35. KONFLIK KECIL 🌿

750 66 5
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah duabelas malam. Tapi Khafi masih duduk santai di balkon kamarnya sembari menyesap rokok. Entah sudah batang rokok keberapa yang ia sesap malam ini, tapi hal itu membuatnya cukup tenang untuk menyingkirkan pikiran pikiran menyebalkan dari kepalanya.

Ya, Danisha. Adik kecilnya sudah di perbolehkan pulang, secara jasmani Danisha di nyatakan semakin membaik, tapi secara rohani Danisha tidak baik baik saja.

Khafi sendiri hampir gila rasanya, melihat adik kesayangannya tidak mau makan, tidak mau bicara bahkan tidak mau bertemu siapa siapa. 

Derap langkah kaki Alma mengagetkannya. Cewek itu sudah berdiri sembari berkacak pinggang di depannya, Khafi yakin setelah ini akan ada omelan berisik dari istrinya itu.

"Kenapa belum tidur?." Tanya Alma sembari menatap Khafi dengan tatapan menantang.

"Pusing Ma." Jawabnya malas.

"Besok sekolah."

"Nggak usah masuk lah."

Tanpa di pinta, Alma ikut duduk di samping Khafi. Suasana sudah benar benar sunyi sepi, tak ada suara atau pemotor yang lewat di jalan depan rumah, jadi tanpa harus berbicara menggunakan otot pun suara keduanya akan terdengar jelas.

"Yang sakit Danisha, yang repot saya, kenapa yang setres malah kamu?." Tanya Alma sembari menatap Khafi, tapi cowok itu tak membalas tatapannya, ia justru semakin asik menyesap rokoknya lalu memainkan mengepulkan asap rokoknya ke udara.

"Saya nggak suka cowok perokok."

Satu kata itu berhasil membuat Khafi menghentikan aktifitasnya. Ia menatap Alma penuh tanya.

"Kenapa? Karena kelihatan nakal gitu?."

"Haram Khaf."

"Siapa bilang? Rokok itu makruh." Sangkal Khafi.

"Rokok itu haram karena bikin kecanduan, mustahil cowok nggak kecanduan sama rokok kalau udah nyobain."

"Aku nggak kecanduan tuh." Ucap Khafi masih membela diri.

Pandangan Alma lalu mengrah pada puntung rokok yang bertebaran di lantai, ia mengarahkan jari telunjuknya dan menghitung jumlah puntung rokok yang sudah di habiskan oleh Khafi.

"Dua belas, tiga belas, empat belas, lima belas. Lima belas dalam waktu tiga jam, apa nggak keder tuh bibir?." Ujar Alma mulai kesal.

"Abisnya, nyesep bibir lo nggak boleh."

"Siapa yang nggak boleh?."

Ups!

Alma cepat cepat menutup mulutnya, merutuki ucapannya barusan.

Alma! Sama aja kamu menyerahkan dirimu sama singa!

"Berarti boleh?."

"Tidur dulu ya? Kamu cepet tidur, besok UTS." Pamit Alma cepat cepat. Namun Khafi lebih gesit kalau hanya untuk mencekal tangan Alma.

"Kenapa? Nggak boleh ya?." Tanya Khafi serius. Sorot mata Khafi yang serius itu sukses sekali membuat Alma gelagapan sekarang, ia harus menjawab apa?

"Nanti kalau kebablasan Khaf, kita besok baru mau UTS semester satu loh, belum tryout, belum UAS, belum UN."

"Berarti minta itu doang, harus melewati semua ujian itu? Ck, berat banget hidup gue ya." Gumam Khafi sedih.

"Terus kapan lo mau buka hijab di depan gue?." Lanjutnya lagi.

Alma hanya menunduk, ada rasa bersalah, ada juga rasa kasihan terhadap Khafi. Tapi cowok itu belum benar benar menjadi pribadi yang lebih baik bagi Alma. Alma berharap Khafi mengimami sholatnya, membaca Al quran bersamanya, menemani dirinya sholat tahajjud. Tapi kenyataanya? Jam segini aja masih asik santai ngerokok.

ALKHAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang