40. MEMULAI YANG BARU 🌿

884 70 7
                                    

🌿

"Heh! Lo kenapa nggak dateng di acara wisuda sih?! Gue jadi nggak ada temennya Alma!." Suara melengking itu memekakkan telinga Alma. Di layar ponsel, terlihat jelas raut wajah Nadia yang sedang kesal dengannya.

Ya, hari ini harusnya acara wisudanya dan Khafi. Tapi Alma dan Khafi memilih untuk tidak datang di acara wisuda tersebut, terlebih surat kelulusan dan ijazahnya sudah di ambil lebih dulu, jadi tidak terlalu penting untuk datang di acara wisuda tersebut.

"Ma, Pak RT minta buku nikah sama KTP kita buat pendataan." Ujar Khafi yang tiba tiba masuk kedalam kamar. Hal itu membuat Nadia langsung memelototkan mata ke Alma.

"Ma! Itu bukannya suara Khafi ya?!." Tanya Nadia cepat cepat.

"Iya kenapa?!." Sahut Khafi tiba tiba. Hal itu membuat Alma gelagapan, secara Khafi tiba tiba ikut masuk kedalam layar ponsel dan memperlihatkan dirinya.

"Aaalmaaa! Lo udah nikah sama Khafi?! Gue emang udah duga dari awal Khafi pindah kelas kita, sikap lo sama dia tuh beda dari yang lain! Ternyata lo udah nikah?!."

Khafi mengambil alih ponsel Alma, ia menaikkan kedua alisnya dengan memperlihatkan wajah menyebalkan yang sangat Nadia benci.

"Kalau iya kenapa?!." Jawab Khafi.

"Wah parah ya lo Khaf!."

Tiba tiba panggilan di putus oleh Khafi, cowok itu berpindah ke menu galeri untuk mengirim foto acara empat bulanan Alma yang baru di selenggarakan tadi pagi.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Send-

Nadia :

What the fuck!

Balasan itu hanya di senyumi oleh Khafi, ia lalu mengembalikan ponsel tersebut pada Alma kembali.

Alma melotot melihat Khafi mengirim foto acara empat bulanannnya tadi pada Khafi.

Tak lama, notofikasi ponselnya memberondong dari grub kelas duabelas. Dan benar, Nadia mengirim foto itu pada grub kelas duabelas.

"Ihh Khaf! Lihat kita jadi bahan ghibah di grub!." Omel Alma kesal.

Khafi masih berdiri dengan raut wajah santai, sama sekali tak memperlihatkan rasa bersalahnya.

"Cepat atau lambat semua orang bakal tahu Al, dan alangkah baiknya kita yang ngasih tau mereka, bukan mereka tahu dari orang lain."

Oke, Alma terdiam. Ucapan Khafi ada benarnya juga. Setelah mengakhiri kekesalannya, akhirnya Alma memberi pernyataan di grub kelas duabelas perihal dirinya dan Khafi. Agar teman temannya tak mengira bahwa Alma hamil di luar nikah.

"Aku ke pondok dulu ya? Udah waktunya ngaji." Ujar Khafi berpamitan.

"Tapi susu aku habis Khaf."

"Nanti aku ke Kota buat beli kebutuhan rumah tangga kita untuk sebulan kedepan. Kamu catetin aja apa yang di butuhin." 

Alma mengangguk sembari mengulas senyum, lalu mencium punggung tangan Khafi.

🌿

Acara pagi tadi sudah selesai, tapi sisa sisa acaranya belum Alma bereskan sama sekali. Gadis itu memulai membereskan ruang tamu yang masih berceceran sisa makanan dan minuman. Ia membereskan sebisanya, karena akhir akhir ini kandungannya lemah, Khafi tak memperbolehkannya terlalu lelah.

Alma sendiri juga masih berusaha menyesuaikan hidup di sini, berusaha nyaman dengan suasana baru dan hidup baru. Jauh dari hiruk pikuk kota juga membuatnya harus mulai terbiasa. Di desa ini, hanya ada satu toko klontong yang menjual berbagai macam kebutuhan rumah tangga. Tapi karena Khafi takut akan kebersihan dan barang yang di jual adalah barang lama, jadi Khafi memutuskan untuk belanja bulanan di tempat yang lebih Kota dari desa ini.

Setelah selesai membereskan ruang tamu, mencuci semua piring dan gelas. Alma lanjut menggulung tikar, menyapu lantai serta melepas gorden bekas hiasan empat bulanannya. Ia melakukan semuanya sendiri.

Rumah Kakek Khafi tak terlalu besar, hanya terdiri dari ruang tamu, dua kamar, ruang makan dan dapur. Di bagian belakang rumah ada rumah kecil yang mungkin di fungsikan untuk gudang, lalu belakangnya adalah pohon bambu dan sungai. Rumah joglo khas jawa, membuat nuansa rumah klasik dengan udara yang masih sejuk, padahal saat ini sudah hampir memasuki waktu ashar.

Alma lanjut mengelap beberapa pernik peninggalan Kakek Khafi yang ada di meja dekat ruang tamu dan bifet. Di sana masih terpajang foto kecil Danisha dan Khafi.

Setelah selesai bersih bersih seluruh rumah, Alma menyiapkan makan sore untuk Khafi. Beberapa hari tinggal di sini, selalu Khafi yang memasak. Semua orang tahu, jika Khafi pintar memasak. Tapi setelah Khafi mulai belajar di pondok dan pulang habis isya, membuat Alma berinisiatif untuk memasak sendiri.

Ponselnya tiba tiba berbunyi, Alma yang sedang memasak tumis kangkung langsung bergegas ke kamar untuk mengangkat panggilan masuk.

Ternyata Umma yang menelponnya.

"Hallo assalamualaikum Umma!." Salamnya antusias.

"Waalaikumsalam anak cantik. Gimana? Betah di sana? Khafi nyebelin nggak?."

Baru saja memulai percakapan, Ibu tiri yang sudah seperti ibu kandungnya ini justru mengajaknya berghibah soal Khafi. Cowok itu selalu saja menarik di jadikan topik pembicaraan antara Alma dan Ibunya.

"Sejak kandungan Alma lemah, Khafi jadi super care Ma, beda sama dulu. Bedanya jauh banget! Umma tahu nggak?! Khafi rela ke kota loh, buat beli keperluan Alma yang lebih higienis."

"Ihh, kok makin gemes sih mantu Umaa." Jawab Umma gemas.

"Oh iya, kabarnya Bapak gimana Ma? Belum pulang dari toko?."

"Alhamdulillah sehat, berbunga bunga terus akhir akhir ini karena mau punya cucu hehe."

Alma mengulas senyum, menatap layar ponsel yang menampilkan wajah Ibunya. Ia lebih lega sekarang, saat mendengar Bapak bahagia dengan pasangan pilihannya. Tapi ada rasa sedih yang bahkan Khafi sendiri tak mengetahuinya, yaitu sedih dengan keadaan Ibuk. Entah dimana Ibuk sekarang, sudah taubat apa belum, sehat sehat atau sakit, bisa makan atau tidak.

Biar sesempurna apapun ibu sambung, tetap Ibu kandunglah yang selalu ada di hati anak anaknya.

"Ma, Alma belum selesai masak, masih numis kangkung di dapur. Lanjut nanti ya?!."

"Iya sayang, sehat-sehat ya di sana. Jangan capek capek, Umma sama Bapak sayang Alma selalu. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Alma kembali ke dapur, agak shyok karena tumis kangkungnya sudah kering. Airnya sudah habis, padahal dirinya ke kamar tidak ada lima menit. Gadis itu cepat cepat mematikan kompor dan mencicip sekali lagi tumis kangkungnya.

"Huft, untung nggak keasinan karena habis air." Gumam Alma lega. Ia pun segera memindah tumis kangkung tersebut kedalam mangkuk dan menghidangkannya di meja makan.

Tok tok tok!

"Assalamualaikum!."

Alma terdiam mendengar seseorang mengucapkan salam dari depan. Ia bergegas mengambil hijabnya yang ada di kamar dan keluar membukakan pintu.

"Waalaikum-,". Jawaban Alma terpotong saat dirinya terkaget melihat siapa yang datang "Salam." Sambungnya kaku.

"Danisha?."


🌿🌿







Next?

ALKHAFITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang