Day Off

23 2 17
                                    

Singkat cerita, kemarin itu yah gitu. Maksudnya, karena faktor terlalu capek juga aku langsung pulang ke apartemen. Toh, istirahat satu hari gak akan bikin pakaian yang udah jadi ke kain lagi.

Hari ini libur, tentunya karena hari Sabtu. Aku mendapat pesan dari Mark kalau ia ingin main ke apartemen ku. Aku akan mengubah jadwal hari ini menjadi healing.

Ting-tong!

Tanpa lama aku segera membukakan pintu untuk sang tamu. Sebagai tuan rumah yang baik hati, rendah hati dan sabar. Aku menyiapkan beberapa snack dan makan siang.

Hitung-hitung untuk menghabiskan bahan makanan akhir bulan, bukannya ini suatu kesempatan? Agaknya aku berpikir untuk pamrih.

"Wow, unbelievable."

"Hah? Apanya yang unbelievable?" Tanya ku heran.

Tidak langsung menjawab dengan perkataan, Mark menunjuk ragu ke arah makanan yang sudah ditata rapi.

"Oh itu... ya buat lo lah! Masa iya buat gua semua."

Ia masih celingukan, melihat ke arah makanan dan kepada ku. Kenapa sih orang ini? Kayak fenomena langka aja.

"Pasti ada udang di balik capcay nih, biasanya lu cuma ngasih air putih sama roti tawar polos doang." Meski begitu ia tetap berjalan santai ke arah meja makan dan langsung melahap makanan yang ku siapkan.

"Lo bisa nyetir kan? Iyalah! Lo aja ke sini pake mobil," aku sudah tau jawabannya jadi tidak usah menunggu Mark menjawab.

"Sok tau banget, mobil gua lagi di service! Gara-gara kemaren kebablasan ngegas terus nabrak pohon."

"Yah, tuan rumah kecewa." timpal ku dengan murung palsu.

"Bukannya Jay juga ada mobil?" Mark menatap ku seraya fokus mengunyah agar bisa melanjutkan kalimatnya, "gua liat mobilnya tadi pas dateng."

Haduh, mengapa anak itu penuh tanda tanya? Tapi aku siapa juga harus mengetahui kemana dia pergi? Ini ... semacam surprise?

🎶🎶🎶

"Halo?"

"Lo lagi di rumah kan? Bantuin gw dong!"

"Hah?"

"Lantai bawah no. 312."

-pip!

Hah? Kok lantai bawah? Jangan-jangan...

£££


Kayaknya aku memang gak ditakdirkan untuk bersatu dengan kata 'istirahat'. Sebagai teman yang amat baik hati penuh simpati dan empati dan hati nurani. Aku membantu memindahkan barang-barang milik sang tuan rumah baru.

Tentu ada harganya. Aku baik, tapi perhitungan. Harus diakui.

"Ini box apaan sih?!" Gerutu ku sambil berusaha memasukkan box besar, lumayan berat ke dalam apartemen Jay.

Duk!

Lama-lama massanya bertambah, lengan ku menjadi lemas dan langsung menjatuhkannya ke lantai. Heran, seharusnya laki-laki yang mengerjakan ini! Namun, Mark yang sedari tadi hanya mengeluarkan barang dari box tanpa di susun. Dan Jay yang hanya membersihkan jendela dengan kemoceng tanpa menyentuh.

Untung ada bayarannya, setidaknya uang belanja bulanan kali ini tidak berkurang meski hanya satu perak.

"Blue! Boxnya taruh sini dong!" Titah Mark.

"ANJ-"

Ya ampun, ingin sekali berkata kasar sambil berteriak. Tapi sepertinya malaikat nanti terlalu lelah mencatat dosa-dosa ku.

The SketchTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang