3. Depressed in a situation

102 18 3
                                    

Aku lupa kalau belum update. Tapi nanti malam tetap update chpater empat. Tunggu aja, jangan lupa vote komen. Thank you ❤️

Happy reading!



Sehun setia menatap Reha yang terlihat senyap dalam raut wajah suram, gadis itu menutup berkas yang baru saja Sehun berikan.

"Ryu Jaehyun?"

"Yah, Jaehyun yang kau maksud pemilik perusahaan Ryu Corporation." Reha tidak tau, tapi semuanya mengejutkan dirinya jika Jaehyun betul-betul menipunya dari sudut manapun.

"Lantas kau ingin apa?" Tanyanya pelan. Jujur Reha berusaha menahan tangisnya untuk tidak menjerit di depan sembarang orang.

"Kalau begitu berlatih dengan baik. Kapan waktunya kau juga akan membalaskan dendam ku." Reha menaikkan kedua alisnya, ia menatap Sehun yang tersenyum.

Namun tidak ada penjelasan lebih lanjut, sebab lelaki itu sudah pergi meninggalkan berkas-berkas yang membuat Reha melamun cukup lama.

Setetes air mata jatuh.

Balas dendam? Bergabung dengan Synder? Ini gila, Reha tidak bisa melakukannya dengan segampang itu.

Hatinya bergemuruh hebat dalam sentakan seakan menolak keras jika Ryu Jaehyun adalah orang yang paling dia cintai.

-
-
-

Pagi itu Reha menyusuri Seoul hanya seorang diri. Dan rencana Reha ia akan menuju halte yang ada di persimpangan jalan, ia akan menuju markas Synder.

Dan pagi itu cuaca cukup terik, matahari bersinar terang dengan awan awan yang berlalu. Reha seakan tidak terganggu pada kenyataan sinar pagi lebih menyenangkan dari pada siang yang menyengat.

Sepersecon matanya melirik dinding kaca yang terlewat, matanya menyipit menyadari jika satu mobil putih sedari tadi mengekor dirinya dengan kecepatan pelan.

Reha tak lupa menurunkan sedikit topinya dan melangkah lebih cepat, ia sadar jika mobil itu ikut melaju dan seketika ia berlari kencang yang membuatnya tak berhenti menabrak orang yang berlalu.

Tak ada kata lain selain deru napas yang berat. Reha mengeratkan tangannya dalam gempalan yang kuat.

"Ryu Jaehyun, sehebat apa dia dalam melacak indentitas?" gumamnya mengigit bibit takut. Tubuhnya gemetar tak berhenti, dan berharap jika ini akan segera berakhir. Bahkan Reha tak perduli lagi jalan apa yang ia lewati, sebab satu-satunya keinginan adalah pergi jauh hingga hilang dari pandangan mobil van itu.

Bruk!

Reha terkejut saat ada tarikan tangan yang membuatnya berakhir terlindas di dalam pelukan hangat yang menutupi nyaris seluruh tubuhnya.

Reha mengangkat kepalanya yang berakhir bertemu tatap dengan mata dingin Jeno.

"Diam," gumamnya mengangkat kepalanya dan mendorong kepala Reha untuk menyandarkan di dadanya. Dan beberapa orang melewati mereka seakan tidak menyadari posisi keduanya.

Dan buru-buru Jeno melepaskan pelukannya, ia segera pergi membuat Reha menatapnya tidak percaya. Kenapa pergi begitu saja? Bahkan Reha belum mengucapakan terimakasih.

-
-
-

Selepas kejadian tadi pagi, Reha memutuskan untuk tidak keluar rumah hingga larut malam, dan berakhir menunggu kedatangan Yuta di ruang tamu.

Dan tak lama dari itu pintu utama terbuka memperlihatkan wajah Yuta. Lelaki itu tersenyum tipis melihat kehadiran Reha.

"Yuta, sepertinya ada yang melacak keberadaan Ku. Jadi bisakah aku mengganti semua peralatannya, terutama ponsel." Yuta memijat pangkal hidungnya sebelum meletakkan jas beserta tas kerja di atas sofa. Lelaki itu duduk dan menyandar sejenak.

"Ganti email dan nomor mu."

"Tidak ponsel saja," tutur Reha senduh, dan Yuta menghelah napas.

"Baiklah." Yuta segera meraih ponselnya, menghubungi Xiaojun untuk membelikan ponsel baru untuk Reha.

Lelaki dengan rambut yang mulai memanjang itu bangkit dari sofa, mengusap rambut Reha sejenak.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya, membuat Reha mengangguk canggung, dan Yuta tersenyum untuk kesekian kalinya.

"Berhati-hatilah, aku akan istirahat, jika butuh sesuatu atau ingin makan malam, hubungi Xiaojun." Dan Reha mengangguk, tak lupa Yuta membawakan tas dan jasnya bersama.

-
-
-

Selepas semuanya terganti Reha memutuskan untuk mengunjungi Synder. Dan benar saja, Sehun menunggu keberadaannya untuk kesekian kalinya.

"Kenapa nomor mu mati," tanya Sehun.

"Ada yang melacak jadi aku menggantikannya," gumam Reha tidak yakin, sebab dirinya tidak tau jika keberadaannya dijumpai dari manasaja, dan seketika Sehun merogoh saku hoodienya. lelaki itu menarik ponselnya dan mengetikkan sesuatu.

Tak lepas dari itu, ponsel Sehun juga berdering.

"Ada latihan untuk mu. Ikutlah dengan Jeno malam nanti," ujar Sehun mengembalikan ponselnya dan pergi begitu saja.

Reha kembali terdiam mengingat kecanggungannya dengan Jeno pagi tadi.

-
-
-

Reha memfokuskan panduannya pada titik utama untuk melayangkan pelurunya. Dan tak luput dari semua pergerakannya, Jeno di sudut ruangan memperhatikan.

Ini tidak seru, Reha rasa ia lebih menyukai Jaemin yang mengajar, sebab Jaemin tidak banyak protes dan tak sungkan untuk membantunya.

Sedangkan Jeno hanya diam dan sesekali mengomel.

"Diamlah, kalau kau ingin aku berkembang arahkan. Kau seperti mentor yang tidak profesional," cibir Reha membuat Jeno berdecak. Lelaki itu bangkit dan menarik tagan Reha untuk menggenggam pistol lebih benar.

"Fokuskan, tutup mata kiri mu. Santai saja, jangan kaku." Jeno tak sungkan menyentil tangan Reha yang salah dalam menggenggam dan Reha tak suka. Jeno menyebalkan sekali.

Dor!

Dan malam itu untuk pertama kalinya Reha mengenai sasaran membuat Jeno menghela napas.

"Berlatih terus," peringkatnya saat Reha menuruni tangannya. Dan Reha hanya bisa mendengus kesal dan berlatih terus-menerus.

Drtt...

Drtt...

Drtt...

Untuk kesekian kali ponsel lelaki itu berdering saat Jeno betul-betul memutuskan berangsur-angsur.

"Angkatlah, mengganggu sekali," cibir Reha menatap kesal Jeno, dan lelaki itu berdesis lalu pergi sedikit menjauh.

"Hm?" Jeno menyapa malas dengan tatapan masih mengarah pada Reha.

"Pulang, Ayah sudah sadar." Suara deep khas yang selalu dirinya hindari, Jeno menghentak ujung sepatunya hingga bernada.

"Aku tidak ada urusan lagi dengan keluarga mu," balasnya dingin, bahkan tatapannya berubah menjadi tajam. Reha yang mendengar berusaha untuk tidak perduli, bahkan dia tidak lagi fokus pada latihannya.

"Jaejoong, Ayah mu. Jangan berkata sembarangan!"

Pip.

Jeno memutuskan sambungan telepon. Ia memandang Reha Ara cukup lama sebelum beralih mencari kontak Jaemin dan betul-betul pergi.

TBC

Exodus | Lost spaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang