D-2 prom night
Gila! Tadi malam aku sungguh ditebas oleh banyak notifikasi. Hari ini aku akan menemui panitia kontes untuk briefing tahap final a.k.a kontes yang sesungguhnya. Sebenarnya sih begini saja sudah termasuk menang, tetapi dalam kontes ini yang menang adalah yang paling banyak menerima perhatian.
Kira-kira makna apa yang harus ku sampaikan sehingga membuat orang banyak menjadi tersentuh kagum? Cinta? Kebersihan? Jiwa? Misteri kehidupan?
Walaupun ku akui yang paling terkenal diantara semua itu adalah suatu romansa. Tapi, romansa yang seperti apa? Bagaimana menggambarkan romansa dalam kebebasan? Apa ada hal seperti itu? Dan mengapa dari tadi pertanyaan tidak ada habisnya ku pikirkan?!
Sejujurnya hari ini adalah hari libur, sekolah tidak ramai. Yah, semua orang sama saja, rata-rata mereka hanya mendekam diri di kamarnya masing-masing.
"Jadi ... intinya acaranya akan diselenggarakan di akhir tahun?" Aku bertanya sekali untuk memastikan waktu penyelenggaraan.
"Iya, karena itu kalian masih mempunyai banyak waktu. Saya sarankan untuk menikmati waktu musim gugur beberapa waktu untuk menyegarkan pikiran," ketua panitia bersuara tegas, tapi lembut.
Benar, aku kan memang berencana akan menikmati libur musim gugur sebaik-baiknya.
"Hanya orang malas yang membuang waktu untuk itu," Jacqueline—orang kedua yang lolos ke tahap final—ketus terhadap saran Jake.
"Cuma orang ANEH yang kerja di waktu libur," aku tidak setuju menggunakan setiap waktu untuk bekerja, aku bisa mati kalau begitu.
Akhirnya kami hanya saling melempar tatapan tajam dan mengalihkannya. Aku masih merasa heran, bagaimana bisa perempuan itu lolos semi final, apa yang dia lakukan? Dia tidak melakukan hal di masa lalu kan? Seperti mengambil tempat orang lain.
"Ekhem," Jake berdehem untuk melerai pertikaian batin kami, "sekian untuk hari ini." Lalu ia menutup serangkaian acara hari ini dengan senyum sambil merapihkan catatan-catatannya.
Setelah itu aku segera pergi ke studio untuk mengambil dress. Kedua dress ini terlalu sayang jika dipakai salah satunya, tapi apa daya aku harus tetap memilih. Dress warna violet dengan tipe one shoulder A-line. Sebisa mungkin aku membuat dress ini terlihat simple dan loyal.
Tentu aku harus menjadi terbaik nanti. Untuk laki-laki mereka hanya memakai setelan jas, jadi mereka tidak perlu banyak berpikir.
"Jake! Lo bakal dateng ke prom night?" Kebetulan setelah keluar dari studio aku melihat Jake yang sedang berjalan dari ruang organisasi.
"Kamu?"
"Iya dong, kan ga mungkin nanti pasangan gua sendiri," jawab ku dengan yakin.
"Siapa pasangan kamu?"
"Jay ... "
Aku ragu ketika melihatnya, sepertinya ia sedang sangat sibuk. Saat aku ingin menyebutkan nama pasangan, tiba-tiba perhatiannya mengarah ke ponsel. Toh lagipula sudah ku sebutkan namanya.
"Kayaknya lo lagi sibuk banget."
"Oh itu, maaf."
"Eh? Hahaha santai, bukan masalah besar sih, tapi kayak lo masih mau ngomong."
Jake kelihatan seperti ingin pergi, tetapi ia masih ingin tetap di sini.
Senyumnya selalu sejuk, "kamu mau ikut camping, tidak?"
"Camping? Kapan? Di mana?" Best plan for my holiday. Aku juga sudah lama tidak merasakan camping.
"Di bukit belakang sekolah, di sana ada tempat khusus untuk perkemahan, waktunya tentu nanti saat liburan musim gugur. Kalau kamu mau kita bisa pergi 2 hari 1 malam."
Bukan penawaran yang buruk, tidak ada alasan untuk menolak.
"Okei! Pas deket hari-h kabarin gua lagi, ya."
£££
Sehabis selesai dari rapat. Aku mampir sebentar ke rumah kemudian pergi lagi menuju pantai bersama Jay. Sebenarnya ini hanya rencana spontan, tiba-tiba aku memikirkan tentang pantai yang suka ku jumpai saat Jay dan aku masih kecil. Sebulan sekali, saat aku masih berada di panti asuhan.Jay selalu mengajak ku pergi ke pantai tanpa absen, ditemani dengan pengasuhnya. Biasanya kami bermain air dan pasir, ketika sudah lelah kami akan tidur ditimbun dengan pasir. Ketika di penghujung hari maka kami akan duduk di batu yang besar sambil mengamati matahari yang dilalap oleh laut.
Sayangnya aku tidak merasakan itu lagi, karena harus berpisah dengannya. Ya, aku pergi karena diadopsi. Namun, ternyata kami bertemu lagi. Benang merah yang unik.
"Wihhh asikkk," seketika sampai aku segera turun dari mobil dan berlari menuju pantai dengan pasir putih yang bersih.
"Kayak bocah aja lu!"
"Perjalanan selama 2 jam harus dibayar lunas, gua itu lagi menikmati."
Aku melepas sandal dan pergi ke bibir pantai untuk merasakan air garam yang hangat. Meskipun sudah sore hari, tetapi airnya masih terasa hangat. Aroma laut yang menyegarkan, keputusan yang tepat untuk memesan makanan laut.
Ada tempat makan yang disediakan. Jadi mungkin sehabis ini aku akan makan dulu di sana.
"Jay, sini woy!" Apa-apaan dia itu, cuma duduk jauh dari tempat basah. Hey, bukan seperti itu cara menikmati kenikmatan ini.
Jay menyipitkan matanya, "anginnya kenceng, males. Ntar gw masuk angin."
"Ya udah pesen makanan sana!"
"Males ah, capek abis nyetir."
Alasannya sih valid, hanya sedikit menyebalkan. Kira-kira kalau menengok ke belakang, perjalanan ku sudah seberapa jauh ya? Di mana awal dari semua perjuangan ini? Semenjak aku melihat gaun buatan ibu? Atau saat aku melihat Jayden?
Rasanya masih panjang untuk naik ke atas. Masa depan yang tidak bisa ditebak, masa lalu yang harus dilepaskan dan masa kini yang menjadi tumpuan.
Dari pada masa lalu, aku takut dengan masa depan. Aku takut untuk sendiri nanti, di saat aku harus keluar dari area ini, aku takut sendiri.
Cekrek.
Suara kamera yang menyambar, memecah refleksi ku. Aku menengok setengah bingung ke arah si pelaku dan ia hanya tersenyum sambil melihat ke hasil jepretannya.
"Lu cantik."
"Udah tau," jawab ku dengan sangat percaya diri.
Hening. Kami sama-sama menikmati detik-detik matahari yang hendak tenggelam. Indah. Warnanya yang kejinggaan hangat menutup hari.
"Blue..." Jay memanggil ku pelan. Kedengarannya sedikit ragu.
"Hm?"
"Kira-kira kalau selama ini gw nyimpen rahasia, gimana?"
Aku berpikir sejenak jawabannya seharusnya tidak apa-apa asalkan itu tidak berkaitan dengan ku. "Ga gimana-gimana, kalau ada juga kan lu punya alasan kenapa itu dijadiin rahasia."
"Mau makan ga?" Jay seakan mengalihkan pembicaraan.
"Mau lah, kepiting sama lobster ya!"
"Mie aja lah, ga ada duit."
Aku merotasikan mata, "heh! Lo pikir gua minta gratisan terus? Kali ini gua yang traktir."
Matanya takjub melihat ku mengeluarkan dompet. Yah, mungkin terlihat seperti kejadian langka tapi memang aku orang yang jarang membawa dompet kalau ada wacana tentang traktiran.
"Perlu gw abadikan nih kejadian hari ini."
"Lebay," aku terkekeh dan segera memesan banyak makanan.
~~~
ⓣⓗⓔ ⓢⓚⓔⓣⓒⓗ
~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
The Sketch
Fanfiction"Tanpa pewarna kertas akan tetap putih, tanpa pola maka tidak ada kisah di dalamnya."