siang, jangan karena baru pindah, kau tidur dan tidak bekerja."
Mendengar suara ancaman dalam tidurnya, gadis itu segera membuka mata. Ia tersenyum takut memandang sosok di hadapannya.
"Selamat pagi, ayah."
•••
"Kapan ayah pulang?" Tanya Hinata sembari mengunyah makanannya.
"Tadi malam." Bukan ayahnya, jawaban itu berasal dari Hanabi.
"Kenapa tidak bilang?" Bibirnya mengerucut, "Aku jadi ketahuan terlambat bangun."
"Aku sengaja. Biar saja nee-chan dimarahi. Selama ini aku kesulitan membangunkanmu."
Hinata melempar kain lap ke arah Hanabi. "Kau!"
"Itu hukuman untukmu. Seorang calon presdir yang malas bangun pagi!"
Enam tahun sudah berlalu sejak mereka pergi meninggalkan negara kelahiran mereka. Menetap di negara orang sembari sibuk dengan urusan masing-masing. Neji yang mengejar gelar profesornya, Hinata yang mengikuti pelatihan, dan Hanabi dengan sekolahnya. Mereka tinggal dan menetap selama enam tahun bersama sang ayah.
Namun dua hari yang lalu, sang ayah mengabarkan bahwa mereka akan kembali pulang, ke Jepang. Ia mengizinkan ketiganya kembali setelah Hanabi terus merengek untuk pulang ke Jepang. Namun Hiashi tidak segera ikut pulang, karena masih ada yang harus ia urus terlebih dahulu.
Namun pagi ini Hinata dikejutkan dengan keberadaan ayahnya yang sudah kembali ke Jepang. Dan karena Hanabi, ia diomeli oleh ayahnya.
"Hentikan Hinata! Hanabi!"
Neji membentak keduanya dan sontak keduanya terdiam. Mereka juga kembali makan dengan tenang.
"Hinata, hari ini kau akan menemui rekan perusahaan yang akan bekerja sama dengan kita ke depannya. Kau harus menanganinya sendiri. Bersiaplah."
•••
Hinata melihat kembali jam di layar ponselnya. Sudah satu jam lebih ia menunggu rekan kerjanya yang tak kunjung datang. Kini ia berdecak kesal.
Tak lama pintu ruang tempat ia menunggu terbuka, menampakkan wajah seorang wanita asing. Ia menunduk memberi salam.
"Selamat pagi, Nona Hinata. Saya memohon maaf, Tuan Presdir kami masih berada di perjalanan karena jalanan yang padat. Jika Nona Hinata berkenan, kita bisa membuat janji di lain hari."
Sepeninggalan wanita itu, Hinata menelpon dan mengadukan pada ayahnya.
"Dimana etika dari orang yang akan bekerja sama dengan kita? Dia membatalkan pertemuan pertamanya, ayah."
Hiashi memberinya pengertian, "Jalanan macet, tidak ada yang bisa disalahkan."
"Ayah sudah pernah bertemu dengannya?"
"Sudah sangat lama, sekitar 8 tahun yang lalu. Kabarnya, ia digantikan oleh anaknya."
•••
Hinata melangkahkan kaki ke area parkiran, namun sebelum ia menuju mobil kantornya, seorang pria menabraknya hingga membuatnya terjatuh.
"Sial, pakai matamu."
Bukannya membantu, pria itu malah memakinya. Sebelum ia sempat berbalik dan hendak mengomelinya, pria itu sudah lebih dulu meninggalkannya. Terlihat pria itu sedang terburu-buru.
KAMU SEDANG MEMBACA
REGRET [COMPLETED]
RomanceHarusnya Naruto tidak memulai semua ini. Harusnya ia melupakan kebenciannya terhadap Gaara dan tidak menyeret Hinata ke dalam masalahnya. Kini, Naruto menyesal karena sudah terjebak dengan permainannya sendiri. Lalu sekarang, bagaimana? ...